Oleh Akhmad Kusaeni
Konvensi Partai Golkar menggelinding bagaikan bola salju. Calon-calon presiden dari partai berlambang pohon beringin itu ramai-ramai berkunjung ke daerah untuk mencari dukungan.
Di satu provinsi, pernah satu hari tiga kandidat calon presiden datang berkunjung.
"Tadi pagi kami terima Sultan Hamengkubuwono X, sore nanti Surya Paloh. Kami banyak kedatangan kandidat calon presiden," kata Ketua DPD Golkar Kalimatan Tengah Asmawie Aganie yang juga gubernur setempat akhir pekan lalu.
Datangnya para kandidat calon presiden yang berbondong-bondong ke daerah itu membawa kemeriahan tersendiri.
Suasana "silaturrahmi" keluarga besar Golkar dengan para kandidat calon presidennya mirip-mirip masa kampanye. Bendera kuning di mana-mana, spanduk selamat datang terpampang di jalan-jalan, yel-yel berkumandang, teriakan "Hidup Golkar" membahana.
Singkat kata, seperti dikemukakan tokoh Golkar Usman Hasan, "ada optimisme baru di antara kader beringin yang sebelumnya terpuruk dan tidak percaya diri bahwa Golkar akan bangkit dan memenangkan kembali Pemilu pada 2004".
DPD-DPD Golkar di daerah yang berhak mengajukan calon presiden tampak bagaikan gadis cantik yang diperebutkan untuk dipinang. Banyaknya calon yang melamar membuat si gadis sedikit gede rasa dan tahan harga.
"Kalau mau jadi presiden, datang ke Tenggarong," kata Ketua DPD Golkar Kalimantan Timur A. Syaukani yang juga Bupati Kutai Kartanegara. Restu dari daerah sangat menentukan lolos tidaknya si kandidat dalam konvensi.
Memang, untuk bisa lolos ke Konvensi, seorang calon harus mendapat dukungan dan dicalonkan oleh DPD. Untuk tahap pertama, DPD-DPD Golkar di seluruh Tanah Air harus mengusulkan paling banyak lima kandidat calon presiden. Baru kemudian akan diputuskan dari lima kandidat itu siapa yang akan menjadi calon presiden resmi dari Golkar.
Hingar bingarnya Konvensi, ternyata mampu menggusur isu-isu negatif yang selama ini melanda Partai Golkar.
Media tidak lagi menjadikan kasus Buloggate, desakan mundur untuk Ketua Umum Akbar Tandjung, permintaan Munaslub dan konflik internal partai lainnya sebagai fokus berita. Media seperti terperangkap dalam agenda politik Partai Golkar dengan proses konvensi yang menggelinding. Seperti bola salju.
Buka kartu
Siapa dibalik ide brilian konvensi Partai Golkar? Tidak banyak terpublikasi bahwa ternyata tokoh pers Surya Paloh yang menjadi konseptor konvensi.
Dalam sebuah pertemuan di Jambi, pemilik harian Media Indonesia dan Metro-TV itu buka kartu bahwa dialah yang menggagas konvensi itu sebelum Rapim Golkar bulan April 2003.
Surya mengakui untuk meyakinkan Akbar mengenai perlunya konvensi alotnya bukan main. Pertemuan demi pertemuan dilakukan dan baru pada pertemuan kelima Akbar berhasil diyakinkan.
Pada pertemuan pertama di sebuah restoran di Hotel Borobudur, Surya mengatakan kepada Akbar perlunya Partai Golkar melakukan terobosan. Dengan uang Rp22 miliar yang tersisa di kas DPP Golkar, tidak mungkin partai itu memenangkan Pemilu 2004.
Menurut Surya, perlu dibuka kesempatan kepada siapapun, termasuk orang di luar Golkar, untuk menjadi kandidat calon presiden. Para kandidat inilah yang nanti menghidupkan aktivitas partai di seluruh Indonesia karena mereka harus berkampanye ke daerah-daerah untuk mencari dukungan.
"Mereka akan keliling Indonesia dengan uang mereka sendiri dan kegiatan mereka akan jadi pusat pemberitaan. Ini promosi gratis buat Golkar," kata Surya.
Betul saja. Setelah ide konvensi disetujui dalam Rapim Golkar, segera saja muncul calon-calon presiden alternatif.
Ada mantan jenderal, cendekiawan, pengusaha, birokrat dan politisi, bahkan aktor opera sabun pun mencoba peruntungan untuk jadi presiden dengan mendaftar ke konvensi. Dan semua itu menjadi berita utama di koran-koran dan televisi.
Sebuah kompetisi
Oleh karena konvensi itu merupakan sebuah kompetisi, maka akan semakin menarik seiring dengan mendekatnya masa pertandingan final.
Dalam buku "The Pursuit of the Presidency", Jules Witcover menggambarkan bahwa jalan menuju kursi Gedung Putih ibarat kompetisi permainan bola basket atau sepakbola.
Bangsa Amerika memilih presidennya melalui proses panjang meletihkan dan sulit diramalkan, dimana tidak hanya kandidat yang terlibat tetapi juga keluarga mereka, kawan-kawan dekat serta asosiasi politik.
Proses konvensi merupakan ujian ketahanan fisik, integritas, etika sosial dan stabilitas mental bagi sang kandidat.
Selama kampanye tidak hanya impian, visi dan misi, melainkan juga dijual prinsif hidup, karier, dan moralitas si calon. Sehingga hanya kandidat yang paling kokoh, tahan uji, paling baik dan paling beruntung yang akan muncul menjadi presiden.
"Kandidat harus mau melewati bara api sebelum menjadi presiden," tulis Witcover seraya menambahkan bahwa proses perjalanan menuju Gedung Putih adalah perjalanan panjang yang melelahkan dan sulit diramalkan. Setiap calon dipastikan akan menjadi sorotan publik dan menjadi sasaran kritikan dan pujian media.
Bara api itu misalnya kini dialami Nurcholish Madjid. Kritikan dan dukungan dialamatkan kepada kandidat yang bukan orang dalam Golkar sendiri itu. Ada yang menilai Cak Nur, panggilan untuk Nurcholish, hanya akan dipakai untuk membersihkan nama Partai Golkar sehingga diminta mundur saja dari Konvensi.
Ada juga yang meminta Cak Nur untuk terus maju karena Partai Golkar memberikan peluang dan kesempatan yang sama terhadap semua calon, orang dalam maupun orang indekosan. Pro dan kontra ini membuat Cak Nur sempat ragu dan bimbang, walau akhirnya ia mendaftar juga di Konvensi.
Sebagaimana babak awal kompetisi, para calon sudah mendaftar untuk bertanding. Ada pemain-pemain baru disamping yang kawakan. Para penonton dan komentator sudah ramai memberikan dukungan dan pelecehan terhadap lawan.
Pertandingan final akan berlangsung di bulan Oktober 2003 dan didahului oleh debat televisi masing-masing calon. Saat itu konvensi akan menjadi satu tontonan yang menarik.
"Konvensi adalah perang media dan televisi di Amerika," kata Witcover. (ant)
Selasa, 04 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar