Oleh Akhmad Kusaeni
Keunggulan moda transportasi kereta api sangat relevan dengan kecenderungan saat ini, namun arah angin belum berpihak kepada PT. Kereta Api Indonesia (PT. KAI).
“Kebijakan transportasi lebih memihak kepada angkutan mobil dan motor. Bahkan angkutan udara dan laut juga lebih mendapat perhatian ketimbang kereta api,” keluh Direktur Utama PT. KAI Ronny Wahyudi saat bertandang ke LKBN ANTARA. Rabu.
Ronny yang didampingi sejumlah pejabat PT. KAI lainnya mengaku sedang berkampanye untuk meyakinkan keunggulan-keunggulan moda transportasi yang sudah dikembangkan di tanah air sejak 1864 oleh Pemerintah Hindia Belanda.
“Kalau mau pro rakyat, ya harus pro kereta api,” katanya lagi.
Multi keunggulan kereta api antara lain hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, dan mampu mengakut dalam jumlah yang besar dan massal. Ronny tidak sedang omong kosong. Ia membawa sejumlah data dan angka statistik.
Dijelaskan betapa kereta api sangat hemat energi. Kereta api bisa mengangkut 1.500 orang dengan konsumsi BBM hanya tiga liter per satu kilometernya (0,002 liter/orang). Kapal laut yang bisa mengangkut jumlah penumpang yang sama, 1500 orang, menghabiskan 10 liter/km (0,006 liter/orang).
Bandingkan juga dengan bus yang mengakut 40 orang dan menghabiskan 0,5 liter/km (0,0125 liter/orang). Sedangkan pesawat terbang yang bisa membawa penumpang 500 orang, membutuhkan 40 liter/km (0,08 liter/orang).
“Jelas, kereta api lebih irit BBM. Ini cocok benar dengan kebijakan hemat energi,” katanya dengan mata berbinar-binar.
Selain hemat energi, kereta api juga bermanfaat dalam menekan kerusakan jalan raya, menekan kepadatan lalulintas, dan meminimalisir biaya angkutan dan distribusi logistik nasional.
Ia memberikan gambaran betapa angkutan barang dengan kereta api lebih baik ketimbang angkutan jalan raya dengan truk atau mobil. KA Babaranjang jalur Tanjung Enim-Tarahan bisa membawa barang 2000 ton. Perjalanan sejauh 420 km itu hanya membutuhkan konsumsi BBM 2.940 liter.
“Coba bandingkan dengan truk. Untuk mengangkut 2000 ton diperlukan 400 truk. Jalan pasti macet dan cepat rusak,” katanya.
Anehnya, keunggulan-keunggulan moda transportasi kereta api itu dipandang sebelah mata. Kebijakan-kebijakan lebih berpihak kepada pengembangan moda transportasi angkutan jalan raya. Mobil-mobil makin banyak. Motor-motor makin membludak. Jalan tol dan bebas hambatan terus dibangun. Tapi panjang jalan kereta api terus memendek karena tidak ada biaya untuk memperpanjangnya.
Negara-negara donor seperti Jepang senang membantu pembangunan jalan raya dan bebas hambatan. Itu agar produk mobil dan motornya makin mendapat pasar dan berseliweran di Tanah Air.
Pembangunan tol Cipularang, misalnya, jelas menjadi surga bagi produsen mobil, tetapi neraka bagi PT. KAI. “Pendapatan KA Parahiyangan Jakarta-Bandung anjlog setelah beroperasinya jalan tol Cipularang. Tapi siapa menangisi kereta api?” tanya Ronny.
Ketidakpedulian akan kereta api berdampak pada menurunnya semua indicator fundamental dalam moda transportasi yang pernah jadi unggulan ini.
Panjang jalan KA yang tahun 1939 sebanyak 6811 km pada tahun 2000 memendek menjadi 4030 km alias turun 41 persen selama 61 tahun. Jumlah stasiun penghentian tahun 1955 berjumlah 1516. Kini tinggal 571 stasiun saja atau turun 62 persen dalam 45 tahun.
Jumlah lokomotif tahun 1939 sebanyak 1314 dan terus merosot jumlahnya menjadi 530 tahun 2000 atau turun 60 persen dalam 61 tahun. Sementara peran kereta api dalam angkutan penumpang juga kian memudar.
Pada tahun 1955 penduduk Jawa dan Madura sebanyak 54,5 juta. KA waktu itu mengakut 137,5 juta atau 248 persen. Bandingkan dengan jumlah penduduk Jawa dan Madura tahun 2000 yang sebanyak 114,9 juta, KA hanya mengangkut 69,2 juta atau 60 persen!
Selasa, 18 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar