Oleh Akhmad Kusaeni
Setiap perusahaan modern memiliki visi, misi dan nilai-nilai yang dianut dan dikembangkannya. Di atas nilai-nilai yang menjadi jiwa, falsafah dan “ideology” perusahaan itu, semua kebijakan dan kegiatan dijalankan. Melalui apa yang disebut “corporate values” itulah tujuan-tujuan perusahaan dicapai.
Sepengetahuan saya yang sudah 17 tahun menjadi wartawan ANTARA, perhatian lembaga terhadap pentingnya membangun corporate values yang solid belum ter-ejawantahkan. Baru pada manajemen pimpinan Bapak Asro Kamal Rokan sekarang ini dirasakan kebutuhan akan adanya dasar pijakan “ideology” bagi sepak terjang perusahaan dan seluruh slagorde karyawannya.
Jika tidak ada nilai-nilai yang jadi rujukan, jika tidak ada “ideology” dalam bekerja, maka kita semua seperti berjalan dalam lorong yang gelap. Selain tidak tentu arah, tanpa ada nilai-nilai yang dianut dan diamalkan bersama (corporate values), maka kita tidak akan tahu peta jalan (road map) mencapai ke tujuan, yaitu kebanggaan dan kemakmuran yang menjadi garis finish perjuangan perusahaan.
Corporate values are the road map to the glory, begitu kata ahli manajemen.
Dari apa yang diucapkan dan diamalkan oleh manajemen baru; dari apa yang menjadi “impian-impian besar” Bapak Pemimpin Umum; dan dari yang dicita-citakan oleh para karyawan, maka kiranya “Corporate Values” LKBN ANTARA dapat disimpulkan secara sederhana menjadi tiga saja, yaitu:
1. We Fear God (Kita takut sama Tuhan)
2. We Tell Truth (Kita bikin berita yang baik)
3. We Make Money (Kita cari uang untuk memakmurkan lembaga)
Mari kita kaji satu persatu Corporate Values ANTARA itu.
We Fear God
Satu hal yang ingin dijadikan landasan pokok bagi kita dalam bekerja adalah falsafah bahwa kerja itu ibadah. Jika kita takut sama Tuhan, maka kita tidak akan melakukan kesalahan, penyimpangan, korupsi, kolusi dan nepotisme.
Manajemen baru bersikap tegas akan hal ini. Mereka yang bekerja dan berprestasi akan diapresisiasi, sedangkan yang KKN, yang menggerogoti uang lembaga, dan yang mempermalukan nama lembaga dengan perbuatan-perbuatan negatif, dikenakan sanksi tegas. Orang-orang ini tidak layak lagi bersama kita. Contohnya sudah banyak.
Ada kawan di daerah yang berbuat tidak senonoh dan bikin malu lembaga, terpaksa harus berpisah dengan kita. Ada yang mendapat bantuan dari Pemda tapi tidak dilaporkan ke Pusat, terpaksa harus pensiun dini. Ada Koresponden yang menyebarkan kebencian dan fitnah, kita hentikan kontraknya. Belum jadi karyawan saja sudah begitu, bagaimana nanti. Ada juga calon peserta Susdape main-main ketika ujian tertulis, pakai joki supaya dapat nilai bagus. Dengan berat hati tidak kita sertakan dalam Susdape. Kita tidak mentolelir orang-orang yang memiliki itikad kurang baik. Tak ada tempat bagi orang-orang yang tidak takut sama Tuhan.
Bagi yang sudah bekerja baik dan berprestasi, penghargaan dan sistim reward-nya sudah jelas. Sistim tunjangan profesi sudah diberlakukan mulai 14 Maret. Biro-biro daerah sudah di re-klasisifikasi, sehingga jenjang karier kepala biro makin jelas. Wartawan-wartawan berprestasi mendapatkan kesempatan liputan dan pelatihan ke luar negeri. Dulu, saya harus menunggu lima tahun untuk penugasan pertama ke luar negeri. Kini, wartawan-wartawan baru dan muda pun kita kirim ke luar negeri jika berprestasi. Sementara wartawan-wartawan senior yang tetap bekerja baik dan loyal, kita beri kesempatan sama.
We Tell Truth
Telling the truth adalah prinsip paling dasar dari jurnalisme. Bill Kovach mengatakan bahwa the first obligation of journalism is to the truth. Jadi menyampaikan kebenaran adalah esensi dari kerja wartawan. Berita-berita yang cepat, akurat dan penting akan meningkatkan kredibilitas ANTARA.
Para ahli mengatakan jurnalisme yang baik itu punya daya jual. Kita mengatakan berita-berita yang baik itu memang laku dijual. Kalau berita-berita ANTARA baik, maka akan banyak dikutip pelanggan. Kalau banyak dikutip, bendera ANTARA terangkat. Kalau bendera dan krediblitas kita tinggi, maka banyak pihak tertarik untuk jadi mitra. Orang akan merasa untung bekerjasama dengan ANTARA. Artinya, itu investasi dan duit.
Tanda-tanda bendera atau brand name ANTARA di bawah kepemimpinan Pak Asro bergerak naik, sudah ada gejalanya. Undangan-undangan liputan makin banyak, ajakan pergi ke luar negeri meningkat. Belum pernah terjadi sebelumnya, kini hampir setiap bulan ada 2 sampai 3 wartawan ANTARA diundang meliput ke luar negeri. Kalau liputan ke daerah di dalam negeri sudah tak terhitung lagi. Sejumlah menteri telah menjadikan ANTARA lagu wajib setiap berkunjung ke daerah. Wartawan ANTARA sudah embedded antara lain ke Menteri Agama dan Menteri BUMN. Itu artinya membawa wartawan ANTARA sangat menguntungkan narasumber.
Tapi kita jangan cepat puas. Kepercayaan yang kita peroleh itu belum seberapa. If the best is possible, good is not enough. Kita harus terus berikhtiar dan berjuang. Makanya kita lakukan pembenahan-pembenahan dan kita ciptakan sistim-sistim supaya kita bisa membikin berita yang baik. Sekarang ini kita sedang pada tahap membuat fondasi-fondasi yang memungkinkan kita bisa membuat berita yang baik dan laku dijual.
Fondasi-fondasi yang sudah, sedang dan akan kita bangun adalah:
I. Perubahan struktur organisasi redaksi yang market friendly dengan menambahkan Redaksi Indonesian Barat dan Indonesia Timur, Redaksi Liputan Khusus, Redaksi Karangan Khas, dan didirikannya lembaga Ombudsman. Semuanya untuk memenuhi tuntutan pasar yang menghendaki berita-berita daerah yang bernas, liputan khusus yang tajam, features yang enak dibaca dan perlu serta kulitas berita/tulisan kelas satu.
Redaksi Indonesia Bagian Barat dan Indonesia Timur.
Berita-berita daerah adalah keunggulan ANTARA. Dengan memiliki biro di seluruh provinsi dan koresponden di setiap daerah, jarum jatuh di manapun mestinya wartawan ANTARA tahu duluan. Jaringan ANTARA yang sangat luas harus diberdayakan, karena media lain tak memilikinya.
Hasil survei pelanggan membuktikan bahwa media memerlukan berita daerah. Pemilik Kompas Greamedia Group Jacob Oetama mengatakan pihaknya memiliki uang dan wartawan yang cukup, tapi Kompas tidak akan menurunkan wartawannya ke daerah-daerah rawan dan konflik jika ANTARA bisa memenuhi kebutuhannya. ANTARA memiliki wartawan local di Papua, Poso, Aceh dan Ambon. Tentu Jacob Oetama tidak ingin ada wartawan Kompas yang mati, diculik atau disandera di daerah berbahaya kalau ada wartawan ANTARA yang bisa diandalkan di daerah itu. Jadi, koran sekaliber Kompaspun butuh berita daerah. Apalagi koran-koran lain.
Tugas memberdayakan berita-berita daerah dan mengangkatnya menjadi berita berskala nasional, regional dan internasional adalah tugas Kared Indobar dan Indotim bersama dengan Kabiro Daerah dan seluruh jajarannya.
Atas nama desentralisasi dan otonomi, Biro Daerah berhak mengeluarkan berita-berita lokal untuk koran-koran lokal. Karena merekalah yang paling tahu mengenai berita/tulisan apa saja yang diperlukan koran local.
Atas nama pemberdayaan daerah, maka tugas Kared Indobar dan Indotim-lah untuk mengkoordinasikan suatu tema liputan lintas biro menjadi berita-berita berskala nasional, regional dan internasional. Misalnya saja:
-NELAYAN SUMATERA MENJERIT AKIBAT HARGA SOLAR MELANGIT
-RATUSAN RIBU HEKTAR SAWAH DI JAWA TERENDAM BANJIR
-JALAN TRANS-KALIMANTAN PENUH LUBANG
-INDONESIA TIMUR TOLAK IMPOR BERAS
-INDONESIA BARAT DUKUNG RUU ANTI PORNOGRAFI
Kared Indobar dan Indotim-lah yang menjadi kepanjangan tangan, mata dan telinga Pemimpin Redaksi untuk membina, mengawasi dan berkoordinasi serta berkomunikasi dengan biro-biro di daerah. Jangan heran kalau Sdr. Ariwibowo dan Adi Lazuardi menelpon dan menegor kalau tidak ada berita pagi atau berita yang bobol. Mereka berdua memang ditugaskan membantu, bilamana perlu juga “menggebrak-gebrak”, kawan-kawan di daerah.
B. Redaksi Liputan Khusus.
Kiat sukses dunia bisnis adalah kepuasan pelanggan. Berikan kepada pelanggan apa yang mereka butuhkan. Ibaratnya, kalau mereka minta sayur asam, kasih sayur asam. Jangan soto Madura. Pasti tidak dimakan.
Kiat bisnis semacam itu harus dilakukan oleh ANTARA kalau lembaga ini mau terus bertahan hidup. Kita harus melakukan inovasi-inovasi sesuai kehendak pasar kalau tidak mau jadi dinosaurus. Salah satu yang sekarang ini dibutuhkan pelanggan kita adalah pasokan berita-berita penting yang disajikan saat mereka libur, khususnya hari Sabtu dan Ahad. Untuk itu dibentuk Redaksi Liputan Khusus yang dipimpin oleh Sdr. Erafzon Septiyuda. Tugas Pak Erafzon dan timnya adalah melaksanakan program berikut:
Program “I Invented Monday”.
Pelanggan kita sangat membutuhkan berita untuk hari Senin/Monday. Biasanya hari Minggu tidak banyak peristiwa atau kejadian yang bisa menjadi berita. Koran-koran kesulitan mendapatkan berita yang bisa menjadi berita utama hari Senin. Mereka berdoa semoga ada pesawat jatuh, gempa bumi dahsyat, tabrakan hebat, atau kudeta berdarah di hari Minggu supaya bisa jadi headline di hari Senin. Kalau peristiwa itu tidak ada, mereka mengkais-kais berita dengan wawancara sana sini. Oleh karena itu headline koran-koran Senin biasanya bervariasi dan tidak sama.
Presiden Amerika Serikat Theodore Roosevelt sangat paham akan kebutuhan para wartawan yang haus berita di hari Minggu. Makanya Roosevelt sering mengatakan “I invented Monday”. Mengamati betapa tipis dan hambarnya koran hari Senin, Roosevelt sengaja menyampaikan pernyataan, kegiatan dan pidato pentingnya hari Minggu. Pada hari Senin, semua koran isinya pernyataan atau kegiatan Roosevelt. Ia dikenal sebagai “Sunday Newsmaker”.
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sering meniru Presiden Roosevelt. PKS menciptakan headline di koran hari Senin dengan berdemo di hari Minggu.
Supaya kita juga “invented Monday” seperti Roosevelt dan PKS, maka pada hari Minggu kita harus mengeluarkan berita-berita yang bisa menjadi headline di hari Senin. Bisa saja yang dikeluarkan hari Minggu itu hasil liputan investigasi selama sepekan sebelumnya dan diharapkan menjadi agenda pemberitaan media sepekan sesudahnya. Dengan begitu kita menjadi trendsetter, gitu lho. ANTARA harus menjadi agenda setter, bukan menari di atas gendang yang ditabuh orang lain seperti selama ini. We are the leader in this business, not the follower!
Dengan program ini juga diharapkan merubah paradigma pelanggan dari “I don’t like Monday”, menjadi “I like Monday” karena koran mereka edisi Senin berisi berita-berita menarik yang dikutip dari ANTARA. Mereka tidak perlu lagi berfikir jahat supaya ada bom meledak atau presiden ditembak di hari Minggu, karena ada ANTARA yang bisa memasok berita menarik yang bisa menjadi headline di korannya hari Senin.
Program “Saturday Day and Night Fever”.
Hari Sabtu juga bermasalah bagi media dan penerbit. Sejarawan Daniel Boorstin menceritakan bahwa pada abad ke-19 seorang suami pulang ke rumah dari gereja, membaca selintas koran edisi Minggu, dan mengatakan kepada isterinya bahwa tidak banyak peristiwa yang terjadi kemarin. Ia meremas koran itu. Sambil melempar koran ke tong sampah, ia berserapah bahwa “it is a lousy newspaper”. Koran edisi Minggu yang buruk, karena tidak ada berita yang menarik.
Apa yang dikemukakan Daniel Boorstin bukan hanya terjadi di abad ke-19, tetapi juga di abad 21 sekarang ini. Banyak koran pelanggan ANTARA menulis surat supaya kita memproduksi lebih banyak berita di hari Sabtu supaya halaman-halaman korannya untuk edisi Minggu bisa terisi. Pikiran Rakyat yang terbit di Bandung sudah beberapa kali mengeluh kesulitan mengisi 24 halaman korannya di hari Minggu, karena tidak ada berita dan peristiwa besar hari Sabtu. Tapi selama ini kita menganggap peluang itu sebagai business as usual.
Saat wartawan-wartawan koran dan media pelanggan kita libur, kita mau libur juga. Kita tidak mau berkorban untuk memuaskan pelanggan kita. Mestinya, ketika pelanggan libur, kita masuk. Pelanggan tidur, kita bekerja. Hanya dengan cara itu kita bisa tetap dibutuhkan pelanggan.
Untuk itu, perlu dilakukan pelayanan program “Saturday Day and Night Fever”. Program yang namanya mirip film yang dibintangi John Travolta dan Olivia Newton John itu, intinya menyediakan berita dan tulisan yang pas dimuat di hari Minggu. Oleh karena sifat Mingguan yang santai, mungkin berita yang diproduksi dalam program ini adalah yang terkait dengan seni budaya, hiburan, gossip artis, atau civic journalism yang mengangkat masalah-masalah kepentingan publik seperti gaya hidup yang berubah, endemic penyakit baru, kejahatan yang semakin mengkhawatirkan, peredaran obat palsu, atau susahnya mendapatkan lahan pemakaman.
Memang tidak banyak peristiwa di hari Sabtu, tapi kita bisa menciptakan berita di hari Sabtu. Kita harus ingat rumus Barney Kilgore, editor Dow Jones. Inovasi Barney adalah “News didn’t have to be what happened yesterday. If a company or a society or a government’s strategies are changing, that’s news!”.
Program “Magic Breakfast”.
Jika anda sering mendengar Radio Ramako 105,8 FM, mungkin anda menggemari acara talkshow radio di pagi hari ANTARA pukul 07.00 sampai 09.00. Acara di primetime itu disebut “Magic Breakfast” dan ratingnya tertinggi di ANTARA program talkshow radio.
Konsep Magic Breakfast sangat menarik, yaitu mengupas tuntas topik yang menjadi headlines di koran-koran pagi itu. Selama dua jam dibahas interaktif dengan narasumber yang terlibat langsung, bukan asal narasumber. Kalau membicarakan masalah polio, misalnya, langsung dengan Menteri Kesehatan. Kalau membicarakan masalah korupsi di KPU, langsung dengan Ketua KPU Nazarudin Syamsuddin. Soal perundingan GAM di Helsinki dengan Sofyan Djalil dan Hamid Awaluddin.
Narasumber yang bermutu dan punya otoritas menjadi daya tarik talkshow radio itu. Itu hanya bisa terjadi dengan kemampuan produser yang baik dan jaringan dengan narasumber yang terbina dan terjaga. Selain itu, Radio Ramako dilengkapi dengan database narasumber, nomor telepon, dan direct line dengan tokoh-tokoh yang selama ini menjadi newsmakers.
ANTARA perlu meniru perilaku talkshow radio ini, terutama untuk mengatasi keluhan kurangnya berita pagi (kualitas dan kuantitas). Selain itu, koran sore sangat memerlukan berita-berita pagi dari ANTARA. Pengalaman membuktikan bahwa berita ANTARA yang keluar sampai jam 11 siang masih dimuat di koran sore hari itu. Mereka yang bertanggungjawab pada program Magic Breakfast harus memproduksi berita ANTARA pukul 07 pagi sampai 11 siang, kalau mau dikutip jadi headlines di koran sore.
Program Liputan Khusus ini juga perlu dilakukan oleh biro-biro daerah. Bukankah kewajiban untuk mengisi berita di pagi hari, Sabtu dan Minggu juga berlaku untuk kawan-kawan di daerah. Bagi biro-biro yang ingin melakukan program ini, bisa dipelajari petunjuk teknis (TOR) yang disiapkan Sdr. Erafzon untuk Rakernas ini.
Redaksi Karangan Khas
Selain berita, produk tulisan non-berita juga akan dikembangkan dan ditingkatkan pelayanannya. Redaksi Karangan Khas yang dipimpin Sdri. Primayanti mempunyai program andalan, yaitu Pogram “I am a columnist”
Pelanggan membutuhkan tulisan-tulisan (features, news analyses, editorial and opinion writing) yang belum tergarap dengan baik. Belum ada penulis kolom handal dengan trademark tertentu. Penulis-penulis Pumpunan dan Spektrum ANTARA baru generalis, belum ada yang dikenal dengan keahlian khusus seperti penulis masalah moneter, penulis masalah wanita, masalah internasional, militer, atau penulis masalah lingkungan dan ibukota.
Di pihak lain, kita memiliki banyak wartawan-wartawan senior yang sudah banyak memakan asam garam dan jam terbang tinggi. Mereka ini perlu diberi panggung menjadi penulis kolom sehingga nama mereka tetap bisa berkibar dan produktif seperti Alwi Shahab yang menjadi “Robinhood Betawi” karena setiap minggu menulis kolom soal Jakarta di harian Rebublika atau Budiarto Shambazi yang menulis soal politik di Kompas.
Kepada para senior ANTARA dan wartawan lain bisa diberikan kesempatan untuk memiliki kolom khusus seminggu sekali. Misalnya saja, Hisar Sitanggang menulis masalah militer setiap hari Senin, Bang Johny Tarigan masalah Luar Negeri hari Selasa, Buchori soal moneter hari Rabu, Ariwibowo soal lingkungan hidup hari Kamis, Chabrun Maksum soal agama hari Jumat, John Nikita soal gaya hidup dan gossip artis hari Sabtu, dan Maria Adriana soal wanita setiap hari Minggu.
Kolom-kolom mereka ini juga dimuat di website ANTARA dilengkapi dengan foto diri sehingga bisa dikenal. Kemudian Pimpinan Umum juga bisa menulis semacam Resonansi untuk ANTARA. Pemimpin Pelaksana Redaksi pun memiliki kolom khusus sesuai dengan bidang keahliannya. Pokoknya setiap orang harus menjadi penulis dan kolumnis. Semuanya harus produktif. Malu dikatakan wartawan kalau tidak menulis.
Dengan setiap redaktur atau wartawan senior menjadi kolumnis, maka setiap hari ada sesuatu yang dikerjakan selain tugas rutin mengedit berita. Untuk itu kepada mereka diberikan kesempatan untuk mencari informasi, mewawancara, meliput, ikut seminar dan pergi ke daerah atau bahkan ke luar negeri.
Untuk itu, Kepala Redaksi Berkala harus mengatur, mengkoordinir, dan menjadwalkan penyiaran tulisan para redaktur senior ini. Dia harus bertanggungjawab terhadap pelaksanaan program dengan semangat “I write a column, therefore I am” ini.
D. Ombudsman.
Di setiap perusahaan yang memproduksi sesuatu, selalu ada bagian yang disebut “quality control” atau gugus kendali mutu. Bagian ini bertanggungjawab terhadap mutu produk perusahaan, apakah sudah memenuhi standard kualitas atau tidak. Bagian ini juga memberikan penilaian dan judgement mengenai produk mana yang gagal dan harus ditarik dari peredaran. Tujuannya agar kepuasaan pelanggan terjaga dan menjadi konsumen fanatik produk kita.
Begitu juga di kalangan organisasi pers dan perusahaan media dikenal fungsi semacam quality control ini. Di dunia jurnalistik, bagian ini sering disebut sebagai “Ombudsman”. Ombudsman dikenal sebagai seseorang yang menangangi pengaduan dan berupaya mencari penyelesaian. Dalam bahasa Skandinavia, ombudsman berarti “orang yang menyaksikan segala sampah dan kotoran dibersihkan dari jalanan”.
Ombudsman ANTARA yang ditangani duet Mulyo Sunyoto dan Umbu Rey ini menangani pengaduan pembaca, mengkaji keakuratan, keseimbangan, keprofesionalan, dan penerapan etika dalam berita-berita dan tulisan ANTARA. Intinya, ombudsman melaksanakan klinik editorial. Mereka lalu memberikan koreksi atau merekomendasikan solusi. Harus diingat bahwa wewenang ombudsman lazimnya hanya memberikan saran, bukan menetapkan penyelesaian.
Di redaksi, para ombudsman ini bertugas memeriksa berita atau tulisan apakah sesuai dengan standard dan stylebook atau tidak. Apakah berita dan tulisan itu mengandung kesalahan redaksional, kesalahan visi dan arah pemberitaan atau lebih jauh kesalahan yang bisa menyebabkan gugatan hukum.
Ombudsman ini terdiri atas dua orang wartawan senior yang dianggap memiliki pengetahuan dan kemampuan teknis berbahasa, menguasai etika dan good journalism, serta memiliki otoritas sebagai penjaga moral dan standard organisasi. Bahkan harian Kompas, memiliki Ombudsman dari kalangan di luar Kompas sendiri, yaitu misalnya Nurcholis Madjid dan Sofyan Djalil.
Setiap pekan, pada hari yang telah ditetapkan, para Ombudsman ini menyampaikan temuan-temuannya kepada reporter dan redaktur, apa kesalahan yang diperbuat dan bagaimana memperbaikinya. Pertemuan itu bisa disebut sebagai Editorial Clinics dan mereka bisa datang ke biro-biro untuk “mengobati” kalau ada berita-berita yang bermasalah, di bawah standard, dan ecek-ecek.
Terus terang pekerjaan Ombudsman ini kurang disukai, bahkan dimusuhi oleh wartawan tempat ia bekerja. Bung Mulyo dan Umbu sering dituding sebagai orang yang berupaya mencari-cari kesalahan rekan kerja ke publik. Oleh karena Mulyo dan Umbu sering “menjemur celana dalam di halaman rumah”, kadang mereka dianggap telah melakukan pembunuhan karakter terhadap orang-orang yang terkena kritikannya.
Tetapi percayalah, seperti yang dikemukakan anggota Dewan Pers Lukas Luwarso, “tugas ombudsman bukanlah agar dia disukai, tugasnya adalah mengembalikan atau mempertahankan kredibilitas dan mutu berita dan tulisan”. Jadi, silahkan saja anda tidak suka Mulyo dan Umbu, tapi anda harus patuh pada terapi dan pengobatan yang dilakukannya.
II. Tunjangan Profesi
Untuk mendorong produksi berita yang baik dan laku dijual, maka mulai 14 Februari 2006 telah diberlakukan Sistim Tunjangan Profesi untuk menggantikan Sistim Fungsional yang lama. Perbedaan dua sistim ini sangat mencolok. Sistim Fungsional bersandar pada jumlah atau kualitatif. Sedangkan Sistim Tunjangan Profesi sangat berorientasi kepada mutu atau kualitatif.
Sistim Fungsional telah berhasil mendorong jumlah berita dan tulisan melimpah. Seorang wartawan bisa membuat berita sebanyak-banyak dia mau. Bilamana perlu dari satu narasumber bisa dipecah-pecah menjadi tiga atau empat berita. Padahal, mestinya untuk suatu berita yang lengkap dan bagus, dua-tiga narasumber jadi satu berita.
Wartawan dan redaktur mengejar setoran seperti sopir biskota. Akibatnya, si sopir menjalankan kendaraan secepat-cepatnya dan mengangkut penumpang sebanyak-banyaknya. Setoran tercapai tapi keselamatan penumpang dan kenyamanan terabaikan. Jumlah berita banyak, tapi sedikit sekali yang dikutip. Padahal, untuk satu berita lembaga harus mengeluarkan ongkos Rp100.000. Alangkah ruginya ANTARA.
Maka manajemen baru memutuskan untuk mengganti Sistim Fungsional ini menjadi Sistim Tunjangan Profesi yang lengih mengandalkan kualitas ketimbang kuantitas. Wartawan-wartawan ANTARA ditantang untuk membuat berita yang dikutip koran, karena berita yang dikutip diberi imbalan kredit yang sangat besar. Berita yang dikutip Kompas, misalnya, dapat bonus 40 kredit!
Sistim Tunjangan Profesi menantang wartawan bahwa ketika dia menulis berita dia harus membayangkan ada halaman-halaman dan headlines di koran yang harus direbut. Perjuangan merebut headlines koran-koran adalah perjuangan hidup mati wartawan ANTARA. Kalau wartawan sudah puas beritanya muncul di VSAT dan akhir bulan dapat kredit, matilah sudah. Kita menginginkan setiap wartawan ANTARA menjadi seorang headline journalist, yang beritanya dikutip koran, disiarkan radio dan ditayangkan televisi. Tidak ada gunanya menjadi wartawan kantor berita kalau beritanya tidak dikutip. Hanya dengan cara seperti ini kita bisa survive!
III. Klasifikasi Biro-Biro Daerah dan pembukaan biro-biro baru.
Fondasi lain untuk membuat kita bisa menghasilkan berita yang baik adalah dengan membuat klasifikasi biro-biro daerah dan membuka biro-biro baru. Dulu, pengkategorian biro-biro daerah ukurannya kurang jelas. Sebuah biro, hanya karena luas wilayahnya bisa mendapat katagori A atau C. Kini, ukuran pengklasifikasian itu dibuat jelas termasuk apa hak-hak dan kewajibannya.
Ukuran pengkatagorian klasifikasi biro didasarkan pada dua hal pokok:
Pertama, potensi keuangan. Kedua, potensi berita.
Biro-biro yang produktif menghasilkan duit sehingga biro itu mandiri dan mampu menyetor ke pusat, sudah sepatutnya diberi klasifikasi A. Biro Medan, Bandung, Semarang dan Surabaya, karena jadi pundi-pundi keuangan ANTARA dari KSO (dari produk murni mesti ditingkatkan lagi), masuk klasifikasi A.
Biro-biro yang tak menghasilkan duit tapi potensi pemberitaannya dahsyat seperti Aceh, Ambon dan Jayapura masuk katagori A juga. Hak dan kewajiban Biro A sama, yaitu minimal punya 5 wartawan organic, tiga koresponden, satu pewarta foto, 1 administrasi, 1 teknisi, 1 pemasaran, 1 urdal dan fasilitas rumah dinas dan mobil Kijang.
Klasifikasi itu dari mulai A, B. C dan D untuk biro-biro baru di provinsi baru. Dengan adanya pengklasifikasian biro ini maka jenjang karier kepala biro menjadi jelas. Yang berhasil di Biro D, bisa ke C. Yang sukses di C bisa promosi ke B. Bagus di B naik lagi ke A. Jadi, mutasi dan pengangkatan Kepala Biro Daerah nantinya tidak lagi berdasarkan subyektifitas atau like and dislike, melainkan sudah ada sistimnya yang baku.
Untuk memperkuat berita-berita daerah, maka kita buka biro-biro baru kelas D di Bangka Belitung, Banten, Bogor, Sulawesi Barat, Gorontalo, dan Maluku Utara. Dengan begitu, kita bisa secara sah dan resmi mengatakan “ANTARA memiliki Biro di 33 Provinsi”. Kalau Irian Jaya Barat sudah resmi jadi provinsi dan ada gubernur terpilihnya, tidak mustahil kita juga buka Biro Irjabar. Dahsyat.
Ini semua bukan untuk gagah-gagahan dan sombong-sombongan. Tapi untuk memperkuat lagi keunggulan kita. Kita bikin lebih hebat lagi apa yang selama ini jadi kehebatan kita. Biro-biro daerah adalah masa depan kita. Biro-biro daerah adalah ujung tombak sekaligus benteng pertahanan ANTARA.
Jadi, kepala-kepala biro daerah yang hadir pada rakernas ini, camkanlah: Masa depan ANTARA berada di tangan anda sekalian. Anda hitam, ANTARA hitam. Anda merah, ANTARA akan merah.
IV. Rekrutmen wartawan baru dan Susdape.
Untuk bisa membuat berita yang baik, diperlukan wartawan yang baik dalam jumlah yang cukup. Untuk itu, fondasi berikutnya adalah merekrut lebih dari 50 wartawan baru untuk ditempatkan di Pusat dan Daerah. Pada 13 Maret 2006, Kursus Dasar Pewarta (Susdape) XIV dimulai dan pada bulan Mei nangti kita dapat suntikan darah segar dari wartawan-wartawan baru tersebut.
Susdape adalah sebuah kawah candradimuka bagi keunggulan dan kompetensi wartawan ANTARA. Kompetensi adalah sekumpulan kemampuan wartawan yang menunjukkan kecerdasan dan tanggungjawabnya dalam melaksanakan tugas-tugas jurnalistik. Kemampuan tersebut harus terbukti dari produk dan karya-karya jurnalistik yang dihasilkannya, seperti berita dan tulisan. Bisa juga dalam bentuk lobi dan networking yang memungkinkan akses kepada narasumber untuk kepentingan kecepatan, keakuratan, dan kelengkapan pemberitaan.
Aspek-aspek kompetensi wartawan yang perlu dikembangkan dalam Susdape mencakup:
a. Kemampuan menguasai berbagai keterampilan yang dibutuhkan dalam melaksanakan tugas-tugas kewartawanan (skills). Ini meliputi kemampuan teknis wawancara, teknik reportase termasuk investigative reporting, teknik menulis, menyunting, dan teknik news judgment mengenai apa yang bisa memiliki nilai berita atau bukan, yang laku dijual atau cemereme.
b. Kemampuan memahami berbagai persoalan yang berkaitan dengan pekerjaan, termasuk dampak dan manfaat hasil kerja kewartawanan (understanding). Ini termasuk menguasai arah pemberitaan, kemampuan menjadi trendsetter dan agenda setting, dan fungsi-fungsi sebuah kantor berita.
c. Kemampuan menyadari arti penting tugas dan fungsinya sebagai wartawan, ketaatannya pada etika kewartawanan dan pada norma-norma masyarakat kepada siapa ia harus mempertanggungjawabkan hasil kerjanya (awareness). Ini termasuk kepatuhan terhadap kode etik dan mengerti betul jatidirinya sebagai wartawan kantor berita ANTARA, yang mengemban civic mission dan menyandang peran sebagai second line diplomacy.
Berbagai kemampuan itu diperlukan agar wartawan ANTARA dapat mengembangkan profesionalisme dalam melaksanakan tugas-tugas kewartawanannya. Belakangan ini wartawan ANTARA kehilangan roh semangat tersebut, sehingga perlu pelatihan-pelatihan untuk memotivasi dan membangkitkannya kembali.
Wartawan ANTARA yang kompeten adalah wartawan yang bisa memproduksi karya jurnalistik yang:
- memenuhi prinsip AFT (accurate, fair, and truth) kepada masyarakat.
- Memberikan informasi yang lengkap unsure-unsur 5 W + 1 H. Artinya mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan who, what, when, where, why and how.
- Menyampaikan komentar dan kritik yang adil atau FCC (fair comment and criticism).
Demikianlah fondasi-fondasi bagi terwujudnya produk berita yang baik kita lakukan. Oleh karena dalam tahapan fondasi, tidak heran kalau keadaannya sedikit kacau karena semua fondasi itu kita lakukan simultan pada saat yang bersamaan. Tapi, meskipun dalam keadaan hingar bingar, tanda-tanda perbaikan sudah mulai tampak. Semangat untuk berubah sangat tinggi. Hasrat untuk maju berkembang. Optimisme dan kepercayaan diri sudah bangkit lagi.
Berdasarkan pemantauan Sekretariat Redaksi, koran-koran utama
We Make Money
Motto kita terakhir adalah We Make Money. Kita cari duit! Cari duit disini bukan berarti memperkaya untuk diri sendiri, tetapi kita cari duit untuk kepentingan dan kemakmuran lembaga, yang pada akhirnya juga akan berdampak pada kemakmuran dan kesejahteraan kita semua. Karena didasarkan pada falsafah takut sama Tuhan, maka cari duit inipun yang halal.
Kita beruntung mempunyai Pak Asro, seorang Pemimpin Umum yang memiliki lobi dan networking yang bagus baik di kalangan pejabat, wakil rakyat, pengusaha, LSM dan lain-lain. Selain sebagai Editor in Chief, Pak Asro juga bertindak sebagai Salesman in Chief. Kemana saja beliau pergi, ke menteri apa saja beliau ketemu, selalu menjajakan produk-produk ANTARA. Bahkan, menurut pengakuan Pak Asro sendiri, sampai terkesan beliau ini meminta-minta. Hobi Pak Asro sejak bergabung dengan ANTARA adalah bikin MOU, bikin kerjasama apa saja yang bisa mendatangkan duit.
Ketemu Menteri Agama bikin MOU berita-berita masalah agama. Duit masuk.
Ketemu Mendiknas, tawarkan elektronics books. Duit masuk.
Ketemu Menteri BUMN, bikin BUMN Newsroom. Duit bakal masuk.
Ketemu Lie Chen Wei, bikin kerjasama dengan Danareksa. Duit masuk.
Ketemu Menteri Kehutanan, mestinya duit masuk. Tapi karena kita kurang gesit dalam follow up, jadi duitnya tertunda masuk.
Ketemu Gubernur Riau, dapat kontrak zona ikan.
Ketemu Fadel Muhammad, dapat kantor dan fasilitas untuk Biro Gorontalo.
Dahsyat sekali PU kita ini dalam mencari duit buat kita. Pak Asro selalu bilang apa saja yang diminta kita bisa lakukan. Kalau Gubernur minta dibikinkan buku, kita bikin buku. Kalau Gubernur minta bikin profil daerah di VCD, kita bikin profil daerah di VCD. Calon Bupati yang mau tahu apa bakal menang dalam Pilkada, kita bisa lakukan survei kerjasama dengan Lembaga Survei Indoensia (LSI). ANTARA ini lembaga besar, semua kita bisa lakukan.
Teladan Pak Asro dalam membudayakan falsafah We Make Money ini betul-betul harus kita amalkan. Yang paling spektakuler adalah keberhasilan Pak Asro dalam mendapatkan restitusi pajak. Bayangkan, hanya dalam waktu tiga pekan pertama sebagai PU, Pak Asro sudah bisa mendapatkan restitusi pajak Rp14,2 miliar untuk lembaga. Ini sesuatu yang tidak bisa diselesaikan selama lima tahun oleh manajemen lama.
PU juga berhasil mendapatkan uang dari APBN terbesar dalam sejarah ANTARA, yaitu Rp32,4 miliar untuk tahun 2006. Biasanya hanya dapat Rp7 miliar atau Rp8 miliar. Inilah yang bisa memungkinkan kita berkumpul di Yogya ini. Inilah yang membuat kita bisa naik gaji pada bulan Januari lalu setelah sekitar lima tahun tidak naik-naik. Inilah yang membuat kita bakal dapat bonus pendidikan satu bulan gaji bulan Juni nanti! Subhanallalah!
Saya sampaikan semua ini bukan untuk memuji-muji. Tapi itulah faktanya. Itulah yang sebenarnya. Kita perlu bersyukur kepada Allah SWT atas rejeki yang kita terima dan berterimakasih kepada Pak Asro. Cara berterimakasih kita adalah dengan meneladani PU dan menjadikan diri kita semua salesman untuk produk-produk kita.
Selama ini kita lupa. Kita pikir tugas kita sebagai wartawan hanya cari berita. Ternyata PU mengajarkan hal baru, yaitu kita harus cari duit juga. Kalau begitu, mari kita cari berita dan cari duit.
Penutup
Demikianlah uraian Corporate Values ANTARA yang singkatnya terwujud dalam motto berikut.
OUR MOTTO: FEAR GOD, TELL TRUTH, MAKE MONEY
Dengan motto ini, maka wartawan ANTARA tidak akan melakukan kesalahan dan korupsi karena takut sama Tuhan, membuat berita yang akurat dan bukan corong kepentingan pribadi atau pihak tertentu, serta menghasilkan berita-berita yang laku dijual karena tugas kita mencari uang. Setiap wartawan ANTARA akan yakin bahwa good journalism sells, bahwa karya jurnalistik yang baik itu menjual. Bahwa berita tidak bermutu tidak laku.
Yogyakarta, 24-25 Maret 2005
Senin, 17 Desember 2007
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar