Oleh Akhmad Kusaeni
Jakarta, 27/1 (ANTARA) - Soeharto mangkat. Akandikenang sebagai apakah mantan presiden dan penguasa Orde Baru itu oleh rakyat dan bangsa Indonesia? Dibanding dengan mantan Presiden Soekarno yang matidalam sunyi, wafatnya Soeharto berada dalamkegempitaan, setidaknya itulah yang diberitakan media massa.
Hampir setiap hari dalam beberapa pekan terakhir, media menjadikan sakitnya "Jenderal Besar"itu sebagai fokus pemberitaan. Media seperti sirkus meramaikan perkembanganpenanganan penyakit Soeharto di rumah sakit oleh 40 dokter dengan alat-alat canggih berbiaya mahal.
Sementara tokoh-tokoh yang membesuk diperlakukan sebagai selebriti : memberikan komentar di depan sorotan kamera televisi dan juru foto ramai-ramai memotret dengan semangat paparazi. Biasanya tayangan diselingi gambar Soeharto yang tengah kritis digotong memasuki lorong-lorong rumah sakit.
Alat bantu pernafasan menutup mulut orang kuat Orde Baru yang tampak tidak berdaya, sementara cairan infus dan tranfusi darah tergantung mengalir ke tubuh Soeharto yang "ditidurkan". Setiap mata yang melihat jatuh simpati. Doa-doa dikumandangkan.
Dampak tayangan televisi dan hingar bingar media itu luar biasa. Ajakan memaafkan Soeharto ramai-ramai dikumandangkan. Sebuah survei menyebutkan sebanyak 67 persen rakyat Indonesia ingin Soeharto dimaafkan. Hanya sebagian kecil saja yang ingin kasus hukumnya diteruskan.
Meski Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono tidakmemberikan keputusan soal status hukum Soeharto,Istana Kepresidenan menaikkan bendera setengah tiang sesaat setelah Soeharto dinyatakan wafat oleh timdokter. Kepala Negara datang ke rumah duka di Jalan Cendana, Jakarta, dan memutuskan tidak jadi berkunjung ke Bali seperti dijadwalkan. Presiden Yudhoyono memilih untuk menghadiri pemakanan Soeharto di Solo. SBY ingin mengantar Soeharto ke tempat peristirahatannya yang terakhir.
Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi menyatakan hari berkabung nasional selama tujuh hari.Berbeda dengan Soekarno Penghormatan ini sangat jauh berbeda dengan detik-detik terakhir kematian Soekarno.
Sejarawan Asvi Warman Adam dari LIPI menyoroti perbedaan perlakuan terhadap Soekarno dibanding Soeharto. Saat sakit,Soekarno hanya dirawat seorang dokter hewan, dibantu seorang Kowad yang bukan perawat dan dilarang ditengok orang, termasuk keluarga.
Jika Soeharto dirawat di Rumah Sakit Pertamina Pusat(RSPP) dengan sewa kamarnya saja jutaan rupiah, Soekarno diisolasi di Wisma Yaso (kini Museum SatriaMandala) yang penuh laba-laba, kecoa, tikus, kotor dengan penerangan redup seadanya.
"Kalau dibandingkan dengan keadaan Bapak (Soekarno,red), Soeharto masih lebih beruntung. Saat sakit anggota keluarga Soeharto masih bebas menjenguknya,sedangkan di waktu Bapak sungguh tidak enak," kataDewi Soekarno seperti yang disampaikan kepada wartawan Antara Biro Tokyo pekan lalu.
Dewi menceritakan bagaimana Bung Karno mendapat perlakuan yang tidak manusiawi dari Soeharto, padahal Soekarno merupakan orang besar bagi bangsa Indonesia.Status tahanan rumah, larangan untuk dikunjungi dan perlakuan tidak semestinya terjadi pada Soekarno.
Proklamator kemerdekaan Indonesia itu menderita disaat-saat terakhir hidupnya. Apa yang dialami Soeharto sekarang, menurut Dewi Soekarno, berbeda jauh. Soeharto lebih enak. Tidakdiasingkan. Tidak dianiaya. "Saya ada di Wisma Yaso, di saat-saat terakhir Bapak.Saya masih sempat menjaganya. Bapak juga dibuat seperti meninggal karena over dosis," kata wanitakelahiran Tokyo, 6 Februari 1940 itu emosional.
Apa yang terjadi pada saat-saat akhir sakaratul maut menjemput Soeharto akan menjadi tanda-tanda bagaimana bangsa dan rakyat Indonesia memandang mantan presiden yang berkuasa lebih dari 32 tahun itu. Mantan PresidenAbdurahman Wahid yang pernah sangat kritis terhadap Soeharto mengatakan, "Ia memang membuat kesalahan,tapi ia juga banyak jasanya terhadap bangsa".
Bank Dunia dan PBB pada bulan September 2007 menempatkan Soeharto pada daftar pemimpin korup didunia. Transparansi Internasional, sebuah organisasianti korupsi, mengungkapkan bahwa Soeharto mencuri uang negara 15 miliar sampai 35 miliar dolar AS. Namun, laporan Transparansi Internasional masih diperdebatkan keabsahannya.
Mahkamah Agung, misalnya, berpendapat lain. Mahkamah Agung memenangkan gugatan Soeharto dan memerintahkan majalah TIME untuk membayar ganti rugi Rp1 triliun.TIME dianggap telah mencemarkan nama baik Soeharto, karena menyiarkan pada tanggal 24 Mei 1999 suatu laporan mengenai kekayaan keluarga Soeharto yang diduga berasal dari hasil korupsi.
Lebih baik dari Ne Win Sahabat Soeharto, mantan Perdana Menteri Singapura LeeKuan Yew yang membesuk Soeharto, menyatakan bangsaIndonesia semestinya lebih menghormati Soeharto."Ia memang memberikan kemudahan bisnis kepada keluarga dan kroninya. Tapi, ia juga mendidik rakyat danmembangun infrastruktur," kata Lee.
Lee mencatat sejarah bahwa Soeharto naik ke puncak kekuasaan pada 1965 beberapa saat setelah Ne Win berkuasa di Burma, kini Myanmar.
"Bandingkan," ujar Lee, "siapa yang lebih baik? Siapayang harus lebih dihormati?". Lee menjawab sendiri bahwa yang lebih baik adalah Soeharto ketimbang NeWin. "Apa artinya beberapa juta dolar yang hilang sebagai dampak buruk dari apa yang dilakukannya? Soeharto membangun ratusan miliar dolar kekayaan bangsa ini,"kata Lee seperti dikutip harian The New York Times edisi 15 Januari 2008.
Pengakuan Lee ini juga tampak diamini PresidenYudhoyono. "Jasa Soeharto bukan hal yang kecil bagi bangsa ini,khususnya pembangunan nasional yang dilakukannya,meskipun sebagai manusia dan seperti layaknya pemimpin lain, Pak Harto juga tak luput dari kesalahan," kataYudhoyono yang mempercepat kepulangan dari kunjunganke Malaysia saat Soeharto dinyatakan kritis.
"Itu yang membuat kita tidak bisa menghentikan untuk berterimakasih atas kontribusi dan jasanya bagi bangsa ini," kata Kepala Negara. Soeharto telah mangkat. Ia segera dimakamkan. Dukacita disampaikan. Doa dipanjatkan. Ia mengubur segala kontroversi yang terjadi atas dirinya.
Siapapun takakan menolak kalau Soeharto adalah seorang negarawan besar yang sangat berpengaruh bagi perjalanan bangsa ini. Terlepas dari segala kelemahan dan kesalahannya,ia menjadi bagian sejarah penting bagi bangsa ini. Sebagaimana pepatah Inggris mengatakan "All the goodfor the dead", maka bagi orang yang telah wafat hendaknya hanya yang baik-baik saja yang disampaikan. Soeharto sendiri mengamalkan pepatah Inggris ini.
Buktinya, ia sering mengatakan perlunya bangsa ini "mikul dhuwur mendem jero" . Waktu akan membuktikan kebenaran falsafah ini.
Senin, 28 Januari 2008
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar