Oleh : Akhmad Kusaeni.
Jakarta (ANTARA News) - Rencana Amerika Serikat yang ingin menempatkan sekitar 2.500 anggota marinir di Darwin, Australia bagian utara, agaknya harus disorot secara saksama. Kalau perlu, manuver itu diplototi dengan tajam karena akan berdampak langsung terhadap Indonesia.
Darwin hanya berjarak 820 kilometer saja dari Indonesia. Jika pangkalan militer AS itu jadi digelar di Darwin, meminjam istilah Betawi, "Sama saja memelihara centeng di ujung gang". Bisa banyak persoalan kalau ada jagoan petantang-petenteng depan rumah. Kawasan rumah yang tadinya aman dan tenteram, bisa jadi tegang kalau ada jagoan yang hilir mudik bawa senjata.
Apalagi kalau jagoannya itu koboi Amerika yang terkenal "trigger happy" alias gampang sekali main tembak. Salah-salah urus soal Papua, misalnya, bisa berabe.
Paling tidak akan menjadi sumber konflik baru. Indonesia akan menjadi serba salah dan serba susah. Dengan adanya pangkalan militer AS di Australia, maka Indonesia ditempatkan pada sebuah geostrategi dan geopolitik baru di kawasan Asia dan Pasifik. Indonesia tergencet dalam adu kuat hegemoni AS dengan Cina.
Hawa Perang Dingin merebak kembali di Asia Pasifik. AS perlu membendung kekuatan Cina, baik ekonomi maupun militer, yang terus menerus menguat dan meningkat. Setelah malang melintang bertualang di Asia Tengah dan Timur Tengah, AS kini mulai menoleh ke Asia Pasifik sebagai masa depan peruntungannya.
Menlu Hillary Clinton dalam majalah Foreign Affairs edisi terbaru menulis artikel khusus soal ini yang bertajuk "America`s Pacific Century".
Pada saat Perang Irak menuju akhir dan negara adidaya itu mulai menarik pasukannya dari Afghanistan, tulis Hillary sebelum terbang ke Bali menghadiri KTT ASEAN, maka AS menjadi sumbu kekuatan yang sangat penting di dunia.
"Salah satu tugas AS paling penting di dekade yang akan datang adalah terlibat dalam peningkatan investasi di bidang diplomasi, ekonomi, strategis, dan lain-lain, di kawasan Asia Pasifik," kata Hillary.
Peningkatan keterlibatan AS di Asia Pasifik yang sedang dibawa Presiden AS Barack Obama jauh-jauh dari Washington ke Canberra. Saat bertemu dengan Perdana Menteri Australia Julia Gillard, Obama menyampaikan keinginannya untuk menggelar 2.500 marinir di Darwin.
"(Penggelaran marinir) itu untuk membantu sahabat-sahabat dan para sekutu kita di Asia," bujuk Obama yang dikenal di Indonesia sebagai anak Menteng yang doyan makan bakso itu.
Timbulkan pro-kontra
Keruan saja keinginan Obama itu membuat pro-kontra, terutama Cina yang langsung gerah dan bereaksi. Kementerian Luar Negeri Cina segera mengeluarkan pernyataan resmi bahwa kehadiran pasukan AS di Darwin "mungkin tidak begitu pas".
"It may not be quite appropriate," begitu sopan santun diplomasi Kementerian Luar Negeri Cina.
Tapi koran-koran Cina tak memerlukan tatakrama diplomasi untuk mengkritik kebijakan baru AS di Pasifik tersebut. Sebuah koran milik Partai Komunis Cina dengan garang memperingatkan bahwa Australia jangan menganggap Cina sebagai orang bodoh dan pandir.
"Jika Australia menggunakan pangkalan militernya untuk membantu AS mengancam kepentingan Cina, maka Australia sendiri akan berhadap-hadapan dengan Cina dalam posisi saling mengokang senjata," begitu gertak media Cina.
Wah ... wah ... wah .... Sikap galak Cina atas Australia seperti itu bisa juga dialamatkan ke Indonesia jika Jakarta salah-salah bersikap. Ini yang bikin pusing para pejabat dan pengambil keputusan di Indonesia.
Pangkalan militer AS di Darwin akan memerlukan akses ke pangkalan-pangkalan AS lainnya seperti di Filipina, Jepang, dan Korea Selatan. Pasukan-pasukan AS di Darwin memerlukan jalur yang mau tidak mau harus melewati perairan Indonesia.
Kalau tidak dikasih izin, AS marah. Kalau dikasih izin, Cina yang marah. Indonesia betul-betul terjepit dalam pilihan yang sulit. Jika dua gajah berantem, pelanduk yang berdiri di tengah bisa jadi korban terinjak-injak dua gajah.
Padahal, kebijakan politik luar negeri AS selalu memberi garis demarkasi yang jelas dan tegas: "Are you with us or with else." Kalau kamu sahabatku, kamu harus bersamaku. Kalau tidak mau, berarti kamu bersama musuhku. Itu seperti memilih buah simalakama.
Jalan terbaik bagi Indonesia untuk terhindar dari simalakama adalah berdoa agar rakyat Australia bisa memutuskan pilihannya dengan arif dan bijaksana soal kehadiran pasukan mariner AS itu di rumahnya yang berada di ujung gang rumah Indonesia. Apakah pangkalan mariner AS di Darwin itu sebuah ide yang baik bagi Australia.
Untung sejauh ini rakyat Australia menilai itu bukan suatu gagasan yang baik.
Profesor Robin Tennant-Wood dari Universitas Canberra, misalnya, menganggap pangkalan militer AS yang permanen di Darwin akan melahirkan konsekuensi yang berbahaya bagi masyarakat Darwin sendiri. Alasan bahwa kehadiran pasukan AS itu akan meningkatkan ekonomi Negara Bagian Nothern Territory dan memperkuat aliansi AS-Australia dinilai terlalu "lebay" alias mengada-ada.
Darwin adalah kota kecil yang hanya berpenduduk 130.000 jiwa dan hanya 10 persen dari populasi itu yang asli orang Australia. Lainnya adalah orang-orang imigran dari Cina, Vietnam, Indonesia dan Asia lainnya. Kalau mariner AS berada di Darwin, maka akan menambah 8 persen orang asing di kota itu.
Robin mengkhawatirkan apa yang terjadi di pangkalan AS di Okinawa (35.000 orang) dan Korea Selatan (29.000 orang) akan terjadi di Darwin. Di Okinawa, misalnya, terjadi 200.000 insiden dan kecelakaan pada periode 1952-2004 yang menewaskan 11.000 penduduk sipil Jepang. Rata-rata terdapat sekitar 21 warga sipil Jepang yang terbunuh setiap tahun, sebagian besar atau 90 persen terkait dengan kecelakaan lalulintas.
Yang paling mengkhawatirkan, menurut Prof. Robin, tindak kriminal yang dilakukan oleh tentara AS atau pendukung sipilnya di Okinawa mencapai sepertiga dari total tindak kriminal di kota berpenduduk 1,3 juta orang itu. Robin tidak setuju jika Darwin seperti Okinawa.
Mudah-mudahan orang-orang Australia seperti Robin bersuara keras dan didengar oleh pemerintah Australia dan pemimpinnya. Jika rakyat Australia mengatakan tidak, itu lebih baik buat Indonesia. Jakarta tidak perlu repot-repot berdemo menentang kehadiran koboi Amerika di ujung gang.
http://www.antaranews.com/berita/285450/koboi-amerika-di-ujung-gang
Sabtu, 19 November 2011
Perang Uhud: Kalah karena tergoda harta dan wanita
Oleh : Akhmad Kusaeni
Jakarta (ANTARA News) - Keganasan Perang Uhud masih terbayang-bayang meski saya sudah kembali dari Tanah Suci.
Sewaktu mampir ke Madinah, saya sempat ke Gunung Uhud, tempat berlangsungnya perang paling berdarah antara pasukan Rasulullah dan tentara kafir Quraish pada tanggal 19 Maret 625.
Saya tercekat di depan makam Hamzah, paman Nabi Muhamaad saw., yang gugur dengan tubuh yang tercabik tercerai-berai.
Ratusan lagi tentara Nabi syahid dan dimakamkan di sekitar Gunung Uhud tanpa batu nisan. Sebagai syuhada, mereka dimakamkan begitu saja; dengan baju bersimbah darah, usus yang terburai, kepala terpenggal, atau sekadar hidung dan kuping termutilasi.
Penguburan massal dilakukan malam itu juga sebelum pasukan kembali ke Madinah. Yang diberi tanda cuma makam Hamzah bin Abdul Mutalib, seorang panglima perang gagah berani yang dijuluki "Singa Allah". Dalam perang Badar setahun sebelumnya, Hamzah dan pasukannya berhasil mengalahkan tentara Quraish yang jumlah orang dan persenjataannya lebih banyak.
Namun, Hamzah juga manusia biasa. Bagaimanapun perkasanya di medan perang, ia tak bisa lolos dari muslihat Washi bin Harb, budak hitam asal Ethiopia, yang ditugaskan khusus oleh Hindun untuk mengintai, menyelinap, dan membunuh Hamzah. Hindun, panglima perang wanita suku Quraish, begitu dendamnya atas Hamzah yang telah membunuh dua saudaranya pada Perang Badar.
Setiap gerakan Hamzah diamati betul oleh Washi. Ia terus-menerus mencari kesempatan untuk melemparkan tombak tajamnya ke ulu hati Hamzah. Saat Hamzah mengangkat pedangnya ke langit, dadanya terbuka. Saat itulah tombak Washi menghujam dan tepat mengenai sasaran. Hamzah terpental, pedangnya terlempar, mulutnya memuntahkan darah.
Terhuyung-huyung Hamzah menjaga keseimbangan. Matanya jalang berusaha mencari siapa yang melempar tombak yang kini bersarang di dadanya. Namun mata itu akhirnya terpejam berbareng dengan ambruknya tubuh di padang pasir. Tangannya masih berusaha memegang gagang tombak. Seperti berusaha untuk mencabutnya. Langit yang terik menjadi gelap. Hamzah meregang nyawa dan akhirnya mati tak bergerak.
Pasukan Quraish segera mengabarkan kematian Hamzah. Hindun dengan garang memburu tubuh Hamzah yang tak berdaya tergeletak di tanah. Wanita yang dilanda dendam kesumat membara itu mencabik-cabik tubuh Hamzah.
Ia potong hidungnya, kupingnya diiris, hancurkan wajahnya. Ia bongkar isi tubuh Hamzah, ambil hatinya. Di angkatnya tinggi-tinggi untuk diperlihatkan kepada serdadu Quraish. Tidak puas dengan semua itu, Hindun memasukkan hati yang berdarah segar itu ke mulutnya. Wanita itu memakan mentah-mentah hati Hamzah!
Saya tercekat di pusara Hamzah. Drama Perang Uhud seperti itu dengan kolosal digambarkan oleh Moustapha Akkad pada tahun 1976 dalam film "Mohammad, Messenger of God". Aktor kawakan Anthony Quin dengan luar biasa menghayati dan memerankan seorang Hamzah. Gagah. Berani. Pandai memainkan pedang. Namun, tak kuasa menghindar dari serangan dan tusukan dari belakang.
Kekalahan yang memalukan
Saya mendoakan paman Nabi Muhammad saw. itu. Cukup lama saya tertunduk. Perang Uhud bukan hanya cerita kematian sangat mengerikan dari Hamzah. Akan tetapi juga kekalahan pasukan Nabi dalam perang melawan kafir Quraish.
Bahkan Rasulullah sendiri nyaris terbunuh. Nabi terluka parah. Badannya terluka. Giginya rontok. Korban tewas pada pasukan Nabi jauh lebih banyak dari yang mati pada pasukan Quraish. Ini kekalahan yang memalukan. Akibat komando Nabi Muhammad sebagai panglima perang diabaikan. Akibat nafsu untuk mengumpulkan harta rampasan perang, termasuk di antaranya wanita-wanita Quraish yang suami atau ayahnya dikalahkan.
Perang Uhud terjadi kurang lebih setahun setelah Perang Badar. Pasukan Quraish dari Mekah berniat membalas dendam atas kekalahan mereka pada Perang Badar. Mereka menyiapkan pasukan secara besar-besaran dengan kekuatan lebih dari 3000 orang. Sementara tentara Islam yang bertahan di Gunung Uhud--dekat Madinah--hanya berjumlah 700 orang.
Tentara Islam dipimpin langsung oleh Rasulullah, sedangkan tentara kafir Quraish dipimpin oleh Abu Sufyan dan istrinya, bernama Hindun yang penuh dendam kesumat terhadap Hamzah. Disebut Perang Uhud karena terjadi di dekat Gunung Uhud yang terletak empat mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah.
Sebagai panglima perang, Nabi sebetulnya lebih menginginkan pasukan bertahan di Madinah. Namun, kelompok tentara muda tidak ingin berperang secara bertahan. Masih dalam eforia Perang Badar dan keyakinan menang karena didukung Allah, tentara muda maunya ofensif, menyerang. Nabi memberikan toleransi dengan membiarkan pasukan bergerak beberapa mil dari kota Madinah.
Sebagai strategi menahan pergerakan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar, Rasulullah menugaskan 51 pemanah untuk mengambil posisi di bukit batu sebelah barat pasukan Islam. Sementara sebelah kirinya, pasukan terlindungi oleh Gunung Uhud. Kepada para pemanah, Rasullah wanti-wanti agar tetap di posisinya walau apa pun yang terjadi.
Kepada pasukan pemanah, Nabi memerintahkan agar mereka memanah kavaleri musuh. Sebisa-bisanya pasukan berkuda itu dijauhkan dari tentara Islam.
"Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. Jangan sekali-sekali kalian meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung. Sebaliknya, jika kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami meskipun burung bangkai memakan daging dari kepala kami yang binasa," kata Nabi Muhammad.
Dimulai dengan duel
Perang frontal yang ganas dan berdarah dimulai dengan ajakan duel. Abu Talhah, jagoan perang dari Quraish, menantang kepada tentara Muslim: "Anda berani duel dengan saya?"
Ali bin Abu Thalib, jagoan perang tentara Islam, langsung meladeni. Hanya dengan satu kali sabetan pedang, kepala Abu Talhah copot menggelundung.
Muncul lagi ke arena duel lelaki bernama Abu Saad bin Abu Talhah, saudaranya Abu Talhah yang tewas. Ia menantang Ali dengan sesumbar bahwa para sahabat Nabi, seperti Ali, adalah pembohong.
"Kalian bilang jika mati kalian masuk surga sementara kami mati masuk neraka. Jika kalian yakini itu, ayo lawan aku. Kita buktikan siapa masuk surga siapa ke neraka," tantang Abu Saad.
Ali mengayunkan kembali pedangnya. Nasib Abu Saad tidak jauh beda dengan saudaranya. Lalu muncul sejumlah lelaki Quraish lain bangkit menantang Ali. Mereka juga terbunuh di ujung ketajaman pedang Ali. Dalam beberapa detik berikutnya, Ali berhasil membunuh Artat bin Sharhabil, Suresh bin Qaridh dan budaknya bernama Shawab.
Dalam duel yang lain, Hamzah dengan sabetan pedangnya juga menewaskan Othman bin Talhah.
Menyadari para jagoan perangnya terbunuh, pasukan Quraish terancam demoralisasi. Mereka mulai lari lintang pukang. Aura kemenangan mulai tercium sehingga sebagian pasukan Islam mulai tidak bisa mengendalikan diri.
Para pemanah yang diminta siaga di bukit, satu per satu tergoda turun dari posisinya. Mereka mengabaikan perintah Nabi setelah melihat musuh berhasil dipukul mundur, pasukan Quraish kocar-kacir, dan para wanitanya berlari menyelamatkan diri dengan mengangkat roknya tinggi-tinggi.
Saat pasukan pemanah itu terbuai mengumpulkan barang jarahan, Khalid bin Walid, panglima pasukan berkuda Quraish, dengan cepat memerintahkan kavalerinya berputar ke balik bukit yang ditinggalkan para pemanah. Situasi perang berubah drastis.
Kavaleri Khalid bin Walid mengepung dari arah belakang sementara pasukan Quraish yang tadinya kocar-kacir kembali balik arah. Tentara Islam menjadi terkurung dari arah depan dan belakang, sementara kiri dan kanan terhalang oleh dua gunung. Tidak ada tempat untuk melarikan diri. Banyak tentara Muslim yang tewas mengenaskan dalam perang paling brutal sepanjang sejarah nabi.
Alquran surah Ali Imran ayat 152-152 menjelaskan mengapa tentara Islam sampai kalah dalam Perang Uhud. "Tanpa peduli akan perintah Muhammad, mereka meninggalkan tempat jaga mereka dan lalu mengejar wanita-wanita (Quraish) ini. Oleh karena itulah Allah mengizinkan kaum Quraish membunuhi para muslim yang meninggalkan kedudukannya sebagai suatu ujian".
Kesimpulannya, seperti dijelaskan pada Ayat 165: "Tentara Muslim kalah karena salah mereka sendiri".
Inilah pelajaran terbesar dari Perang Uhud. Umat Islam kalah karena mengabaikan komando pemimpinnya dan tergoda oleh harta dan wanita.
Jakarta (ANTARA News) - Keganasan Perang Uhud masih terbayang-bayang meski saya sudah kembali dari Tanah Suci.
Sewaktu mampir ke Madinah, saya sempat ke Gunung Uhud, tempat berlangsungnya perang paling berdarah antara pasukan Rasulullah dan tentara kafir Quraish pada tanggal 19 Maret 625.
Saya tercekat di depan makam Hamzah, paman Nabi Muhamaad saw., yang gugur dengan tubuh yang tercabik tercerai-berai.
Ratusan lagi tentara Nabi syahid dan dimakamkan di sekitar Gunung Uhud tanpa batu nisan. Sebagai syuhada, mereka dimakamkan begitu saja; dengan baju bersimbah darah, usus yang terburai, kepala terpenggal, atau sekadar hidung dan kuping termutilasi.
Penguburan massal dilakukan malam itu juga sebelum pasukan kembali ke Madinah. Yang diberi tanda cuma makam Hamzah bin Abdul Mutalib, seorang panglima perang gagah berani yang dijuluki "Singa Allah". Dalam perang Badar setahun sebelumnya, Hamzah dan pasukannya berhasil mengalahkan tentara Quraish yang jumlah orang dan persenjataannya lebih banyak.
Namun, Hamzah juga manusia biasa. Bagaimanapun perkasanya di medan perang, ia tak bisa lolos dari muslihat Washi bin Harb, budak hitam asal Ethiopia, yang ditugaskan khusus oleh Hindun untuk mengintai, menyelinap, dan membunuh Hamzah. Hindun, panglima perang wanita suku Quraish, begitu dendamnya atas Hamzah yang telah membunuh dua saudaranya pada Perang Badar.
Setiap gerakan Hamzah diamati betul oleh Washi. Ia terus-menerus mencari kesempatan untuk melemparkan tombak tajamnya ke ulu hati Hamzah. Saat Hamzah mengangkat pedangnya ke langit, dadanya terbuka. Saat itulah tombak Washi menghujam dan tepat mengenai sasaran. Hamzah terpental, pedangnya terlempar, mulutnya memuntahkan darah.
Terhuyung-huyung Hamzah menjaga keseimbangan. Matanya jalang berusaha mencari siapa yang melempar tombak yang kini bersarang di dadanya. Namun mata itu akhirnya terpejam berbareng dengan ambruknya tubuh di padang pasir. Tangannya masih berusaha memegang gagang tombak. Seperti berusaha untuk mencabutnya. Langit yang terik menjadi gelap. Hamzah meregang nyawa dan akhirnya mati tak bergerak.
Pasukan Quraish segera mengabarkan kematian Hamzah. Hindun dengan garang memburu tubuh Hamzah yang tak berdaya tergeletak di tanah. Wanita yang dilanda dendam kesumat membara itu mencabik-cabik tubuh Hamzah.
Ia potong hidungnya, kupingnya diiris, hancurkan wajahnya. Ia bongkar isi tubuh Hamzah, ambil hatinya. Di angkatnya tinggi-tinggi untuk diperlihatkan kepada serdadu Quraish. Tidak puas dengan semua itu, Hindun memasukkan hati yang berdarah segar itu ke mulutnya. Wanita itu memakan mentah-mentah hati Hamzah!
Saya tercekat di pusara Hamzah. Drama Perang Uhud seperti itu dengan kolosal digambarkan oleh Moustapha Akkad pada tahun 1976 dalam film "Mohammad, Messenger of God". Aktor kawakan Anthony Quin dengan luar biasa menghayati dan memerankan seorang Hamzah. Gagah. Berani. Pandai memainkan pedang. Namun, tak kuasa menghindar dari serangan dan tusukan dari belakang.
Kekalahan yang memalukan
Saya mendoakan paman Nabi Muhammad saw. itu. Cukup lama saya tertunduk. Perang Uhud bukan hanya cerita kematian sangat mengerikan dari Hamzah. Akan tetapi juga kekalahan pasukan Nabi dalam perang melawan kafir Quraish.
Bahkan Rasulullah sendiri nyaris terbunuh. Nabi terluka parah. Badannya terluka. Giginya rontok. Korban tewas pada pasukan Nabi jauh lebih banyak dari yang mati pada pasukan Quraish. Ini kekalahan yang memalukan. Akibat komando Nabi Muhammad sebagai panglima perang diabaikan. Akibat nafsu untuk mengumpulkan harta rampasan perang, termasuk di antaranya wanita-wanita Quraish yang suami atau ayahnya dikalahkan.
Perang Uhud terjadi kurang lebih setahun setelah Perang Badar. Pasukan Quraish dari Mekah berniat membalas dendam atas kekalahan mereka pada Perang Badar. Mereka menyiapkan pasukan secara besar-besaran dengan kekuatan lebih dari 3000 orang. Sementara tentara Islam yang bertahan di Gunung Uhud--dekat Madinah--hanya berjumlah 700 orang.
Tentara Islam dipimpin langsung oleh Rasulullah, sedangkan tentara kafir Quraish dipimpin oleh Abu Sufyan dan istrinya, bernama Hindun yang penuh dendam kesumat terhadap Hamzah. Disebut Perang Uhud karena terjadi di dekat Gunung Uhud yang terletak empat mil dari Masjid Nabawi dan mempunyai ketinggian 1000 kaki dari permukaan tanah.
Sebagai panglima perang, Nabi sebetulnya lebih menginginkan pasukan bertahan di Madinah. Namun, kelompok tentara muda tidak ingin berperang secara bertahan. Masih dalam eforia Perang Badar dan keyakinan menang karena didukung Allah, tentara muda maunya ofensif, menyerang. Nabi memberikan toleransi dengan membiarkan pasukan bergerak beberapa mil dari kota Madinah.
Sebagai strategi menahan pergerakan musuh yang jumlahnya jauh lebih besar, Rasulullah menugaskan 51 pemanah untuk mengambil posisi di bukit batu sebelah barat pasukan Islam. Sementara sebelah kirinya, pasukan terlindungi oleh Gunung Uhud. Kepada para pemanah, Rasullah wanti-wanti agar tetap di posisinya walau apa pun yang terjadi.
Kepada pasukan pemanah, Nabi memerintahkan agar mereka memanah kavaleri musuh. Sebisa-bisanya pasukan berkuda itu dijauhkan dari tentara Islam.
"Selama kalian tetap di tempat, bagian belakang kita aman. Jangan sekali-sekali kalian meninggalkan posisi ini. Jika kalian melihat kami menang, jangan bergabung. Sebaliknya, jika kalian melihat kami kalah, jangan datang untuk menolong kami meskipun burung bangkai memakan daging dari kepala kami yang binasa," kata Nabi Muhammad.
Dimulai dengan duel
Perang frontal yang ganas dan berdarah dimulai dengan ajakan duel. Abu Talhah, jagoan perang dari Quraish, menantang kepada tentara Muslim: "Anda berani duel dengan saya?"
Ali bin Abu Thalib, jagoan perang tentara Islam, langsung meladeni. Hanya dengan satu kali sabetan pedang, kepala Abu Talhah copot menggelundung.
Muncul lagi ke arena duel lelaki bernama Abu Saad bin Abu Talhah, saudaranya Abu Talhah yang tewas. Ia menantang Ali dengan sesumbar bahwa para sahabat Nabi, seperti Ali, adalah pembohong.
"Kalian bilang jika mati kalian masuk surga sementara kami mati masuk neraka. Jika kalian yakini itu, ayo lawan aku. Kita buktikan siapa masuk surga siapa ke neraka," tantang Abu Saad.
Ali mengayunkan kembali pedangnya. Nasib Abu Saad tidak jauh beda dengan saudaranya. Lalu muncul sejumlah lelaki Quraish lain bangkit menantang Ali. Mereka juga terbunuh di ujung ketajaman pedang Ali. Dalam beberapa detik berikutnya, Ali berhasil membunuh Artat bin Sharhabil, Suresh bin Qaridh dan budaknya bernama Shawab.
Dalam duel yang lain, Hamzah dengan sabetan pedangnya juga menewaskan Othman bin Talhah.
Menyadari para jagoan perangnya terbunuh, pasukan Quraish terancam demoralisasi. Mereka mulai lari lintang pukang. Aura kemenangan mulai tercium sehingga sebagian pasukan Islam mulai tidak bisa mengendalikan diri.
Para pemanah yang diminta siaga di bukit, satu per satu tergoda turun dari posisinya. Mereka mengabaikan perintah Nabi setelah melihat musuh berhasil dipukul mundur, pasukan Quraish kocar-kacir, dan para wanitanya berlari menyelamatkan diri dengan mengangkat roknya tinggi-tinggi.
Saat pasukan pemanah itu terbuai mengumpulkan barang jarahan, Khalid bin Walid, panglima pasukan berkuda Quraish, dengan cepat memerintahkan kavalerinya berputar ke balik bukit yang ditinggalkan para pemanah. Situasi perang berubah drastis.
Kavaleri Khalid bin Walid mengepung dari arah belakang sementara pasukan Quraish yang tadinya kocar-kacir kembali balik arah. Tentara Islam menjadi terkurung dari arah depan dan belakang, sementara kiri dan kanan terhalang oleh dua gunung. Tidak ada tempat untuk melarikan diri. Banyak tentara Muslim yang tewas mengenaskan dalam perang paling brutal sepanjang sejarah nabi.
Alquran surah Ali Imran ayat 152-152 menjelaskan mengapa tentara Islam sampai kalah dalam Perang Uhud. "Tanpa peduli akan perintah Muhammad, mereka meninggalkan tempat jaga mereka dan lalu mengejar wanita-wanita (Quraish) ini. Oleh karena itulah Allah mengizinkan kaum Quraish membunuhi para muslim yang meninggalkan kedudukannya sebagai suatu ujian".
Kesimpulannya, seperti dijelaskan pada Ayat 165: "Tentara Muslim kalah karena salah mereka sendiri".
Inilah pelajaran terbesar dari Perang Uhud. Umat Islam kalah karena mengabaikan komando pemimpinnya dan tergoda oleh harta dan wanita.
Jumat, 11 November 2011
Ditawari hajar jahanam di Pasar Seng
oleh : Akhmad Kusaeni
Masjidil Haram, Mekkah (ANTARA News) - "It`s shopping time!," kata teman saya mengajak berbelanja ke Pasar Seng, yaitu pasar kaki lima yang letaknya di belakang Masjidil Haram, Mekkah Al Mukaramah. Setelah menunaikan rukun ibadah haji, memang saatnya bagi jemaah haji berburu cenderamata sebelum kembali ke Tanah Air.
Sebelumnya beredar kabar kalau Pasar Seng sudah tidak ada lagi karena dibongkar untuk perluasan Masjidil Haram. Pasar cenderamata yang dulu hanya dipagari dengan seng ini begitu terkenal di kalangan jemaah haji Indonesia. Setelah tawaf dan itikaf di Masjidil Haram, jemaah haji biasa melipir ke belakang untuk "tawaf di Pasar Seng".
Bukan untuk belanja atau cari cenderamata saja, tapi juga sekadar untuk minum teh, minum kopi, atau cari makanan. Di sekitar Pasar Seng banyak penjual makanan dan minuman. Ada kebab Turki, nasi "biryani", nasi "buhori", sate Arab, atau bakso Solo Indonesia. Di dekat Pasar Seng ada perpustakaan yang dulunya adalah rumah tempat lahir Nabi Muhammad SAW. Di situ juga jemaah antre mengisi jerigen air zamzam untuk dibawa pulang.
Di Pasar Seng yang ramai dan hingar bingar bisa dilihat bagaimana globalisasi sesungguhnya berjalan. Pasar tumpah ala Tanah Abang Jakarta itu menyediakan barang-barang cenderamata yang mayoritas produksi China. Pernik-pernik hiasan Arab, pakaian, tasbih, sajadah, mukena, peci, parfum dan minyak wangi, nyaris semuanya "Made in China".
Para pedagangnya kebanyakan berasal dari Asia Selatan, seperti dari India, Pakistan, atau Bangladesh, meskipun satu-dua ada yang berasal dari Arab. Itupun bukan dari Arab Saudi melainkan dari Yaman atau Sudan.
Pembelinya hampir 90 persen dari Indonesia! Kemana mata memandang, pasti terlihat muka Melayu. Jemaah Indonesia, tahun ini sebanyak 221.000 orang, termasuk yang paling ditunggu para pedagang Pasar Seng. Selain jumlahnya paling banyak, jemaah Indonesia terkenal sebagai tukang belanja yang royal. Suka memborong dan jarang yang "ngeyel" kalau menawar.
Oleh sebab itu para pedagang itu lancar berbahasa Indonesia. Sambil tersenyum atau menepuk bahu jemaah yang lewat, pedagang mengajak masuk ke tokonya. "Ayo masuk saja, Mas. Murah-murah. Halal," kata Sanat Kumar Biswas, pedagang asal Bangladesh kepada saya yang melewati tokonya.
Ketika saya menghentikan langkah, ia segera menarik tangan saya dan menunjukkan "kafiye" yang dijualnya. "Indonesia bagus... bagus... Thoyib...thoyib...," katanya membujuk.
Mau tak mau saya lihat tumpukan "kafiye", penutup kepala yang biasa dikenakan oleh almarhum pemimpin Palestina Yasser Arafat itu. Ada kafiye warna merah, hitam, coklat, dan hijau. Harganya barang produksi China paling murah 15 riyal per satu lembar yang kira-kira Rp50.000 jika dirupiahkan. Ada juga produksi Bangladesh atau India. Produk yang mahal adalah buatan Jepang karena bahan dasar kainnya lebih bagus dan halus. Namun harganya di atas 50 riyal.
"Kalau untuk teman yang 15 riyal bagus, tapi untuk bos yang pakai kotak ini, 60 riyal," kata Sanat Kumar yang tampaknya mengerti betul keperluan orang Indonesia mencari cenderamata. Sampai-sampai dia tahu kenang-kenangan untuk dibagi teman, pakai sendiri atau untuk atasan.
Saya membeli sejumlah "kafiye" dan melongok toko yang lain. Kali ini saya melihat-lihat toko baju muslim Arab hitam-hitam yang disebut "abaya". Saya berniat membelikan oleh-oleh untuk ibu saya di kampung. Dua orang penjaga langsung melayani saya sambil tak hentinya membujuk, "Bagus...bagus dan Murah...murah". Saya membeli dua "abaya" masing-masing seharga 100 riyal.
Kuat seperti Arab
Tiba-tiba salah satu penjaga yang mengaku bernama Firoz itu membisiki saya. Ia menawarkan obat kuat Arab yang sangat terkenal, yaitu hajar jahanam.
"Mau hajar jahanam? Bisa bikin kuat seperti orang Arab," katanya sambil mengangkat tangan kanannya seperti orang binaragawan memperlihatkan otot bisepnya.
Saya pura-pura tidak mengerti dan bertanya apakah yang dimaksud itu raja jahanam. Apakah benda itu batu semacam hajar aswad, batu hitam yang menempel di Kabah? Jika dilihat dari kata-katanya maka hajar adalah batu, aswad adalah hitam.
"Kalau hajar aswad berarti batu hitam, maka hajar jahanam itu batu neraka dong," kata saya menebak sekenanya.
Si pedagang asal Arab bilang kalau hajar jahanam bukan batu dalam artian sebenarnya. Hajar jahanam dihasilkan dari getah semacam pohon jeruk yang hanya tumbuh di jazirah Arab, khususnya di Mesir. Karena getah itu dipadatkan, maka ia menyerupai batu.
Untuk mengumpulkan getah menjadi batu hajar jahanam seberat satu kilogram, katanya, dibutuhkan waktu satu tahun. Hajar jahanam berkhasiat menahan ejakulasi dengan cara membebalkan area-area sensitif sehingga bisa bercinta sampai lama.
"Buktikan kalau anda sayang isteri," katanya seraya memperagakan tangannya yang kuat berotot.
"Harganya 250 riyal sebungkus," ujarnya setelah menjelaskan panjang lebar cara pakainya yang vulgar dan porno banget.
Saya mengangguk-angguk saja. Saya jadi teringat beberapa tahun lalu saat berkunjung ke Mesir bersama kolega saya. Di pasar cenderamata Khan Halilie, Kairo, kami juga ditawari hajar jahanam. Kami dibujuk untuk mendengarkan kekuatan dan kemujaraban batu itu.
Saya tidak tertarik, tapi kolega saya kepincut. Harganya cukup mahal sekitar 50 dolar AS. Oleh karena terbujuk dengan rayuan gombal, kolega saya yang tidak perlu disebutkan namanya itu membelinya. Sepanjang jalan menuju ke hotel, kolega itu tersenyum-senyum sendiri sambil menghafal "aturan pakainya".
Saya katakan untuk mencoba dulu. Jika khasiatnya nyata maka sms atau telpon saya, dan saya akan membelinya. Dia berjanji jika ternyata manjur maka akan menghubungi saya. Bilamana perlu dia akan bagi saya hajar jahanam itu barang seoles dua oles.
Semalaman saya menunggu sms dan telepon dari kolega saya itu. Tapi sampai saya tertidur tidak kunjung ada kontak darinya. Pagi-pagi saat sarapan, saya tanya kolega saya itu, "Gimana? Tokcer?".
Dia menggeleng dan malu-malu mengatakan, "Payah, cuma panas doang".
Jangan tertipu
Kembali ke Pasar Seng, berdasarkan pengalaman tersebut, saya tidak mau tertipu sebagaimana kolega saya di Mesir itu. Saya tinggalkan pedagang itu baik-baik seraya mengatakan kalau saya masih muda dan tidak memerlukan obat kuat apapun, entah itu viagra ataupun hajar jahanam.
Saat kembali ke penginapan, saya ceritakan kisah saya ditawari hajar jahaman di Pasar Seng itu. Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah Panitia Haji Indonesia Arsyad Hidayat mengatakan apa yang saya lakukan sudah benar karena keaslian hajar jahanam yang diperjualbelikan di Pasar Seng tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Jangan sembarang beli. Saya juga melarang tenaga-tenaga musiman petugas haji untuk menjual hajar jahanam kepada jemaah haji Indonesia," katanya.
Abdul Kholik, pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) mengatakan bagi warga Arab, hajar jahanam sangat populer. Obat antiloyo tradisional Mesir bagi pria itu diyakini bisa memberi kepuasan bagi pasangan hidupnya.
"Banyak jemaah pernah tertipu dan terbujuk oleh mitos kekuatan hajar jahanam. Setelah mencoba, mereka kecewa," kata mantan Sekretaris Fraksi PKB di zaman Gus Dur itu.
Selain takut ditipu, alasan utama saya tidak tertarik sama sekali dengan hajar jahanam karena alasan medis kedokteran. Menurut literatur kedokteran, fungsi hajar jahanam menjadikan kulit bebal temporer. Menggunakan hajar jahanam sama dengan melakukan anestesi lokal, kata dr. Ramon Gonzalez.
Ramon mengingatkan bagi pengguna obat tradisional Arab Mesir ini harus hati-hati karena dapat menimbulkan efek panas. Bila keliru, pasangan bisa menjadi jadi korban karena harus mendinginkan perkakas suami. Kalau itu sampai terjadi, betul-betul itu batu neraka jahanam.
Masjidil Haram, Mekkah (ANTARA News) - "It`s shopping time!," kata teman saya mengajak berbelanja ke Pasar Seng, yaitu pasar kaki lima yang letaknya di belakang Masjidil Haram, Mekkah Al Mukaramah. Setelah menunaikan rukun ibadah haji, memang saatnya bagi jemaah haji berburu cenderamata sebelum kembali ke Tanah Air.
Sebelumnya beredar kabar kalau Pasar Seng sudah tidak ada lagi karena dibongkar untuk perluasan Masjidil Haram. Pasar cenderamata yang dulu hanya dipagari dengan seng ini begitu terkenal di kalangan jemaah haji Indonesia. Setelah tawaf dan itikaf di Masjidil Haram, jemaah haji biasa melipir ke belakang untuk "tawaf di Pasar Seng".
Bukan untuk belanja atau cari cenderamata saja, tapi juga sekadar untuk minum teh, minum kopi, atau cari makanan. Di sekitar Pasar Seng banyak penjual makanan dan minuman. Ada kebab Turki, nasi "biryani", nasi "buhori", sate Arab, atau bakso Solo Indonesia. Di dekat Pasar Seng ada perpustakaan yang dulunya adalah rumah tempat lahir Nabi Muhammad SAW. Di situ juga jemaah antre mengisi jerigen air zamzam untuk dibawa pulang.
Di Pasar Seng yang ramai dan hingar bingar bisa dilihat bagaimana globalisasi sesungguhnya berjalan. Pasar tumpah ala Tanah Abang Jakarta itu menyediakan barang-barang cenderamata yang mayoritas produksi China. Pernik-pernik hiasan Arab, pakaian, tasbih, sajadah, mukena, peci, parfum dan minyak wangi, nyaris semuanya "Made in China".
Para pedagangnya kebanyakan berasal dari Asia Selatan, seperti dari India, Pakistan, atau Bangladesh, meskipun satu-dua ada yang berasal dari Arab. Itupun bukan dari Arab Saudi melainkan dari Yaman atau Sudan.
Pembelinya hampir 90 persen dari Indonesia! Kemana mata memandang, pasti terlihat muka Melayu. Jemaah Indonesia, tahun ini sebanyak 221.000 orang, termasuk yang paling ditunggu para pedagang Pasar Seng. Selain jumlahnya paling banyak, jemaah Indonesia terkenal sebagai tukang belanja yang royal. Suka memborong dan jarang yang "ngeyel" kalau menawar.
Oleh sebab itu para pedagang itu lancar berbahasa Indonesia. Sambil tersenyum atau menepuk bahu jemaah yang lewat, pedagang mengajak masuk ke tokonya. "Ayo masuk saja, Mas. Murah-murah. Halal," kata Sanat Kumar Biswas, pedagang asal Bangladesh kepada saya yang melewati tokonya.
Ketika saya menghentikan langkah, ia segera menarik tangan saya dan menunjukkan "kafiye" yang dijualnya. "Indonesia bagus... bagus... Thoyib...thoyib...," katanya membujuk.
Mau tak mau saya lihat tumpukan "kafiye", penutup kepala yang biasa dikenakan oleh almarhum pemimpin Palestina Yasser Arafat itu. Ada kafiye warna merah, hitam, coklat, dan hijau. Harganya barang produksi China paling murah 15 riyal per satu lembar yang kira-kira Rp50.000 jika dirupiahkan. Ada juga produksi Bangladesh atau India. Produk yang mahal adalah buatan Jepang karena bahan dasar kainnya lebih bagus dan halus. Namun harganya di atas 50 riyal.
"Kalau untuk teman yang 15 riyal bagus, tapi untuk bos yang pakai kotak ini, 60 riyal," kata Sanat Kumar yang tampaknya mengerti betul keperluan orang Indonesia mencari cenderamata. Sampai-sampai dia tahu kenang-kenangan untuk dibagi teman, pakai sendiri atau untuk atasan.
Saya membeli sejumlah "kafiye" dan melongok toko yang lain. Kali ini saya melihat-lihat toko baju muslim Arab hitam-hitam yang disebut "abaya". Saya berniat membelikan oleh-oleh untuk ibu saya di kampung. Dua orang penjaga langsung melayani saya sambil tak hentinya membujuk, "Bagus...bagus dan Murah...murah". Saya membeli dua "abaya" masing-masing seharga 100 riyal.
Kuat seperti Arab
Tiba-tiba salah satu penjaga yang mengaku bernama Firoz itu membisiki saya. Ia menawarkan obat kuat Arab yang sangat terkenal, yaitu hajar jahanam.
"Mau hajar jahanam? Bisa bikin kuat seperti orang Arab," katanya sambil mengangkat tangan kanannya seperti orang binaragawan memperlihatkan otot bisepnya.
Saya pura-pura tidak mengerti dan bertanya apakah yang dimaksud itu raja jahanam. Apakah benda itu batu semacam hajar aswad, batu hitam yang menempel di Kabah? Jika dilihat dari kata-katanya maka hajar adalah batu, aswad adalah hitam.
"Kalau hajar aswad berarti batu hitam, maka hajar jahanam itu batu neraka dong," kata saya menebak sekenanya.
Si pedagang asal Arab bilang kalau hajar jahanam bukan batu dalam artian sebenarnya. Hajar jahanam dihasilkan dari getah semacam pohon jeruk yang hanya tumbuh di jazirah Arab, khususnya di Mesir. Karena getah itu dipadatkan, maka ia menyerupai batu.
Untuk mengumpulkan getah menjadi batu hajar jahanam seberat satu kilogram, katanya, dibutuhkan waktu satu tahun. Hajar jahanam berkhasiat menahan ejakulasi dengan cara membebalkan area-area sensitif sehingga bisa bercinta sampai lama.
"Buktikan kalau anda sayang isteri," katanya seraya memperagakan tangannya yang kuat berotot.
"Harganya 250 riyal sebungkus," ujarnya setelah menjelaskan panjang lebar cara pakainya yang vulgar dan porno banget.
Saya mengangguk-angguk saja. Saya jadi teringat beberapa tahun lalu saat berkunjung ke Mesir bersama kolega saya. Di pasar cenderamata Khan Halilie, Kairo, kami juga ditawari hajar jahanam. Kami dibujuk untuk mendengarkan kekuatan dan kemujaraban batu itu.
Saya tidak tertarik, tapi kolega saya kepincut. Harganya cukup mahal sekitar 50 dolar AS. Oleh karena terbujuk dengan rayuan gombal, kolega saya yang tidak perlu disebutkan namanya itu membelinya. Sepanjang jalan menuju ke hotel, kolega itu tersenyum-senyum sendiri sambil menghafal "aturan pakainya".
Saya katakan untuk mencoba dulu. Jika khasiatnya nyata maka sms atau telpon saya, dan saya akan membelinya. Dia berjanji jika ternyata manjur maka akan menghubungi saya. Bilamana perlu dia akan bagi saya hajar jahanam itu barang seoles dua oles.
Semalaman saya menunggu sms dan telepon dari kolega saya itu. Tapi sampai saya tertidur tidak kunjung ada kontak darinya. Pagi-pagi saat sarapan, saya tanya kolega saya itu, "Gimana? Tokcer?".
Dia menggeleng dan malu-malu mengatakan, "Payah, cuma panas doang".
Jangan tertipu
Kembali ke Pasar Seng, berdasarkan pengalaman tersebut, saya tidak mau tertipu sebagaimana kolega saya di Mesir itu. Saya tinggalkan pedagang itu baik-baik seraya mengatakan kalau saya masih muda dan tidak memerlukan obat kuat apapun, entah itu viagra ataupun hajar jahanam.
Saat kembali ke penginapan, saya ceritakan kisah saya ditawari hajar jahaman di Pasar Seng itu. Kepala Daerah Kerja (Daker) Mekkah Panitia Haji Indonesia Arsyad Hidayat mengatakan apa yang saya lakukan sudah benar karena keaslian hajar jahanam yang diperjualbelikan di Pasar Seng tidak bisa dipertanggungjawabkan.
"Jangan sembarang beli. Saya juga melarang tenaga-tenaga musiman petugas haji untuk menjual hajar jahanam kepada jemaah haji Indonesia," katanya.
Abdul Kholik, pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI) mengatakan bagi warga Arab, hajar jahanam sangat populer. Obat antiloyo tradisional Mesir bagi pria itu diyakini bisa memberi kepuasan bagi pasangan hidupnya.
"Banyak jemaah pernah tertipu dan terbujuk oleh mitos kekuatan hajar jahanam. Setelah mencoba, mereka kecewa," kata mantan Sekretaris Fraksi PKB di zaman Gus Dur itu.
Selain takut ditipu, alasan utama saya tidak tertarik sama sekali dengan hajar jahanam karena alasan medis kedokteran. Menurut literatur kedokteran, fungsi hajar jahanam menjadikan kulit bebal temporer. Menggunakan hajar jahanam sama dengan melakukan anestesi lokal, kata dr. Ramon Gonzalez.
Ramon mengingatkan bagi pengguna obat tradisional Arab Mesir ini harus hati-hati karena dapat menimbulkan efek panas. Bila keliru, pasangan bisa menjadi jadi korban karena harus mendinginkan perkakas suami. Kalau itu sampai terjadi, betul-betul itu batu neraka jahanam.
Kamis, 10 November 2011
Kamar Barokah pelepas hasrat biologis
Oleh : Akhmad Kusaeni
Mekkah (ANTARA News) - Ritual ibadah haji praktis sudah selesai. Sebagian jemaah haji ada yang masih semangat meneruskan ibadah dengan itikaf di mesjid atau kembali mengambil umroh.
Sebagian lagi, terutama ibu-ibu, mulai "tawaf" di eks Pasar Seng dan pusat-pusat belanja lain untuk berburu oleh-oleh dan cenderamata. Ada juga yang sibuk mencari "Kamar Barokah".
Kamar Barokah menjadi istilah yang paling banyak dibicarakan oleh jemaah haji sesudah mereka melakukan tahalul atau potong rambut yang menandakan proses ritual ibadah haji tuntas atau selesai. Meminjam istilah yang berlaku di sosial media seperti facebook dan twitter, Kamar Barokah menjadi "trending topics". Sesuatu yang lagi "happening", lagi nge-trend.
Kamar Barokah adalah tempat dimana pasangan suami-isteri melepaskan hasrat biologisnya setelah sekian lama tertahan karena larangan-larangan yang berlaku selama ihram.
Kini sudah bebas. Hubungan suami isteri yang tadinya haram, kini menjadi halal.
Cuma, meski bermesraan dan melepas rindu sudah halal, untuk mengeksekusinya tidak mudah. Bahkan untuk pasangan yang sudah uring-uringan sekalipun, mencari Kamar Barokah bukan perkara enteng. Selama ini, satu kamar di pemondokan diisi oleh lima sampai delapan orang atau kalau berpasangan diisi oleh tiga sampai empat pasang suami-isteri. Tidak ada privasi.
Sangat manusiawi
Pihak pengelola Maktab tidak menyediakan fasilitas khusus soal ini. Padahal kebutuhan biologis ini, menurut Kepala Pengamanan Panitia Haji Indonesia Kolonel Bambang Siswoyo, sangat manusiawi.
Sahdan, menurut Bambang, pernah ada seorang jemaah asal Bandung, Jawa Barat, sampai stress dan menggigil akibat tidak kuat menahan hasrat. Isterinya yang faham betul gelagat suaminya itu akhirnya dengan malu hati menghubungi ketua regu.
Ia meminta bantuan agar bagaimana penghuni kamar lainnya bisa keluar barang sejam dua jam dan membiarkan pasangan itu berduaan di kamar.
Lalu, sang ketua regu dengan arif dan bijaksana menyampaikan kepada penghuni lain agar membiarkan wanita itu "mengobati dan menyembuhkan" suaminya yang sakit.
"Silahkan bapak ibu berangkat ke Masjidil Haram untuk itikaf atau pergi belanja ke Pasar Seng. Mohon jangan kembali minimal dua jam agar si bapak yang sakit bisa tidur tanpa ganggungan," begitu bujuk si kepala regu sebagaimana dituturkan oleh Bambang yang aktif di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).
Sekembalinya teman sekamar dari Masjidil Haram dan Pasar Seng, mereka bertanya gimana keadaan si sakit. "Alhamdulillah sehat, tidak menggigil lagi," jawab si suami dengan muka segar ceria.
Lain lagi dengan cerita pengalaman si Bejo (bukan nama sebenarnya) tahun lalu. Sebagai seorang pejabat di suatu kementerian, ia menginap di Misi Haji Indonesia di kawasan Mina, Mekkah.
Kebetulan isterinya juga naik haji, namun tidak bersama dia melainkan bersama rombongan haji ONH Plus. Begitu ritual haji selesai, Bejo sibuk mencari kamar kosong di tempatnya menginap.
"Saya dan isteri berniat berhubungan suami isteri supaya mendapat anak "Made in Mekkah". Kalau diproduksi di Tanah Suci, Insya Allah anaknya nanti baik, saleh dan barokah," kata Bejo sumringah.
Jadi banyak alasan mengapa pasangan jemaah haji mencari Kamar Barokah. Ada yang sekedar melepas hasrat biologis. Ada juga yang memang berniat seperti Bejo ingin mendapat anak yang "Made in Mekkah".
Peluang bisnis tahunan
Peluang ini dimanfaatkan oleh para mukimin Indonesia di Mekkah seperti pemilik warung makan, pengemudi atau tenaga kerja musiman yang disebut Temus.
Suhanda, pemilik warung bakso Si Deol di kawasan Bahutmah, terang-terangan menyewakan Kamar Barokah dengan memasang iklan di warungnya seharga 300 riyal. Satu riyal kalau dikurs sama dengan Rp2.500.
Sementara sejumlah Temus (tenaga musiman) proaktif menyebarkan brosur dan kartu nama ke pemondokan di maktab-maktab jemaah haji Indonesia. Di satu brosur tertulis dengan mencolok tulisan seperti ini:
"DISEWAKAN KAMAR BAROKAH. Short time: 300 riyal. Hubungi: +966562395***"
Untuk mencari tambahan penghasilan, para Temus atau sopir asal Indonesia biasanya menyewakan rumahnya atau kamar kost mereka untuk dijadikan Kamar Barokah.
"Lumayan Mas. Ini bisnis setahun sekali. Selain dapat uang, saya juga dapat pahala karena telah menyediakan tempat bagi pasangan suami isteri untuk `berbarokah? di rumah kami," kata Ahmaddun, tenaga musiman asal Sumenep.
Selain menyewa tempat kost atau rumah mukimin, jemaah yang punya uang lebih bisa langsung "check-in" di hotel-hotel berbintang yang banyak bertebaran di sekitar Masjidil Haram. Tarif kamarnya bervariasi antara 500 sampai 1.500 riyal.
Oleh karena tidak ada pengaturan khusus mengenai fasilitas pelepas rindu ini, tidak semua pasangan suami isteri jemaah haji bisa mengambil "barokah" atau "sunnah nabi malam Jumat".
"Pengen sih pengen, tapi gak bisa. Sekamar banyak orang begini," kata Supriyadi, jemaah haji asal Jambi. Ia mengusulkan agar di setiap maktab dan pemondokan disediakan fasilitas Kamar Barokah gratis bagi jemaah.
Selama ini, kata Supriyadi, pemerintah belum memikirkan menyediakan Kamar Barokah. Mungkin, cara berfikir pemerintah sederhana saja: Jemaah datang ke Tanah Suci tujuannya adalah untuk ibadah, bukan untuk jalan-jalan atau tamasya. Jemaah seharusnya bisa menahan hasrat, karena ibadah haji adalah sarana pengendalian diri.
Boleh bersenang-senang
Akan tetapi cara fikir itu, menurut Wakil Amirul Haj Abdul Mu`ti, tidak sepenuhnya benar. Agama sendiri, kata Sekjen PP Muhammadiyah itu, membenarkan adanya apa yang disebut dengan haji "tamattu". Secara harfiah kata tamattu berarti "bersuka-suka" atau "bersenang-senang".
Menurut Abdul Mu`ti banyak jemaah yang tidak mampu bertahan dalam ihram sekian lama dengan berbagai larangan termasuk larangan berhubungan suami isteri. Sambil menunggu waktu haji (10 sampai 13 Dzulhijah), mereka melakukan umrah terlebih dahulu. Mereka datang ke Mekkah dalam keadaan ihram, tawaf, sa`i, lalu langsung tahalul.
"Kalau habis tahalul kan mereka boleh bersenang-senang, termasuk berhubungan suami isteri," katanya.
Jadi, kata Kyai Mu`ti, pasangan yang mau bersenang-senang di tanah haram tidak menyalahi aturan agama. "Sah-sah saja. Boleh-boleh saja. Halal-halal saja," katanya.
Ia setuju kalau ada semacam pengaturan bagaimana fasilitas pelepas hasrat jemaah itu. Caranya bagaimana, silahkan difikirkan. Namun, karena masalah ini sensitif dan tertutup, tidak perlu diumumkan secara terbuka.
"Seperti orang `check in` di hotel sajalah. Privasinya tetap terjaga," usul Kyai Mu`ti.
Zubaidi Yusuf , pejabat Kementerian Agama, punya ide kreatif dan jitu. Ia mengusulkan agar diadakan kesepakatan dengan teman-teman sekamar. Lalu dibuat perjanjian dengan pasutri lainnya bahwa pada jam-jam tertentu kamar dikosongkan dan penghuninya digilir.
"Dalam terminologi agamanya itu disebut `ijma tsukuti`, atau kesepakatan diam-diam. Tahu sama tahulah," katanya.
Kesepakatan diam-diam itu misalnya, hari ini pasangan A, besok pasangan B, besoknya lagi pasangan C dan seterusnya. Perjanjiannya harus jelas, pada jam-jam yang telah disepakati, misal jam 8-9 pagi kamar harus kosong kecuali sepasang pasutri yang mendapat giliran.
Kunci kamar dan jadwal dipegang oleh ketua regu. Kalau kamar sedang terisi, diberi kode khusus, misalnya di depan pintu kamar ditaruh sandal dua pasang.
"Kalau di hotel mudah, tinggal dipasang tanda `Do not disturb". Di pemondokan cukup ditaruh sandal dua pasang, artinya didalam ada yang sedang mengambil barokah," demikian Zubaidi.
Sungguh ide briliant dan kreatif! (*)
(Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi Antara)
Mekkah (ANTARA News) - Ritual ibadah haji praktis sudah selesai. Sebagian jemaah haji ada yang masih semangat meneruskan ibadah dengan itikaf di mesjid atau kembali mengambil umroh.
Sebagian lagi, terutama ibu-ibu, mulai "tawaf" di eks Pasar Seng dan pusat-pusat belanja lain untuk berburu oleh-oleh dan cenderamata. Ada juga yang sibuk mencari "Kamar Barokah".
Kamar Barokah menjadi istilah yang paling banyak dibicarakan oleh jemaah haji sesudah mereka melakukan tahalul atau potong rambut yang menandakan proses ritual ibadah haji tuntas atau selesai. Meminjam istilah yang berlaku di sosial media seperti facebook dan twitter, Kamar Barokah menjadi "trending topics". Sesuatu yang lagi "happening", lagi nge-trend.
Kamar Barokah adalah tempat dimana pasangan suami-isteri melepaskan hasrat biologisnya setelah sekian lama tertahan karena larangan-larangan yang berlaku selama ihram.
Kini sudah bebas. Hubungan suami isteri yang tadinya haram, kini menjadi halal.
Cuma, meski bermesraan dan melepas rindu sudah halal, untuk mengeksekusinya tidak mudah. Bahkan untuk pasangan yang sudah uring-uringan sekalipun, mencari Kamar Barokah bukan perkara enteng. Selama ini, satu kamar di pemondokan diisi oleh lima sampai delapan orang atau kalau berpasangan diisi oleh tiga sampai empat pasang suami-isteri. Tidak ada privasi.
Sangat manusiawi
Pihak pengelola Maktab tidak menyediakan fasilitas khusus soal ini. Padahal kebutuhan biologis ini, menurut Kepala Pengamanan Panitia Haji Indonesia Kolonel Bambang Siswoyo, sangat manusiawi.
Sahdan, menurut Bambang, pernah ada seorang jemaah asal Bandung, Jawa Barat, sampai stress dan menggigil akibat tidak kuat menahan hasrat. Isterinya yang faham betul gelagat suaminya itu akhirnya dengan malu hati menghubungi ketua regu.
Ia meminta bantuan agar bagaimana penghuni kamar lainnya bisa keluar barang sejam dua jam dan membiarkan pasangan itu berduaan di kamar.
Lalu, sang ketua regu dengan arif dan bijaksana menyampaikan kepada penghuni lain agar membiarkan wanita itu "mengobati dan menyembuhkan" suaminya yang sakit.
"Silahkan bapak ibu berangkat ke Masjidil Haram untuk itikaf atau pergi belanja ke Pasar Seng. Mohon jangan kembali minimal dua jam agar si bapak yang sakit bisa tidur tanpa ganggungan," begitu bujuk si kepala regu sebagaimana dituturkan oleh Bambang yang aktif di Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH).
Sekembalinya teman sekamar dari Masjidil Haram dan Pasar Seng, mereka bertanya gimana keadaan si sakit. "Alhamdulillah sehat, tidak menggigil lagi," jawab si suami dengan muka segar ceria.
Lain lagi dengan cerita pengalaman si Bejo (bukan nama sebenarnya) tahun lalu. Sebagai seorang pejabat di suatu kementerian, ia menginap di Misi Haji Indonesia di kawasan Mina, Mekkah.
Kebetulan isterinya juga naik haji, namun tidak bersama dia melainkan bersama rombongan haji ONH Plus. Begitu ritual haji selesai, Bejo sibuk mencari kamar kosong di tempatnya menginap.
"Saya dan isteri berniat berhubungan suami isteri supaya mendapat anak "Made in Mekkah". Kalau diproduksi di Tanah Suci, Insya Allah anaknya nanti baik, saleh dan barokah," kata Bejo sumringah.
Jadi banyak alasan mengapa pasangan jemaah haji mencari Kamar Barokah. Ada yang sekedar melepas hasrat biologis. Ada juga yang memang berniat seperti Bejo ingin mendapat anak yang "Made in Mekkah".
Peluang bisnis tahunan
Peluang ini dimanfaatkan oleh para mukimin Indonesia di Mekkah seperti pemilik warung makan, pengemudi atau tenaga kerja musiman yang disebut Temus.
Suhanda, pemilik warung bakso Si Deol di kawasan Bahutmah, terang-terangan menyewakan Kamar Barokah dengan memasang iklan di warungnya seharga 300 riyal. Satu riyal kalau dikurs sama dengan Rp2.500.
Sementara sejumlah Temus (tenaga musiman) proaktif menyebarkan brosur dan kartu nama ke pemondokan di maktab-maktab jemaah haji Indonesia. Di satu brosur tertulis dengan mencolok tulisan seperti ini:
"DISEWAKAN KAMAR BAROKAH. Short time: 300 riyal. Hubungi: +966562395***"
Untuk mencari tambahan penghasilan, para Temus atau sopir asal Indonesia biasanya menyewakan rumahnya atau kamar kost mereka untuk dijadikan Kamar Barokah.
"Lumayan Mas. Ini bisnis setahun sekali. Selain dapat uang, saya juga dapat pahala karena telah menyediakan tempat bagi pasangan suami isteri untuk `berbarokah? di rumah kami," kata Ahmaddun, tenaga musiman asal Sumenep.
Selain menyewa tempat kost atau rumah mukimin, jemaah yang punya uang lebih bisa langsung "check-in" di hotel-hotel berbintang yang banyak bertebaran di sekitar Masjidil Haram. Tarif kamarnya bervariasi antara 500 sampai 1.500 riyal.
Oleh karena tidak ada pengaturan khusus mengenai fasilitas pelepas rindu ini, tidak semua pasangan suami isteri jemaah haji bisa mengambil "barokah" atau "sunnah nabi malam Jumat".
"Pengen sih pengen, tapi gak bisa. Sekamar banyak orang begini," kata Supriyadi, jemaah haji asal Jambi. Ia mengusulkan agar di setiap maktab dan pemondokan disediakan fasilitas Kamar Barokah gratis bagi jemaah.
Selama ini, kata Supriyadi, pemerintah belum memikirkan menyediakan Kamar Barokah. Mungkin, cara berfikir pemerintah sederhana saja: Jemaah datang ke Tanah Suci tujuannya adalah untuk ibadah, bukan untuk jalan-jalan atau tamasya. Jemaah seharusnya bisa menahan hasrat, karena ibadah haji adalah sarana pengendalian diri.
Boleh bersenang-senang
Akan tetapi cara fikir itu, menurut Wakil Amirul Haj Abdul Mu`ti, tidak sepenuhnya benar. Agama sendiri, kata Sekjen PP Muhammadiyah itu, membenarkan adanya apa yang disebut dengan haji "tamattu". Secara harfiah kata tamattu berarti "bersuka-suka" atau "bersenang-senang".
Menurut Abdul Mu`ti banyak jemaah yang tidak mampu bertahan dalam ihram sekian lama dengan berbagai larangan termasuk larangan berhubungan suami isteri. Sambil menunggu waktu haji (10 sampai 13 Dzulhijah), mereka melakukan umrah terlebih dahulu. Mereka datang ke Mekkah dalam keadaan ihram, tawaf, sa`i, lalu langsung tahalul.
"Kalau habis tahalul kan mereka boleh bersenang-senang, termasuk berhubungan suami isteri," katanya.
Jadi, kata Kyai Mu`ti, pasangan yang mau bersenang-senang di tanah haram tidak menyalahi aturan agama. "Sah-sah saja. Boleh-boleh saja. Halal-halal saja," katanya.
Ia setuju kalau ada semacam pengaturan bagaimana fasilitas pelepas hasrat jemaah itu. Caranya bagaimana, silahkan difikirkan. Namun, karena masalah ini sensitif dan tertutup, tidak perlu diumumkan secara terbuka.
"Seperti orang `check in` di hotel sajalah. Privasinya tetap terjaga," usul Kyai Mu`ti.
Zubaidi Yusuf , pejabat Kementerian Agama, punya ide kreatif dan jitu. Ia mengusulkan agar diadakan kesepakatan dengan teman-teman sekamar. Lalu dibuat perjanjian dengan pasutri lainnya bahwa pada jam-jam tertentu kamar dikosongkan dan penghuninya digilir.
"Dalam terminologi agamanya itu disebut `ijma tsukuti`, atau kesepakatan diam-diam. Tahu sama tahulah," katanya.
Kesepakatan diam-diam itu misalnya, hari ini pasangan A, besok pasangan B, besoknya lagi pasangan C dan seterusnya. Perjanjiannya harus jelas, pada jam-jam yang telah disepakati, misal jam 8-9 pagi kamar harus kosong kecuali sepasang pasutri yang mendapat giliran.
Kunci kamar dan jadwal dipegang oleh ketua regu. Kalau kamar sedang terisi, diberi kode khusus, misalnya di depan pintu kamar ditaruh sandal dua pasang.
"Kalau di hotel mudah, tinggal dipasang tanda `Do not disturb". Di pemondokan cukup ditaruh sandal dua pasang, artinya didalam ada yang sedang mengambil barokah," demikian Zubaidi.
Sungguh ide briliant dan kreatif! (*)
(Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi Antara)
Tahalul: gundul lebih keren
Oleh : Akhmad Kusaeni
Mekkah (ANTARA News) - Ritual ibadah haji berakhir dengan tahalul, yaitu memotong rambut kepala (bukan rambut yang lain) sebagai simbol melepaskan semua larangan saat jemaah memakai ihram. Setelah tahalul, meminjam istilah anak saya yang ABG, "Apa aja boleh".
Mau bersolek boleh. Potong kuku boleh. Ngupil boleh. Bahkan berhubungan suami isteri juga boleh. Pokoknya, semua yang haram selama ihram, sekarang halal. Yang menjadi "trending topics" jemaah haji yang membawa pasangan muhrimnya saat ritual haji berakhir dengan tahalul adalah bagaimana mencari "Kamar Barokah".
"Kamar Barokah" adalah tempat dimana pasangan suami-isteri melepaskan hasrat biologisnya setelah sekian lama tertahan karena larangan-larangan yang berlaku selama ihram. Kini sudah bebas. Merdeka. Berbahagialah jemaah haji yang membawa isteri atau isteri yang membawa suami. Saya yang tidak membawa isteri hanya bisa mendoakan semoga "tahalul qubro"-nya barokah. Amin.
Yang saya mau ceritakan adalah soal tahalul, bukan "Kamar Barokah". Pertanyaan pertama adalah mengapa kita harus memotong rambut? Pertanyaan kedua, apakah perlu sampai gundul atau botak? Mana yang lebih afdol menurut hukumnya? Pertanyaan berikutnya, apakah filosofi dari perbuatan memotong rambut itu baik yang sampai botak maupun hanya cukur pendek saja?
Salah satu wajib haji
Menurut Abdul Kholik, salah satu pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), tahalul termasuk salah satu wajib haji. Artinya, bagi orang yang berihram bila meninggalkan tahalul akan dikenakan dam atau denda seekor kambing.
"Itu sesuai dengan sunnah nabi dimana kita dianjurkan melakukan ritual haji sesuai manasik atau arahan Rasulullah," kata Kholik yang pernah menjadi Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR.
Saat haji wada seusai melempar Jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijah, Rasulullah SAW memanggil tukang cukur dan memintanya untuk mencukur gundul (halq) rambut beliau. Para sahabat pun mengikuti apa yang dilakukan Nabi dengan mencukur gundul kepala mereka, namun ada beberapa sahabat yang hanya memangkas (taqshir) rambutnya.
Persoalannya bagi sebagian jemaah seperti saya adalah gundul atau pangkas, halq atau taqshir? Seumur-umur, sejak beranjak dewasa, saya belum pernah dibotakin. Bagaimana kalau saya pulang ke Tanah Air dalam keadaan kepala gundul harus tampil di muka umum sebagai pembicara atau moderator seminar atau mengajar? Hati saya bimbang.
Untuk membantu memantapkan hati terhadap apa yang akan saya pilih, saya minta pendapat dari para sahabat saya di facebook. Saya posting di Wall FB seperti ini:
"Wukuf sudah, tawaf sudah, sa`i sudah, tinggal tahalul. Botakin jangan ya".
Fans saya di FB ramai berkomentar. Ada yang setuju dibotakin. Ada yang sarankan cukup dipotong sedikit saja. Tidak puas dengan saran teman-teman FB, saya hubungi isteri saya via bbm untuk meminta pendapatnya apakah saya dibotakin atau tidak.
`Apa aza boleh...gundul tidak gundul, aku tetap mencintaimu,` jawab isteri saya diakhiri tiga gambar jantung hati warna merah. Wedeh. Artinya, soulmate saya menyerahkan keputusan sepenuhnya pada saya.
Merujuk ke fiqih
Akhirnya saya merujuk ke fiqih. Saya baca buku-buku panduan manasik haji dan umroh. Dari sebuah kitab saya baca bahwa Ibnu Umar RA meriwayatkan bahwa Rasulullah usai tahalul dengan bercukur berdoa; "Ya Allah, rahmati orang yang mencukur gundul kepalanya".
Rasulullah mengulang doa itu sampai tiga kali. Lalu, ada seorang sahabat bertanya: "Bagaimana dengan orang yang hanya memangkas rambutnya saja tidak sampai gundul". Maka Rasulullah berdoa; `Ya, Allah rahmati juga orang yang memangkas rambutnya".
Dari riwayat itu, menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam buku Panduan Haji dan Umrah, yang lebih utama dilakukan jemaah haji maupun umrah saat mereka bertahalul adalah mencukur rambutnya sampai gundul alias botak. Gundul lebih afdol menurut hukum fikihnya.
Sebab, tulis Yazid, Rasulullah mendoakan kebaikan sebanyak tiga kali bagi yang mencukur gundul rambutnya. Ada pun bagi yang hanya memotong pendek rambutnya, nabi hanya sekali mendoakan kebaikan untuknya. Dibukunya, ketika membahas soal tahalul ini, Yazid menulis peringatan dengan huruf ditebalkan:
"Peringatan! Bagi laki-laki yang bertahalul dengan hanya mencukur sedikit rambut, tidak seluruhnya, maka perbuatan ini tidak ada dasarnya dari sunnah Rasulullah".
Setelah membaca itu, saya tambah mantap untuk botak meskipun dalam hati masih fikir-fikir bagaimana penampilan saya kalau gundul pacul. Apa perwajahan saya nanti kayak Tuyul-nya Mbak Yul? Padahal, dalam soal penampilan, terus terang saya termasuk kategori orang yang narsis.com.
Ketika saya sampaikan keraguan saya kepada sesama rombongan Amirul Haj, mereka memprovokasi saya dengan menuding saya sebagai orang yang gak mau berkorban.
"Lihat itu Nabi Ibrahim. Ia rela mengorbankan anaknya, Ismail, untuk disembelih karena perintah Allah. Masak kita tidak ikhlas merelakan rambut kita digunduli untuk mengikuti sunnah nabi" Masak mengorbankan rambut saja tidak mau? Bentar lagi dia tumbuh lagi," kata teman sekamar saya Zubaidi, yang pejabat di Kementerian Agama.
Ya sudah saya memantapkan hati untuk digunduli. Sebetulnya, kalau sekedar memotong rambut, saya sudah melakukannya pada 10 Dzulhijah (6 November 2011) saat selesai melakukan Sa`i. Tidak tanggung-tanggung, yang memotong rambut saya adalah Menteri Agama Suryadharma Ali selaku Amirul Haj. Tapi rasanya memotong sebagian kecil rambut saja tidak cukup.
Maka sesudah tuntas melakukan lempar jumrah tiga hari berturut-turut, pada 12 Dzulhijah (8 Nopember 2011), saya dan Zubaidi datang ke tukang cukur kaki lima di Mina untuk digunduli. Di sekitar tempat melempar jumrah banyak sekali tukang cukur "dadakan". Mereka umumnya pendatang yang berasal dari Yaman, Pakistan atau Bangladesh. Ada juga mukimin dari Madura.
Mereka sebelumnya bukan berprofesi sebagai tukang cukur, namun memanfaatkan momen haji ini sebagai lahan mengais rejeki. Tukang cukur dadakan di kaki lima ini jelas panen besar. Mereka menaikkan harga dari yang biasa hanya 10 riyal menjadi 20 sampai 30 riyal pada musim haji. Kalau dikurs, satu riyal sama dengan sekitar Rp2.500.
Untuk praktisnya, saya tidak mencari barbershop di hotel, tapi cukup membayar 20 riyal saja kepada tukang cukur asal Yaman. Toh cukur gundul tidak memerlukan model atau gaya rambut apapun. Hasil akhirnya sama saja. Rambut dibantai habis.
Satu-satunya pilihan adalah kita mau babat habis satu cm atau ? cm atau 0 cm. Saya pilih yang disisain ? cm. Meski gundul, masih ada sisa-sisa rambut sedikit. Kalau pilih yang 0 cm, saya takut alat cukurnya menggores kulit kepala saya sehingga bisa berdarah-darah.
Tukang cukur Arab asal Yaman sangat gesit memotong rambut saya. Hanya dalam waktu kurang lima menit, kepala saya sudah plontos. Sehabis digunduli, untuk kenang-kenangan saya meminta foto bareng dengan dia dan majikannya yang bertindak sebagai kasir. Tentu saja foto saya gundul itu segera saya upload dan posting di facebook saya.
Lebih keren
Teman-teman fans FB saya riuh rendah berkomentar terhadap foto antik tersebut. Banyak juga yang menyatakan suka dan kasih tanda jempol. Saya tersenyum-senyum sendiri membacanya.
"Gundul lebih keren," begitu komen seorang fans FB saya.
Gabby Gabaya, teman kuliah saya di Ateneo de Manila University, Filipina, mengomentari sebagai berikut:
"You have a clean head....hopefully not a dirty mind!"
Intinya Gabby yang non-Muslim itu mengatakan "Kepala kamu bersih....semoga hatimu juga bersih tidak kotor".
Saya kira Gabby benar. Tahalul adalah simbol dari membuang atau memangkas semua pikiran kotor, pikiran negatif, yang bersemayam dalam otak kita. Menggunduli kepala berarti kita menggunduli otak ngeres kita, pikiran khusnudzon kita, prasangka buruk kita, kacamata hitam kita, paranoid kita.
Seringkali "picture in our head" itu yang membuat kita menolak kebenaran. Pola pikir dan "mindset" kita sering menentukan sikap dan perbuatan kita bukan pada fakta, tapi pada persepsi. Dengan kepala yang gundul, kita disunahkan untuk membuang semua pikiran dan persepsi buruk itu. Inilah filosofi utama dari tahalul. Inilah pesan moral dan agama yang luar biasa dari kewajiban haji kita bertahalul.
Menggunduli rambut merupakan simbol pembersihan diri, penghapusan cara-cara berfikir yang kotor, penghancuran otak ngeres atau menurut istilah Gabby "your dirty mind". Kita kembali ke Tanah Air sebagai manusia baru dengan otak baru yang bersih dan hati yang
yang bening. Subhanallah!.
Mekkah (ANTARA News) - Ritual ibadah haji berakhir dengan tahalul, yaitu memotong rambut kepala (bukan rambut yang lain) sebagai simbol melepaskan semua larangan saat jemaah memakai ihram. Setelah tahalul, meminjam istilah anak saya yang ABG, "Apa aja boleh".
Mau bersolek boleh. Potong kuku boleh. Ngupil boleh. Bahkan berhubungan suami isteri juga boleh. Pokoknya, semua yang haram selama ihram, sekarang halal. Yang menjadi "trending topics" jemaah haji yang membawa pasangan muhrimnya saat ritual haji berakhir dengan tahalul adalah bagaimana mencari "Kamar Barokah".
"Kamar Barokah" adalah tempat dimana pasangan suami-isteri melepaskan hasrat biologisnya setelah sekian lama tertahan karena larangan-larangan yang berlaku selama ihram. Kini sudah bebas. Merdeka. Berbahagialah jemaah haji yang membawa isteri atau isteri yang membawa suami. Saya yang tidak membawa isteri hanya bisa mendoakan semoga "tahalul qubro"-nya barokah. Amin.
Yang saya mau ceritakan adalah soal tahalul, bukan "Kamar Barokah". Pertanyaan pertama adalah mengapa kita harus memotong rambut? Pertanyaan kedua, apakah perlu sampai gundul atau botak? Mana yang lebih afdol menurut hukumnya? Pertanyaan berikutnya, apakah filosofi dari perbuatan memotong rambut itu baik yang sampai botak maupun hanya cukur pendek saja?
Salah satu wajib haji
Menurut Abdul Kholik, salah satu pengurus Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia (IPHI), tahalul termasuk salah satu wajib haji. Artinya, bagi orang yang berihram bila meninggalkan tahalul akan dikenakan dam atau denda seekor kambing.
"Itu sesuai dengan sunnah nabi dimana kita dianjurkan melakukan ritual haji sesuai manasik atau arahan Rasulullah," kata Kholik yang pernah menjadi Sekretaris Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di DPR.
Saat haji wada seusai melempar Jumrah Aqabah pada 10 Dzulhijah, Rasulullah SAW memanggil tukang cukur dan memintanya untuk mencukur gundul (halq) rambut beliau. Para sahabat pun mengikuti apa yang dilakukan Nabi dengan mencukur gundul kepala mereka, namun ada beberapa sahabat yang hanya memangkas (taqshir) rambutnya.
Persoalannya bagi sebagian jemaah seperti saya adalah gundul atau pangkas, halq atau taqshir? Seumur-umur, sejak beranjak dewasa, saya belum pernah dibotakin. Bagaimana kalau saya pulang ke Tanah Air dalam keadaan kepala gundul harus tampil di muka umum sebagai pembicara atau moderator seminar atau mengajar? Hati saya bimbang.
Untuk membantu memantapkan hati terhadap apa yang akan saya pilih, saya minta pendapat dari para sahabat saya di facebook. Saya posting di Wall FB seperti ini:
"Wukuf sudah, tawaf sudah, sa`i sudah, tinggal tahalul. Botakin jangan ya".
Fans saya di FB ramai berkomentar. Ada yang setuju dibotakin. Ada yang sarankan cukup dipotong sedikit saja. Tidak puas dengan saran teman-teman FB, saya hubungi isteri saya via bbm untuk meminta pendapatnya apakah saya dibotakin atau tidak.
`Apa aza boleh...gundul tidak gundul, aku tetap mencintaimu,` jawab isteri saya diakhiri tiga gambar jantung hati warna merah. Wedeh. Artinya, soulmate saya menyerahkan keputusan sepenuhnya pada saya.
Merujuk ke fiqih
Akhirnya saya merujuk ke fiqih. Saya baca buku-buku panduan manasik haji dan umroh. Dari sebuah kitab saya baca bahwa Ibnu Umar RA meriwayatkan bahwa Rasulullah usai tahalul dengan bercukur berdoa; "Ya Allah, rahmati orang yang mencukur gundul kepalanya".
Rasulullah mengulang doa itu sampai tiga kali. Lalu, ada seorang sahabat bertanya: "Bagaimana dengan orang yang hanya memangkas rambutnya saja tidak sampai gundul". Maka Rasulullah berdoa; `Ya, Allah rahmati juga orang yang memangkas rambutnya".
Dari riwayat itu, menurut Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam buku Panduan Haji dan Umrah, yang lebih utama dilakukan jemaah haji maupun umrah saat mereka bertahalul adalah mencukur rambutnya sampai gundul alias botak. Gundul lebih afdol menurut hukum fikihnya.
Sebab, tulis Yazid, Rasulullah mendoakan kebaikan sebanyak tiga kali bagi yang mencukur gundul rambutnya. Ada pun bagi yang hanya memotong pendek rambutnya, nabi hanya sekali mendoakan kebaikan untuknya. Dibukunya, ketika membahas soal tahalul ini, Yazid menulis peringatan dengan huruf ditebalkan:
"Peringatan! Bagi laki-laki yang bertahalul dengan hanya mencukur sedikit rambut, tidak seluruhnya, maka perbuatan ini tidak ada dasarnya dari sunnah Rasulullah".
Setelah membaca itu, saya tambah mantap untuk botak meskipun dalam hati masih fikir-fikir bagaimana penampilan saya kalau gundul pacul. Apa perwajahan saya nanti kayak Tuyul-nya Mbak Yul? Padahal, dalam soal penampilan, terus terang saya termasuk kategori orang yang narsis.com.
Ketika saya sampaikan keraguan saya kepada sesama rombongan Amirul Haj, mereka memprovokasi saya dengan menuding saya sebagai orang yang gak mau berkorban.
"Lihat itu Nabi Ibrahim. Ia rela mengorbankan anaknya, Ismail, untuk disembelih karena perintah Allah. Masak kita tidak ikhlas merelakan rambut kita digunduli untuk mengikuti sunnah nabi" Masak mengorbankan rambut saja tidak mau? Bentar lagi dia tumbuh lagi," kata teman sekamar saya Zubaidi, yang pejabat di Kementerian Agama.
Ya sudah saya memantapkan hati untuk digunduli. Sebetulnya, kalau sekedar memotong rambut, saya sudah melakukannya pada 10 Dzulhijah (6 November 2011) saat selesai melakukan Sa`i. Tidak tanggung-tanggung, yang memotong rambut saya adalah Menteri Agama Suryadharma Ali selaku Amirul Haj. Tapi rasanya memotong sebagian kecil rambut saja tidak cukup.
Maka sesudah tuntas melakukan lempar jumrah tiga hari berturut-turut, pada 12 Dzulhijah (8 Nopember 2011), saya dan Zubaidi datang ke tukang cukur kaki lima di Mina untuk digunduli. Di sekitar tempat melempar jumrah banyak sekali tukang cukur "dadakan". Mereka umumnya pendatang yang berasal dari Yaman, Pakistan atau Bangladesh. Ada juga mukimin dari Madura.
Mereka sebelumnya bukan berprofesi sebagai tukang cukur, namun memanfaatkan momen haji ini sebagai lahan mengais rejeki. Tukang cukur dadakan di kaki lima ini jelas panen besar. Mereka menaikkan harga dari yang biasa hanya 10 riyal menjadi 20 sampai 30 riyal pada musim haji. Kalau dikurs, satu riyal sama dengan sekitar Rp2.500.
Untuk praktisnya, saya tidak mencari barbershop di hotel, tapi cukup membayar 20 riyal saja kepada tukang cukur asal Yaman. Toh cukur gundul tidak memerlukan model atau gaya rambut apapun. Hasil akhirnya sama saja. Rambut dibantai habis.
Satu-satunya pilihan adalah kita mau babat habis satu cm atau ? cm atau 0 cm. Saya pilih yang disisain ? cm. Meski gundul, masih ada sisa-sisa rambut sedikit. Kalau pilih yang 0 cm, saya takut alat cukurnya menggores kulit kepala saya sehingga bisa berdarah-darah.
Tukang cukur Arab asal Yaman sangat gesit memotong rambut saya. Hanya dalam waktu kurang lima menit, kepala saya sudah plontos. Sehabis digunduli, untuk kenang-kenangan saya meminta foto bareng dengan dia dan majikannya yang bertindak sebagai kasir. Tentu saja foto saya gundul itu segera saya upload dan posting di facebook saya.
Lebih keren
Teman-teman fans FB saya riuh rendah berkomentar terhadap foto antik tersebut. Banyak juga yang menyatakan suka dan kasih tanda jempol. Saya tersenyum-senyum sendiri membacanya.
"Gundul lebih keren," begitu komen seorang fans FB saya.
Gabby Gabaya, teman kuliah saya di Ateneo de Manila University, Filipina, mengomentari sebagai berikut:
"You have a clean head....hopefully not a dirty mind!"
Intinya Gabby yang non-Muslim itu mengatakan "Kepala kamu bersih....semoga hatimu juga bersih tidak kotor".
Saya kira Gabby benar. Tahalul adalah simbol dari membuang atau memangkas semua pikiran kotor, pikiran negatif, yang bersemayam dalam otak kita. Menggunduli kepala berarti kita menggunduli otak ngeres kita, pikiran khusnudzon kita, prasangka buruk kita, kacamata hitam kita, paranoid kita.
Seringkali "picture in our head" itu yang membuat kita menolak kebenaran. Pola pikir dan "mindset" kita sering menentukan sikap dan perbuatan kita bukan pada fakta, tapi pada persepsi. Dengan kepala yang gundul, kita disunahkan untuk membuang semua pikiran dan persepsi buruk itu. Inilah filosofi utama dari tahalul. Inilah pesan moral dan agama yang luar biasa dari kewajiban haji kita bertahalul.
Menggunduli rambut merupakan simbol pembersihan diri, penghapusan cara-cara berfikir yang kotor, penghancuran otak ngeres atau menurut istilah Gabby "your dirty mind". Kita kembali ke Tanah Air sebagai manusia baru dengan otak baru yang bersih dan hati yang
yang bening. Subhanallah!.
Lempar jumrah: intifada melawan setan
Oleh : Akhmad Kusaeni
Mina (ANTARA News) - Melempar jumrah merupakan salah satu ritual haji yang saya lakoni dengan semangat 45.
Bukan apa-apa, ini karena lempar jumrah adalah simbol perlawanan manusia melawan setan, si penggoda iman yang terkutuk. Kapan lagi kita menimpuk dan mengalahkan setan?
Sejak mengumpulkan batu tengah malam di Musdalifah, adrenalin saya sudah naik. Setiap jemaah haji harus mengumpulkan 49 batu jika hanya menginap dua malam di Mina.
Bagi yang menginap tiga malam, butuh tambahan 21 batu lagi menjadi 70 batu. Saya hanya menginap dua malam, jadi saya sebetulnya hanya butuh 49 batu. Tapi saya ambil tambahan 10 batu untuk cadangan.
Saya ingin betul-betul siap tempur. Amunisi harus memadai. Kalau perlu, lebih banyak lebih baik.
Saya mengumpulkan batu di malam gelap yang dingin dengan gairah bagaikan pejuang intifada Palestina. Bedanya, pejuang intifada mengumpulkan batu untuk menimpuk tentara Israel di Jalur Gaza. Saya dan seluruh jemaah haji, mencari batu untuk melempar setan, musuh umat manusia.
Lagi serius mencari batu di tengah kegelapan begitu, Menteri Agama Suryadharma Ali memanggil nama saya.
"Coba ambil batu yang itu," katanya seraya menunjuk ke batu sebesar bola sepak.
"Gede amat pak, bukankah kita dianjurkan ambil batu kerikil saja?" jawab saya.
"Itu untuk menimpuk rajanya setan," kata Amirul Haj itu sambil tertawa.
Saat saya masih terpengarah, Suryadharma Ali buru-buru menjelaskan kalau yang disampaikannya hanya bercanda. Candaan Amirul Haj dilanjutkan dengan cerita bagaimana dua pemimpin masa Orde Baru melempar jumrah. Ternyata batu yang dilempar melenceng dari sasaran dan mengenai jidat masing-masing sehingga keduanya semaput.
Petugas intelijen mengambil batu yang dilempar tadi untuk investigasi. Ternyata batu tersebut bertuliskan huruf Arab. Lalu dibawalah ke Majelis Ulama untuk ditanyakan artinya.
"Ternyata tulisan Arab itu berbunyi: Sesama setan dilarang saling timpuk!" kata Suryadharma Ali.
Saya ngakak di tengah malam yang dingin. Itu intermezo di sela-sela mencari batu di Musdalifah. Sebenarnya mencari batu di Musdalifah tidak sulit-sulit amat.
Pemerintah Arab Saudi menabur batu kerikil bertruk-truk di kawasan itu. Tapi itu tadi, karena penerangan yang remang-remang, kadang-kadang ada jemaah yang salah pungut. Bukannya batu yang diambil, ternyata kotoran kambing gunung. Bulatannya sih sama. Cuma baunya yang berbeda.
Saya beruntung tidak mendapat kotoran kambing. Satu kantung penuh batu kerikil saya kumpulkan. Batu-batu itulah yang pada esok harinya, tepat 10 Dzulhijah atau 6 Nopember 2011, saya bawa untuk melempar jumrah. Hari pertama saya bawa tujuh batu untuk melempar Jumrah Aqobah, tugu simbol setan yang paling besar.
Permusuhan dengan setan
Ada tiga buah jumrah yang ditandai dengan tugu yang harus dilempar dengan batu yang diambil di Muzdalifah.
Kegiatan ini mengingatkan akan permusuhan antara Nabi Ibrahim melawan setan yang menggoda iman beliau ketika akan melaksanakan perintah Allah untuk mengorbankan Ismail.
Jumrah terbesar bernama Jumrah Aqabah, yang sedang Jumrah Wustha, dan terkecil Jumrah Ula. Jumrah Aqabah terletak paling dekat dengan Mekkah atau paling jauh dari tenda-tenda jemaah haji di Mina. Pada 10 Dzulhizah, tepat pada hari raya Idul Adha, semua jemaah melempar Jumrah Aqabah ini, termasuk saya.
Tanggal 11 sampai 13 Dzulhijah, jemaah melempar ketiga semua jumrah, dari yang terkecil, sedang, dan terakhir jumrah yang terbesar. Setiap jumrah dilempar dengan tujuh buah batu kerikil satu persatu, bukan tujuh buah sekaligus. Itu hasil manasik haji singkat yang saya dapat saat wukuf di Arafah dan obrolan di meja makan dengan petugas haji.
Surahmat, petugas haji Daerah Kerja (Daker) Mekkah, yang tahu saya akan mulai melempar jumrah wanti-wanti mengingatkan agar yang dilempar adalah tugunya, yang melambangkan setan.
"Meskipun setan adalah musuh kaum muslimin yang harus diperangi, tidak perlu berlebihan melempar sandal, sepatu, atau batu besar," pesannya.
Henry Subiyakto, staf ahli Menkominfo yang sudah empat kali naik haji, juga memberikan nasihat bahwa yang dilempar memang simbol setan, tapi sebetulnya itu setan yang ada dalam diri kita sendiri. "Setan yang ada dalam diri kita sendiri" itu antara lain godaan korupsi, melakukan dosa besar, suka mendzalimi orang atau selingkuh menghianati pasangan.
"Jadi carilah tujuh setan yang ada dalam diri sendiri itu," kata Pengarah Media Center Haji (MCH) itu.
Setiap kali melempar batu, katanya, sebutkanlah setan mana yang akan ditimpuk dan dibunuh. Misalnya saja yang mau ditimpuk oleh batu pertama adalah setan yang selalu menggoda untuk memperkaya diri dengan cara yang tidak halal.
"Baca keras-keras doanya: Bismillahi Allahhu Akbar! Saya tidak akan korupsi lagi. Lalu lemparkan batu itu sekeras-kerasnya ke jumrah," ujar Henri yang siap menjadi "guide" bagi saya saat melempar jumrah.
Untuk menuju tempat pelemparan, dari Mina jemaah harus berjalan kaki sekitar 3,5 meter. Dari tempat saya menginap di Misi Haji Indonesia lebih dekat. Cuma sekitar satu kilo.
Tapi ya tetap melelahkan secara fisik karena harus berjalan kaki di tengah terik matahari dan berdesak-desakan dengan puluhan bahkan ratusan ribu jemaah lainnya.
Saya dianjurkan untuk membawa air minum dan menutup mulut dan hidung dengan masker.
Perlu strategi
Pada 10 Dzulhijah, waktu afdol untuk melempar Jumrah Aqobah adalah sesudah matahari terbit. Sedangkan pada hari-hari sesudahnya waktu afdolnya adalah ba`da dzhuhur atau setelah tergelincirnya matahari.
Di situlah perlunya strategi untuk mencari waktu melempar yang pas. Supaya aman dan tidak berdesak-desakan. Yang penting bisa memenuhi persyaratan meski tidak afdol-afdol amat.
"Istilahnya, mending jadi haji minimalis ketimbang mencari yang afdol tapi beresiko," kata Kepala Informasi dan Humas Kementerian Agama Zubaidi.
Ia merujuk pada kasus wafatnya seorang petugas haji beberapa hari sebelumnya yang memaksakan diri tawaf di saat-saat puncak kepadatan jemaah yang mencari afdol.
Setelah berhasil mencium Hajar Aswad, petugas tersebut sesak nafas akibat terhimpit dan kemudian mati lemas.
Maka berangkatlah saya menuju tempat pelemparan di luar waktu yang disebut afdol.
Pada 10 Dzulhijah saya berangkat sehabis ashar sementara waktu afdol adalah pagi hari setelah matahari terbit.
Pada hari-hari berikutnya saya melempar jumrah pagi hari untuk menghindari jemaah yang mbludak karena mengejar waktu afdol. Jadi saya terhindar dari berdesak-desakan dan berhimpit-himpitan sehingga saya bisa melempar setan dengan aman, lancar, dan khusuk.
Jarak antara Jumrah Aqabah dengan Jumrah Wustha adalah 247 meter. Sedangkan jarak antara Jumrah Wusta dengan Jumrah Ula ialah 200 meter. Sambil berjalan dari satu jumrah ke jumrah lain saya membayangkan asal muasal mengapa para jemaah harus melempar batu di tiga tugu simbol setan tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa ketika Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk melaksanakan haji, ia ditemani malaikat Jibril bergerak menuju Jumrah Aqabah. Dalam perjalanan ke situ, setan mencoba menghalanginya.
Ibrahim lalu melempar dengan tujuh batu sehingga si setan tersungkur di bumi. Ketika sampai di Jumrah Wustha, si setan bangkit dan kembali menghalangi. Ibrahim melempar si setan dengan batu tujuh kali. Setan tersungkur lagi dihantam batu.
Saat Ibrahim bergerak ke Jumrah Ula, si setan tidak kapok-kapoknya menghalangi. Ditimpuk lagi tujuh kali. Tersungkur lagi. Selepas itu, setan lenyap tidak kelihatan lagi.
Meracuni pikiran Ibrahim
Riwayat yang lain lagi menceritakan bahwa saat Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk mengorbankan anaknya, Ismail, setan datang mencoba meracuni pikiran Ibrahim.
Namun, Ibrahim tidak menghiraukannya dan bahkan menimpuk si setan penggoda pikiran manusia itu. Konon peristiwa itu terjadi di sekitar Jumrah Aqabah.
Kemudian si setan yang terkutuk itu datang menggoda Siti Hajar, isteri Ibrahim, agar membujuk si suaminya supaya tidak menyembelih Ismail. Siti Hajar tidak bergeming dan malah melontar si setan di Jumrah Wustha.
Dasar setan, dia tidak putus asa dan terus menggoda manusia. Setan mencoba merusak iman Ismail agar jangan mau dikorbankan Ibrahim. Ismail juga tidak goyah digoda setan. Ismail menimpuk setan yang hina itu dengan batu di Jumrah Ula.
Begitulah riwayatnya. Sekarang, jemaah haji seperti saya harus menimpuk setan-setannya sendiri.
Setiap jemaah harus memastikan dengan jelas dan spesifik apa saja setan-setan yang mengganggu dan menggodanya. Godaan setan itu bisa saja berupa tawaran suap, korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau nikmatnya kekuasaan dan penzaliman atas lawan dan bawahan.
Bisa juga setan itu berupa kesenangan berjudi, mabuk-mabukan, narkoba, atau main perempuan.
"Tentukan setanmu sendiri dan timpuklah. Kamu punya 49 sampai 70 batu untuk melawan setan dalam dirimu sendiri," demikian Henri Subiyakto sebelum kami memulai intifada melawan setan di tempat jumrah.
(Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi ANTARA)
Mina (ANTARA News) - Melempar jumrah merupakan salah satu ritual haji yang saya lakoni dengan semangat 45.
Bukan apa-apa, ini karena lempar jumrah adalah simbol perlawanan manusia melawan setan, si penggoda iman yang terkutuk. Kapan lagi kita menimpuk dan mengalahkan setan?
Sejak mengumpulkan batu tengah malam di Musdalifah, adrenalin saya sudah naik. Setiap jemaah haji harus mengumpulkan 49 batu jika hanya menginap dua malam di Mina.
Bagi yang menginap tiga malam, butuh tambahan 21 batu lagi menjadi 70 batu. Saya hanya menginap dua malam, jadi saya sebetulnya hanya butuh 49 batu. Tapi saya ambil tambahan 10 batu untuk cadangan.
Saya ingin betul-betul siap tempur. Amunisi harus memadai. Kalau perlu, lebih banyak lebih baik.
Saya mengumpulkan batu di malam gelap yang dingin dengan gairah bagaikan pejuang intifada Palestina. Bedanya, pejuang intifada mengumpulkan batu untuk menimpuk tentara Israel di Jalur Gaza. Saya dan seluruh jemaah haji, mencari batu untuk melempar setan, musuh umat manusia.
Lagi serius mencari batu di tengah kegelapan begitu, Menteri Agama Suryadharma Ali memanggil nama saya.
"Coba ambil batu yang itu," katanya seraya menunjuk ke batu sebesar bola sepak.
"Gede amat pak, bukankah kita dianjurkan ambil batu kerikil saja?" jawab saya.
"Itu untuk menimpuk rajanya setan," kata Amirul Haj itu sambil tertawa.
Saat saya masih terpengarah, Suryadharma Ali buru-buru menjelaskan kalau yang disampaikannya hanya bercanda. Candaan Amirul Haj dilanjutkan dengan cerita bagaimana dua pemimpin masa Orde Baru melempar jumrah. Ternyata batu yang dilempar melenceng dari sasaran dan mengenai jidat masing-masing sehingga keduanya semaput.
Petugas intelijen mengambil batu yang dilempar tadi untuk investigasi. Ternyata batu tersebut bertuliskan huruf Arab. Lalu dibawalah ke Majelis Ulama untuk ditanyakan artinya.
"Ternyata tulisan Arab itu berbunyi: Sesama setan dilarang saling timpuk!" kata Suryadharma Ali.
Saya ngakak di tengah malam yang dingin. Itu intermezo di sela-sela mencari batu di Musdalifah. Sebenarnya mencari batu di Musdalifah tidak sulit-sulit amat.
Pemerintah Arab Saudi menabur batu kerikil bertruk-truk di kawasan itu. Tapi itu tadi, karena penerangan yang remang-remang, kadang-kadang ada jemaah yang salah pungut. Bukannya batu yang diambil, ternyata kotoran kambing gunung. Bulatannya sih sama. Cuma baunya yang berbeda.
Saya beruntung tidak mendapat kotoran kambing. Satu kantung penuh batu kerikil saya kumpulkan. Batu-batu itulah yang pada esok harinya, tepat 10 Dzulhijah atau 6 Nopember 2011, saya bawa untuk melempar jumrah. Hari pertama saya bawa tujuh batu untuk melempar Jumrah Aqobah, tugu simbol setan yang paling besar.
Permusuhan dengan setan
Ada tiga buah jumrah yang ditandai dengan tugu yang harus dilempar dengan batu yang diambil di Muzdalifah.
Kegiatan ini mengingatkan akan permusuhan antara Nabi Ibrahim melawan setan yang menggoda iman beliau ketika akan melaksanakan perintah Allah untuk mengorbankan Ismail.
Jumrah terbesar bernama Jumrah Aqabah, yang sedang Jumrah Wustha, dan terkecil Jumrah Ula. Jumrah Aqabah terletak paling dekat dengan Mekkah atau paling jauh dari tenda-tenda jemaah haji di Mina. Pada 10 Dzulhizah, tepat pada hari raya Idul Adha, semua jemaah melempar Jumrah Aqabah ini, termasuk saya.
Tanggal 11 sampai 13 Dzulhijah, jemaah melempar ketiga semua jumrah, dari yang terkecil, sedang, dan terakhir jumrah yang terbesar. Setiap jumrah dilempar dengan tujuh buah batu kerikil satu persatu, bukan tujuh buah sekaligus. Itu hasil manasik haji singkat yang saya dapat saat wukuf di Arafah dan obrolan di meja makan dengan petugas haji.
Surahmat, petugas haji Daerah Kerja (Daker) Mekkah, yang tahu saya akan mulai melempar jumrah wanti-wanti mengingatkan agar yang dilempar adalah tugunya, yang melambangkan setan.
"Meskipun setan adalah musuh kaum muslimin yang harus diperangi, tidak perlu berlebihan melempar sandal, sepatu, atau batu besar," pesannya.
Henry Subiyakto, staf ahli Menkominfo yang sudah empat kali naik haji, juga memberikan nasihat bahwa yang dilempar memang simbol setan, tapi sebetulnya itu setan yang ada dalam diri kita sendiri. "Setan yang ada dalam diri kita sendiri" itu antara lain godaan korupsi, melakukan dosa besar, suka mendzalimi orang atau selingkuh menghianati pasangan.
"Jadi carilah tujuh setan yang ada dalam diri sendiri itu," kata Pengarah Media Center Haji (MCH) itu.
Setiap kali melempar batu, katanya, sebutkanlah setan mana yang akan ditimpuk dan dibunuh. Misalnya saja yang mau ditimpuk oleh batu pertama adalah setan yang selalu menggoda untuk memperkaya diri dengan cara yang tidak halal.
"Baca keras-keras doanya: Bismillahi Allahhu Akbar! Saya tidak akan korupsi lagi. Lalu lemparkan batu itu sekeras-kerasnya ke jumrah," ujar Henri yang siap menjadi "guide" bagi saya saat melempar jumrah.
Untuk menuju tempat pelemparan, dari Mina jemaah harus berjalan kaki sekitar 3,5 meter. Dari tempat saya menginap di Misi Haji Indonesia lebih dekat. Cuma sekitar satu kilo.
Tapi ya tetap melelahkan secara fisik karena harus berjalan kaki di tengah terik matahari dan berdesak-desakan dengan puluhan bahkan ratusan ribu jemaah lainnya.
Saya dianjurkan untuk membawa air minum dan menutup mulut dan hidung dengan masker.
Perlu strategi
Pada 10 Dzulhijah, waktu afdol untuk melempar Jumrah Aqobah adalah sesudah matahari terbit. Sedangkan pada hari-hari sesudahnya waktu afdolnya adalah ba`da dzhuhur atau setelah tergelincirnya matahari.
Di situlah perlunya strategi untuk mencari waktu melempar yang pas. Supaya aman dan tidak berdesak-desakan. Yang penting bisa memenuhi persyaratan meski tidak afdol-afdol amat.
"Istilahnya, mending jadi haji minimalis ketimbang mencari yang afdol tapi beresiko," kata Kepala Informasi dan Humas Kementerian Agama Zubaidi.
Ia merujuk pada kasus wafatnya seorang petugas haji beberapa hari sebelumnya yang memaksakan diri tawaf di saat-saat puncak kepadatan jemaah yang mencari afdol.
Setelah berhasil mencium Hajar Aswad, petugas tersebut sesak nafas akibat terhimpit dan kemudian mati lemas.
Maka berangkatlah saya menuju tempat pelemparan di luar waktu yang disebut afdol.
Pada 10 Dzulhijah saya berangkat sehabis ashar sementara waktu afdol adalah pagi hari setelah matahari terbit.
Pada hari-hari berikutnya saya melempar jumrah pagi hari untuk menghindari jemaah yang mbludak karena mengejar waktu afdol. Jadi saya terhindar dari berdesak-desakan dan berhimpit-himpitan sehingga saya bisa melempar setan dengan aman, lancar, dan khusuk.
Jarak antara Jumrah Aqabah dengan Jumrah Wustha adalah 247 meter. Sedangkan jarak antara Jumrah Wusta dengan Jumrah Ula ialah 200 meter. Sambil berjalan dari satu jumrah ke jumrah lain saya membayangkan asal muasal mengapa para jemaah harus melempar batu di tiga tugu simbol setan tersebut.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abbas bahwa ketika Nabi Ibrahim diperintahkan Allah untuk melaksanakan haji, ia ditemani malaikat Jibril bergerak menuju Jumrah Aqabah. Dalam perjalanan ke situ, setan mencoba menghalanginya.
Ibrahim lalu melempar dengan tujuh batu sehingga si setan tersungkur di bumi. Ketika sampai di Jumrah Wustha, si setan bangkit dan kembali menghalangi. Ibrahim melempar si setan dengan batu tujuh kali. Setan tersungkur lagi dihantam batu.
Saat Ibrahim bergerak ke Jumrah Ula, si setan tidak kapok-kapoknya menghalangi. Ditimpuk lagi tujuh kali. Tersungkur lagi. Selepas itu, setan lenyap tidak kelihatan lagi.
Meracuni pikiran Ibrahim
Riwayat yang lain lagi menceritakan bahwa saat Ibrahim diperintahkan oleh Allah untuk mengorbankan anaknya, Ismail, setan datang mencoba meracuni pikiran Ibrahim.
Namun, Ibrahim tidak menghiraukannya dan bahkan menimpuk si setan penggoda pikiran manusia itu. Konon peristiwa itu terjadi di sekitar Jumrah Aqabah.
Kemudian si setan yang terkutuk itu datang menggoda Siti Hajar, isteri Ibrahim, agar membujuk si suaminya supaya tidak menyembelih Ismail. Siti Hajar tidak bergeming dan malah melontar si setan di Jumrah Wustha.
Dasar setan, dia tidak putus asa dan terus menggoda manusia. Setan mencoba merusak iman Ismail agar jangan mau dikorbankan Ibrahim. Ismail juga tidak goyah digoda setan. Ismail menimpuk setan yang hina itu dengan batu di Jumrah Ula.
Begitulah riwayatnya. Sekarang, jemaah haji seperti saya harus menimpuk setan-setannya sendiri.
Setiap jemaah harus memastikan dengan jelas dan spesifik apa saja setan-setan yang mengganggu dan menggodanya. Godaan setan itu bisa saja berupa tawaran suap, korupsi, penyalahgunaan wewenang, atau nikmatnya kekuasaan dan penzaliman atas lawan dan bawahan.
Bisa juga setan itu berupa kesenangan berjudi, mabuk-mabukan, narkoba, atau main perempuan.
"Tentukan setanmu sendiri dan timpuklah. Kamu punya 49 sampai 70 batu untuk melawan setan dalam dirimu sendiri," demikian Henri Subiyakto sebelum kami memulai intifada melawan setan di tempat jumrah.
(Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi ANTARA)
Senin, 07 November 2011
Mabit di Mina: korbankan Ismailmu
Oleh : Kusaeni*
Jamaah haji bermalam (mabit) di Mina, Arab Saudi, Senin (7/11) dini hari. Mabit di Mina merupakan wajib haji yang dilakukan pada tanggal 11,12,13 Dzulhijah. (FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo/11)
Mina (ANTARA News) - Selama dua atau tiga malam jamaah haji harus melaksanakan mabit atau bermalam di Mina, sebuah padang dan bukit batu antara Masjidil Haram dan Muzdalifah.
Sebanyak tiga juta jamaah dari seluruh dunia berkemah di Mina yang lokasinya dekat tempat melempar jumrah atau melempar setan.
Saat mabit di malam pertama pada Minggu 10 Dzulhijah bertepatan dengan 6 Nopember 2011 saya tiduran di tanah bersama para "mabiter" dari Pakistan, Afghanistan dan Aran Saudi di sekeliling tenda.
Hanya beralaskan sajadah saya menatap ke langit dan tafakur. Bulan yang hampir penuh bulatannya tampak bersinar terang di langit. Tidak ada awan yang menggumpal atau berarak.
Suasana Mina malam itu begitu dipadati jemaah. Agus Subeno, kawan saya dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang sedang mensurvei kepuasan pelayanan haji, mengatakan suasana seperti pasar malam, hingar bingar, meskipun tidak kehilangan aspek relijiusitasnya.
Polisi sesekali dengan mobil dan speakernya yang keras mengusir jemaah yang duduk atau tiduran dekat lokasi melempar jumrah.
Tapi para jemaah tetap saja enggan pergi dari lokasi jumrah. Kalaupun terpaksa pergi karena diusir polisi, mereka hanya melengos atau beringsut. Begitu mobil patroli lewat dan polisi pergi, mereka kembali ke tempat semula.
Para mabiter itu yakin kalau bermalam di sekitar tempat melempar jumrah itu yang paling afdol sesuai dengan sunah nabi Muhammad SAW dan riwayat nabi Ibrahim.
Mereka beranggapan yang namanya Mina adalah hanya padang di sekitar jumrah saja sehingga hanya di lokasi itu lah mabit yang sah.
Mereka bertahan untuk berada di sekitar jumrah meskipun tidak mendapatkan kapling atau tenda-tenda yang tersedia untuk mereka di tempat lain.
Akibatnya, jalur pejalan kaki antara Mekkah dan Mina juga dipenuhi jemaah. Mereka menggelar tikar di jalan-jalan, termasuk jalan di depan kantor Misi Haji Indonesia.
Selama ritual mabit, praktis kantor ditutup. Mobil-mobil tidak bisa keluar. Bahkan Menteri Agama Suryadharma Ali harus berjalan kaki untuk sampai ke tenda-tenda tempat bermalamnya jemaah haji Indonesia.
Sampah berserakan di jalan. Orang-orang tidur dan duduk sembarangan. Bau sampah dan air kotoran WC yang bocor campur aduk.
Tapi semerbak bau itu tidak membuat jemaah beringsut untuk berada di sekitar lempar jumrah. Mereka yang tidak mendapat tempat, naik ke tebing dan gunung-gunung batu yang curam dan terjal. Mereka membangun tenda di ketinggian 200 sampai 300 meter.
"Yang penting masih menghadap ke tempat melempar jumrah," kata Burhanuddin Zanzalani, jemaah berjanggut dan bersurban asal Afghanistan.
Ia baru saja turun dari tangkringannya di puncak bukit untuk mengambil air zamzam. Oleh karena negerinya secara geografis lebih bergunung dan berbukit terjal, Zanzalani enteng-enteng saja naik turun bukit di Mina.
Mengapa dilakukan?
Yang membuat saya heran dan terkagum-kagum mengapa para jemaah haji melakukan semua ini? Tumplek blek di Mina yang gersang, yang siang hari teriknya minta ampun dan malam hari dinginnya "bujubuneng". Mengapa mereka begitu antusias melaksanakan ritual ibadah yang beresiko terhadap fisik dan kesehatan tersebut?
Ajaran agama apakah yang membuat tiga juta jemaah haji itu mau berada di Mina dan melewatkan malam yang dingin di padang tandus dan berbukit batu tersebut?
Selidik punya selidik, ternyata Mina adalah tempat Nabi Ibrahim berdialog dengan puteranya Ismail pada detik-detik terakhir menjelang eksekusi penyembelihan Ismail yang belakangan diganti dengan domba.
Menurut Wakil Amirul Haj KH Abdul Mu`ti peristiwa bersejarah yang terjadi di Mina tersebut menjadi cikal bakal ibadah dan hari raya Idul Qurban.
Dr. Ali Shariati dengan dramatis menggambarkan dialog Nabi Ibrahim dan Ismail di lembah Mina yang sepi dalam bukunya "Hajj" yang best-seller di seluruh dunia.
Ibrahim, si ayah, dengan rambut dan janggut yang putih, sudah berusia satu abad, sedang Ismail, puteranya, baru menanjak remaja. Ketika ayah berbicara kepada anaknya itu, menurut Shariati, langit yang mengatapi Jazirah Arab tak tega menyaksikan peristiwa itu.
Mula-mula Ibrahim tidak kuasa membuka mulutnya untuk mengatakan kepada puteranya: "Aku hendak mengorbankan engkau ya Ismail dengan tanganku sendiri". Apalagi setan terus menggoda dan membuatnya bimbang.
Sumber keraguan Ibrahim adalah kecintaannya kepada Ismail. Si ayah yang malang dan tua ini telah sedemikian lamanya mendambakan kehadiran seorang putera.
Inilah tragedi yang sangat mengerikan. Inilah pengalaman yang sangat menyedihkan. Ibrahim harus melaksakan perintah Allah sementara setan terus menggoda dan membuatnya bimbang: Pilih Allah atau Ismail?
Setan adalah musuh manusia. Dimana saja terlihat dan siapa saja yang memperlihatkan tanda-tanda ketakutan, kelemahan, keragu-raguan, keputusasaan, kebodohan, bahkan cinta, maka di situlah setan tampil untuk melancarkan tipu dayanya yang jahat.
Setan membuat manusia, termasuk sekaliber Nabi Ibrahim sekalipun, terlengah dari kewajiban-kewajiban sehingga kebenaran perintah Allah kalau bisa tidak dipatuhi dan dilaksanakan.
"Kecintaanmu terhadap anakmu merupakan sebuah cara menguji engkau...," begitu firman Allah dalam Al Quran, 8:28.
Ujian bagi Ibrahim
Menurut KH Abdul Mu`ti dalam suatu diskusi dengan saya, kecintaan kepada Ismail merupakan ujian bagi Ibrahim.
Kecintaannya imi merupakan satu-satunya kelemahan Ibrahim dalam perjuangannya melawan setan. Tapi pada akhirnya, Ibrahim berhasil mengalahkan tipu daya setan yang terkutuk.
Akhirnya Ibrahim berserah diri kepada Allah dan berkata: "Ismail! Aku bermimpi! Di dalam mimpi itu engkau kukorbankan". Kata-kata ini diucapkan Ibrahim dengan sangat cepat agar tidak terdengar oleh telinganya sendiri. Setelah itu ia membisu.
Ia takut dan wajahnya pucat. Ia tidak mempunyai kekuatan untuk menatap mata Ismail. Tetapi Ismail menyadari gejolak hati Ibrahim dan berusaha menenangkan ayahnya. Ia berkata:
"Ayah, patuhilah Allah dan jangan ragu-ragu untuk melaksanakan perintah-Nya" kata Ismail.
Maka eksekusi penyembelihan Ismail pun dilakukan. Tiba-tiba muncul seekor domba sebagai pengganti karena Allah sebetulnya tidak menghendaki pengorbanan Ismail.
Allah telah menguji Ibrahim dan Ibrahim telah lulus ujian dan melaksanakan perintah Allah.
Begitulah alasan relijius mengapa jemaah harus mengingap di Mina dan melempar jumrah sebagai simbol perlawanan terhadap setan si penggoda iman.
Jemaah yang selama dua atau tiga malam mabit di Mina merenungi kembali kisah dialog sang ayah dan puteranya menjelang detik-detik pengorbanan Ismail.
Sekarang masalahnya, kata KH Abdul Mu`ti, "Siapakah Ismailmu yang harus kau korbankan?". Itulah hikmah pelajaran yang harus ditarik setiap jemaah haji yang memenuhi panggilan Allah melalui Nabi Ibrahim.
"Ismail-Ismail abad modern" banyak ragamnya. Ia bisa berupa harta, tahta, dan wanita. Ismail-Ismail masa kini adalah kecintaan kita akan semua itu yang kadang-kadang harus bertabrakan dengan perintah dan kehendak Allah.
Korbankanlah Ismailmu. Itulah pesan dari mengapa harus mabit di Mina dan melempar setan di jamarat.
(*Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi ANTARA)
Jamaah haji bermalam (mabit) di Mina, Arab Saudi, Senin (7/11) dini hari. Mabit di Mina merupakan wajib haji yang dilakukan pada tanggal 11,12,13 Dzulhijah. (FOTO ANTARA/Prasetyo Utomo/11)
Mina (ANTARA News) - Selama dua atau tiga malam jamaah haji harus melaksanakan mabit atau bermalam di Mina, sebuah padang dan bukit batu antara Masjidil Haram dan Muzdalifah.
Sebanyak tiga juta jamaah dari seluruh dunia berkemah di Mina yang lokasinya dekat tempat melempar jumrah atau melempar setan.
Saat mabit di malam pertama pada Minggu 10 Dzulhijah bertepatan dengan 6 Nopember 2011 saya tiduran di tanah bersama para "mabiter" dari Pakistan, Afghanistan dan Aran Saudi di sekeliling tenda.
Hanya beralaskan sajadah saya menatap ke langit dan tafakur. Bulan yang hampir penuh bulatannya tampak bersinar terang di langit. Tidak ada awan yang menggumpal atau berarak.
Suasana Mina malam itu begitu dipadati jemaah. Agus Subeno, kawan saya dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang sedang mensurvei kepuasan pelayanan haji, mengatakan suasana seperti pasar malam, hingar bingar, meskipun tidak kehilangan aspek relijiusitasnya.
Polisi sesekali dengan mobil dan speakernya yang keras mengusir jemaah yang duduk atau tiduran dekat lokasi melempar jumrah.
Tapi para jemaah tetap saja enggan pergi dari lokasi jumrah. Kalaupun terpaksa pergi karena diusir polisi, mereka hanya melengos atau beringsut. Begitu mobil patroli lewat dan polisi pergi, mereka kembali ke tempat semula.
Para mabiter itu yakin kalau bermalam di sekitar tempat melempar jumrah itu yang paling afdol sesuai dengan sunah nabi Muhammad SAW dan riwayat nabi Ibrahim.
Mereka beranggapan yang namanya Mina adalah hanya padang di sekitar jumrah saja sehingga hanya di lokasi itu lah mabit yang sah.
Mereka bertahan untuk berada di sekitar jumrah meskipun tidak mendapatkan kapling atau tenda-tenda yang tersedia untuk mereka di tempat lain.
Akibatnya, jalur pejalan kaki antara Mekkah dan Mina juga dipenuhi jemaah. Mereka menggelar tikar di jalan-jalan, termasuk jalan di depan kantor Misi Haji Indonesia.
Selama ritual mabit, praktis kantor ditutup. Mobil-mobil tidak bisa keluar. Bahkan Menteri Agama Suryadharma Ali harus berjalan kaki untuk sampai ke tenda-tenda tempat bermalamnya jemaah haji Indonesia.
Sampah berserakan di jalan. Orang-orang tidur dan duduk sembarangan. Bau sampah dan air kotoran WC yang bocor campur aduk.
Tapi semerbak bau itu tidak membuat jemaah beringsut untuk berada di sekitar lempar jumrah. Mereka yang tidak mendapat tempat, naik ke tebing dan gunung-gunung batu yang curam dan terjal. Mereka membangun tenda di ketinggian 200 sampai 300 meter.
"Yang penting masih menghadap ke tempat melempar jumrah," kata Burhanuddin Zanzalani, jemaah berjanggut dan bersurban asal Afghanistan.
Ia baru saja turun dari tangkringannya di puncak bukit untuk mengambil air zamzam. Oleh karena negerinya secara geografis lebih bergunung dan berbukit terjal, Zanzalani enteng-enteng saja naik turun bukit di Mina.
Mengapa dilakukan?
Yang membuat saya heran dan terkagum-kagum mengapa para jemaah haji melakukan semua ini? Tumplek blek di Mina yang gersang, yang siang hari teriknya minta ampun dan malam hari dinginnya "bujubuneng". Mengapa mereka begitu antusias melaksanakan ritual ibadah yang beresiko terhadap fisik dan kesehatan tersebut?
Ajaran agama apakah yang membuat tiga juta jemaah haji itu mau berada di Mina dan melewatkan malam yang dingin di padang tandus dan berbukit batu tersebut?
Selidik punya selidik, ternyata Mina adalah tempat Nabi Ibrahim berdialog dengan puteranya Ismail pada detik-detik terakhir menjelang eksekusi penyembelihan Ismail yang belakangan diganti dengan domba.
Menurut Wakil Amirul Haj KH Abdul Mu`ti peristiwa bersejarah yang terjadi di Mina tersebut menjadi cikal bakal ibadah dan hari raya Idul Qurban.
Dr. Ali Shariati dengan dramatis menggambarkan dialog Nabi Ibrahim dan Ismail di lembah Mina yang sepi dalam bukunya "Hajj" yang best-seller di seluruh dunia.
Ibrahim, si ayah, dengan rambut dan janggut yang putih, sudah berusia satu abad, sedang Ismail, puteranya, baru menanjak remaja. Ketika ayah berbicara kepada anaknya itu, menurut Shariati, langit yang mengatapi Jazirah Arab tak tega menyaksikan peristiwa itu.
Mula-mula Ibrahim tidak kuasa membuka mulutnya untuk mengatakan kepada puteranya: "Aku hendak mengorbankan engkau ya Ismail dengan tanganku sendiri". Apalagi setan terus menggoda dan membuatnya bimbang.
Sumber keraguan Ibrahim adalah kecintaannya kepada Ismail. Si ayah yang malang dan tua ini telah sedemikian lamanya mendambakan kehadiran seorang putera.
Inilah tragedi yang sangat mengerikan. Inilah pengalaman yang sangat menyedihkan. Ibrahim harus melaksakan perintah Allah sementara setan terus menggoda dan membuatnya bimbang: Pilih Allah atau Ismail?
Setan adalah musuh manusia. Dimana saja terlihat dan siapa saja yang memperlihatkan tanda-tanda ketakutan, kelemahan, keragu-raguan, keputusasaan, kebodohan, bahkan cinta, maka di situlah setan tampil untuk melancarkan tipu dayanya yang jahat.
Setan membuat manusia, termasuk sekaliber Nabi Ibrahim sekalipun, terlengah dari kewajiban-kewajiban sehingga kebenaran perintah Allah kalau bisa tidak dipatuhi dan dilaksanakan.
"Kecintaanmu terhadap anakmu merupakan sebuah cara menguji engkau...," begitu firman Allah dalam Al Quran, 8:28.
Ujian bagi Ibrahim
Menurut KH Abdul Mu`ti dalam suatu diskusi dengan saya, kecintaan kepada Ismail merupakan ujian bagi Ibrahim.
Kecintaannya imi merupakan satu-satunya kelemahan Ibrahim dalam perjuangannya melawan setan. Tapi pada akhirnya, Ibrahim berhasil mengalahkan tipu daya setan yang terkutuk.
Akhirnya Ibrahim berserah diri kepada Allah dan berkata: "Ismail! Aku bermimpi! Di dalam mimpi itu engkau kukorbankan". Kata-kata ini diucapkan Ibrahim dengan sangat cepat agar tidak terdengar oleh telinganya sendiri. Setelah itu ia membisu.
Ia takut dan wajahnya pucat. Ia tidak mempunyai kekuatan untuk menatap mata Ismail. Tetapi Ismail menyadari gejolak hati Ibrahim dan berusaha menenangkan ayahnya. Ia berkata:
"Ayah, patuhilah Allah dan jangan ragu-ragu untuk melaksanakan perintah-Nya" kata Ismail.
Maka eksekusi penyembelihan Ismail pun dilakukan. Tiba-tiba muncul seekor domba sebagai pengganti karena Allah sebetulnya tidak menghendaki pengorbanan Ismail.
Allah telah menguji Ibrahim dan Ibrahim telah lulus ujian dan melaksanakan perintah Allah.
Begitulah alasan relijius mengapa jemaah harus mengingap di Mina dan melempar jumrah sebagai simbol perlawanan terhadap setan si penggoda iman.
Jemaah yang selama dua atau tiga malam mabit di Mina merenungi kembali kisah dialog sang ayah dan puteranya menjelang detik-detik pengorbanan Ismail.
Sekarang masalahnya, kata KH Abdul Mu`ti, "Siapakah Ismailmu yang harus kau korbankan?". Itulah hikmah pelajaran yang harus ditarik setiap jemaah haji yang memenuhi panggilan Allah melalui Nabi Ibrahim.
"Ismail-Ismail abad modern" banyak ragamnya. Ia bisa berupa harta, tahta, dan wanita. Ismail-Ismail masa kini adalah kecintaan kita akan semua itu yang kadang-kadang harus bertabrakan dengan perintah dan kehendak Allah.
Korbankanlah Ismailmu. Itulah pesan dari mengapa harus mabit di Mina dan melempar setan di jamarat.
(*Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi ANTARA)
Jumat, 04 November 2011
Operasi militer selain perang di Armina
Mina, Mekkah (ANTARA News) - Mempersiapkan wukuf di padang Arafah dan mabit (bermalam) di Mina bagi 221.000 calon haji Indonesia bagaikan menggelar operasi militer selain perang, atau dalam istilah tentaranya disebut MOOW (Military Operation Other than War).
Persoalan pelik yang harus diatasi mulai dari penyiapan transportasi, logistik, dapur umum, kesehatan, sampai penyiapan keadaan darurat dan evakuasi jika ada musibah terjadi, seperti kemungkinan kebakaran, kerusuhan sampai banjir jika tiba-tiba hujan dan air mengguyur deras dari langit.
Oleh karena itu, struktur organisasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) berubah sementara selama sepekan (8-14 Zulhijah) menjadi Satuan Operasi Arafah-Mina disingkat Satops Armina. "Meskipun orang dan pelaksananya ya itu-itu juga. Kami-kami juga," kata Kepala Bidang Pengamanan Kolonel Bambang Siswoyo.
Kelapa Satops Armina dipercayakan kepada Letnal Kolonel Abu Haris Muthohar, sedangkan para komandan perang di lapangan dipegang oleh para koordinator maktab. Target operasi adalah bagaimana calon haji Indonesia terangkut ke Armina, perut mereka terisi penuh selama lima hari empat malam tinggal di tenda, dan melempar jumrah dengan aman dan selamat tidak terinjak-terinjak, seperti kasus terowongan Mina beberapa tahun lalu.
"Intinya operasi Armina ini berhasil jika jemaah bisa melaksanakan ibadah dengan tenang, khusuk, dan menyelesaikan ibadah hajinya dengan lancar dan selamat, serta menjadi haji mabrur," kata Bambang yang bertugas di Angkatan Darat.
Pastikan operasi sukses
Panglima tertinggi Operasi Militer Selain Perang Armina adalah Menteri Agama Suryadharma Ali yang sekaligus juga menjabat Amirul Haj. Panglima TNI-nya dipegang oleh Dirjen Haji Kementerian Agama Slamet Riyanto. Panglima Kodam-nya adalah Syairozi Dimyathi selaku Ketua PPIH Arab Saudi.
Sebagai Pangti, Suryadharma Ali ingin memastikan operasi Armina sukses. Ia memimpin sendiri rapat-rapat persiapan, mengecek secara detail rencana pelaksanaan operasi, dan memberikan komando dan perintah kepada semua pasukannya, dari yang jenderal sampai kopral.
"Jemaah Indonesia wajib berada di Arafah. Kalau tidak, hajinya tidak sah. Kasihan mereka. Apa yang akan dilakukan agar jemaah dipastikan terangkut?" Tanya Suryadharma dalam rapat persiapan dengan Satsop Armina.
Kasatops Armina Letnan Kolonel Abu Haris menjelaskan bahwa pemberangkatan jemaah ke Armina dilakukan dalam tiga kali angkutan atau rit. "Kami akan melakukan sweeping ke kamar-kamar pemondokan untuk memastikan jemaah terangkut pada rit terakhir," kata Abu Haris.
Bahkan, untuk calon haji yang sakit dan tengah dirawat sekalipun, akan dilakukan Safari Wukuf dengan membawa pasien ke mobil ambulans. Ada sekitar 300-an orang yang akan diikutkan dalam Safari Wukuf.
"Kecuali yang dirawat di ICU dan parah banget, semua pasien akan dibawa ke Arafah supaya bisa melakukan wukuf barang 10 sampai 15 menit di mobil ambulans. Yang masih bisa duduk di kursi roda, kami keluarkan sebentar dari mobil untuk wukuf. Ini supaya rukun hajinya dapat," kata Surahmat, petugas yang mendata jemaah Safari Wukuf.
Soal perut jemaah haji
Selain masalah angkutan, soal katering dan bagaimana mengisi perut 221.000 orang menjadi perhatian Satops Armina. Ini bukan perkara enteng karena makanan yang sehat dan bergizi akan menentukan kekhusukan ibadah haji.
"Jangan sampai ketika wukuf ada di antara jemaah yang mencret-mencret karena makan makanan basi. Diare di Arafah ribet banget, WC terbatas sementara jemaah membeludak. Antrenya panjang," kata Suryadharma Ali.
Untuk itu, khusus di Armina, Satops memilih menyediakan makanan secara prasmanan, bukan dalam bentuk nasi kotak. Sistim prasmanan dinilai lebih baik karena makanannya fresh dan jemaah bisa memilih makanan sesuai selera mereka.
Pelayanan katering jemaah haji di Arafah akan diberikan sebanyak empat kali mulai makan malam pada tanggal 8 sampai 9 Zulhijah (Jumat dan Sabtu, 4-5 Nopember 2011). Kemudian di Mina sebanyak 11 kali mulai tanggal 10-13 Zulhijah. Untuk Muzdalifah diberikan satu boks makanan ringan yang didistribusikan kepada jemaah di Arafah menjelang keberangkatan ke Muzdalifah.
"Pokoknya jemaah gak usah kuatir. Bawa diri saja. Barang berharga dan emas-emas yang sudah dibeli, titipkan di petugas kloter masing-masing dan pakai tanda terima," kata Kasatops Armina Abu Haris.
Inspeksi mendadak
Sehari sebelum pemberangkatan wukuf, Suryadharma melakukan inspeksi mendadak ke Padang Arafah untuk melihat dengan mata kepala sendiri persiapan tenda-tenda dan katering. Suryadharma dan Amirup Haj mendatangi dapur, meja-meja tempat prasmanan, dan bahkan WC serta airnya dicek juga.
"Jangan sampai ada jemaah yang tidak kebagian makanan. Kalau ada perusahaan katering yang tidak bertanggung jawab, tidak akan kami pakai lagi. Akan masuk daftar hitam," kata Suryadharma kepada Al Damanhuri, pemilik katering yang mendapat kontrak memasok makanan jemaah haji Indonesia.
"Siap Bapak. Bahkan perusahaan kami akan kasih bonus satu kantong makanan ringan, seperti biskuit, jus, air, dan buah-buahan," kata Al Damanhuri.
Untuk mengurangi panjangnya antrean diatur per rombongan dan tidak per kloter. Masing-masing rombongan diberikan waktu estimasi waktu 10 sampai 15 menit. Bagi romnbongan yang belum mendapat giliran makan tidak perlu berdiri mengantri makan sampai dengan adanya pemanggilan.
Soal kesehatan, Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) diperintahkan tetap buka saat Armina. "Jangan ada petugas kesehatan yang desersi. Meninggalkan markas BPIH untuk ikut-ikutan mengambil haji," kata Ketua DPR Marzuki Alie dalam pengarahannya kepada para petugas haji.
Merawat orang sakit, apalagi yang dalam keadaan koma dan gawat darurat, menurut Marzuki, adalah wajib. Petugas kesehatan didatangkan ke Tanah Suci adalah untuk tugas mulia tersebut.
Ancaman alam
Sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pengamanan dan operasi di Armina, Kolonel Bambang Siswoyo, mengaku sudah mempersiapkan operasi dengan sebaik-baiknya. Semua ilmu operasi militer selain perang sudah dia laksanakan di Armina.
Menggelar ratusan ribu tentara ke medan perang, kata dia, bisa lebih efektif dan cepat karena mereka adalah orang-orang terlatih. Tentara juga dilatih untuk bisa survive dalam keadaan logistik dan makanan yang terbatas sekalipun.
"Tapi jemaah haji ini bukan orang yang terlatih, seperti tentara. Penggelaran mereka di Armina dan logistiknya harus betul-betul dipersiapkan dengan matang," katanya.
Satu-satunya hal yang dia khawatirkan adalah faktor alam. Ancaman terbesar dalam operasi Armina adalah kalau tiba-tiba saja hujan datang dan banjir melanda perkemahan jemaah haji, seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Kondisi Padang Arafah dikelilingi gunung dan bukit batu. Tidak ada pepohon rimbun yang bisa menghalangi banjir.
"Mudah-mudahan tidak ada hujan selama wukuf. Kalau di Indonesia ada pawang hujan, di Arab Saudi ini tidak ada. Tapi kalau pun yang terburuk terjadi, kami siapkan evakuasi bersama-sama aparat Arab Saudi," demikian Kolonel Bambang Siswoyo.
*Penulis adalah Wakil Pemimpin Redaksi Antara
Persoalan pelik yang harus diatasi mulai dari penyiapan transportasi, logistik, dapur umum, kesehatan, sampai penyiapan keadaan darurat dan evakuasi jika ada musibah terjadi, seperti kemungkinan kebakaran, kerusuhan sampai banjir jika tiba-tiba hujan dan air mengguyur deras dari langit.
Oleh karena itu, struktur organisasi Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) berubah sementara selama sepekan (8-14 Zulhijah) menjadi Satuan Operasi Arafah-Mina disingkat Satops Armina. "Meskipun orang dan pelaksananya ya itu-itu juga. Kami-kami juga," kata Kepala Bidang Pengamanan Kolonel Bambang Siswoyo.
Kelapa Satops Armina dipercayakan kepada Letnal Kolonel Abu Haris Muthohar, sedangkan para komandan perang di lapangan dipegang oleh para koordinator maktab. Target operasi adalah bagaimana calon haji Indonesia terangkut ke Armina, perut mereka terisi penuh selama lima hari empat malam tinggal di tenda, dan melempar jumrah dengan aman dan selamat tidak terinjak-terinjak, seperti kasus terowongan Mina beberapa tahun lalu.
"Intinya operasi Armina ini berhasil jika jemaah bisa melaksanakan ibadah dengan tenang, khusuk, dan menyelesaikan ibadah hajinya dengan lancar dan selamat, serta menjadi haji mabrur," kata Bambang yang bertugas di Angkatan Darat.
Pastikan operasi sukses
Panglima tertinggi Operasi Militer Selain Perang Armina adalah Menteri Agama Suryadharma Ali yang sekaligus juga menjabat Amirul Haj. Panglima TNI-nya dipegang oleh Dirjen Haji Kementerian Agama Slamet Riyanto. Panglima Kodam-nya adalah Syairozi Dimyathi selaku Ketua PPIH Arab Saudi.
Sebagai Pangti, Suryadharma Ali ingin memastikan operasi Armina sukses. Ia memimpin sendiri rapat-rapat persiapan, mengecek secara detail rencana pelaksanaan operasi, dan memberikan komando dan perintah kepada semua pasukannya, dari yang jenderal sampai kopral.
"Jemaah Indonesia wajib berada di Arafah. Kalau tidak, hajinya tidak sah. Kasihan mereka. Apa yang akan dilakukan agar jemaah dipastikan terangkut?" Tanya Suryadharma dalam rapat persiapan dengan Satsop Armina.
Kasatops Armina Letnan Kolonel Abu Haris menjelaskan bahwa pemberangkatan jemaah ke Armina dilakukan dalam tiga kali angkutan atau rit. "Kami akan melakukan sweeping ke kamar-kamar pemondokan untuk memastikan jemaah terangkut pada rit terakhir," kata Abu Haris.
Bahkan, untuk calon haji yang sakit dan tengah dirawat sekalipun, akan dilakukan Safari Wukuf dengan membawa pasien ke mobil ambulans. Ada sekitar 300-an orang yang akan diikutkan dalam Safari Wukuf.
"Kecuali yang dirawat di ICU dan parah banget, semua pasien akan dibawa ke Arafah supaya bisa melakukan wukuf barang 10 sampai 15 menit di mobil ambulans. Yang masih bisa duduk di kursi roda, kami keluarkan sebentar dari mobil untuk wukuf. Ini supaya rukun hajinya dapat," kata Surahmat, petugas yang mendata jemaah Safari Wukuf.
Soal perut jemaah haji
Selain masalah angkutan, soal katering dan bagaimana mengisi perut 221.000 orang menjadi perhatian Satops Armina. Ini bukan perkara enteng karena makanan yang sehat dan bergizi akan menentukan kekhusukan ibadah haji.
"Jangan sampai ketika wukuf ada di antara jemaah yang mencret-mencret karena makan makanan basi. Diare di Arafah ribet banget, WC terbatas sementara jemaah membeludak. Antrenya panjang," kata Suryadharma Ali.
Untuk itu, khusus di Armina, Satops memilih menyediakan makanan secara prasmanan, bukan dalam bentuk nasi kotak. Sistim prasmanan dinilai lebih baik karena makanannya fresh dan jemaah bisa memilih makanan sesuai selera mereka.
Pelayanan katering jemaah haji di Arafah akan diberikan sebanyak empat kali mulai makan malam pada tanggal 8 sampai 9 Zulhijah (Jumat dan Sabtu, 4-5 Nopember 2011). Kemudian di Mina sebanyak 11 kali mulai tanggal 10-13 Zulhijah. Untuk Muzdalifah diberikan satu boks makanan ringan yang didistribusikan kepada jemaah di Arafah menjelang keberangkatan ke Muzdalifah.
"Pokoknya jemaah gak usah kuatir. Bawa diri saja. Barang berharga dan emas-emas yang sudah dibeli, titipkan di petugas kloter masing-masing dan pakai tanda terima," kata Kasatops Armina Abu Haris.
Inspeksi mendadak
Sehari sebelum pemberangkatan wukuf, Suryadharma melakukan inspeksi mendadak ke Padang Arafah untuk melihat dengan mata kepala sendiri persiapan tenda-tenda dan katering. Suryadharma dan Amirup Haj mendatangi dapur, meja-meja tempat prasmanan, dan bahkan WC serta airnya dicek juga.
"Jangan sampai ada jemaah yang tidak kebagian makanan. Kalau ada perusahaan katering yang tidak bertanggung jawab, tidak akan kami pakai lagi. Akan masuk daftar hitam," kata Suryadharma kepada Al Damanhuri, pemilik katering yang mendapat kontrak memasok makanan jemaah haji Indonesia.
"Siap Bapak. Bahkan perusahaan kami akan kasih bonus satu kantong makanan ringan, seperti biskuit, jus, air, dan buah-buahan," kata Al Damanhuri.
Untuk mengurangi panjangnya antrean diatur per rombongan dan tidak per kloter. Masing-masing rombongan diberikan waktu estimasi waktu 10 sampai 15 menit. Bagi romnbongan yang belum mendapat giliran makan tidak perlu berdiri mengantri makan sampai dengan adanya pemanggilan.
Soal kesehatan, Balai Pengobatan Haji Indonesia (BPHI) diperintahkan tetap buka saat Armina. "Jangan ada petugas kesehatan yang desersi. Meninggalkan markas BPIH untuk ikut-ikutan mengambil haji," kata Ketua DPR Marzuki Alie dalam pengarahannya kepada para petugas haji.
Merawat orang sakit, apalagi yang dalam keadaan koma dan gawat darurat, menurut Marzuki, adalah wajib. Petugas kesehatan didatangkan ke Tanah Suci adalah untuk tugas mulia tersebut.
Ancaman alam
Sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap pengamanan dan operasi di Armina, Kolonel Bambang Siswoyo, mengaku sudah mempersiapkan operasi dengan sebaik-baiknya. Semua ilmu operasi militer selain perang sudah dia laksanakan di Armina.
Menggelar ratusan ribu tentara ke medan perang, kata dia, bisa lebih efektif dan cepat karena mereka adalah orang-orang terlatih. Tentara juga dilatih untuk bisa survive dalam keadaan logistik dan makanan yang terbatas sekalipun.
"Tapi jemaah haji ini bukan orang yang terlatih, seperti tentara. Penggelaran mereka di Armina dan logistiknya harus betul-betul dipersiapkan dengan matang," katanya.
Satu-satunya hal yang dia khawatirkan adalah faktor alam. Ancaman terbesar dalam operasi Armina adalah kalau tiba-tiba saja hujan datang dan banjir melanda perkemahan jemaah haji, seperti yang pernah terjadi beberapa tahun lalu. Kondisi Padang Arafah dikelilingi gunung dan bukit batu. Tidak ada pepohon rimbun yang bisa menghalangi banjir.
"Mudah-mudahan tidak ada hujan selama wukuf. Kalau di Indonesia ada pawang hujan, di Arab Saudi ini tidak ada. Tapi kalau pun yang terburuk terjadi, kami siapkan evakuasi bersama-sama aparat Arab Saudi," demikian Kolonel Bambang Siswoyo.
*Penulis adalah Wakil Pemimpin Redaksi Antara
Kamis, 03 November 2011
Membayangkan Nabi Ibrahim menyembelih Ismail
oleh : Akhmad Kusaeni *
Akhmad Kusaeni (Dokumentasi Pribadi)
Mekkah (ANTARA News) - Musim haji tahun ini lebih dari tiga juta orang dari seluruh dunia datang ke Tanah Suci Mekkah untuk memenuhi panggilan Nabi Ibrahim. Salah satu yang disunahkan pada Idul Adha atau Idul Kurban adalah menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi atau unta.
Sebaliknya, menyembelih ternak malah jadi wajib hukumnya bagi jamaah haji yang melanggar larangan selama ihram. Itu sebagai "dam" atau denda. Selama melaksanakan ihram, terdapat sejumlah larangan seperti memakai pakaian berjahit, memakai parfum, atau menggigit dan memotong kuku.
Bermesraan atau berhubungan suami isteri selama ihram wajib menyembelih seekor kambing dan hajinya tidak sah. Bagi haji tamattu , juga diwajibkan menyediakan hewan kurban. Haji tamattu adalah jamaah yang melaksanakan umrah jauh sebelum mengambil hajinya.
Sebagai haji tamattu, penulis bersama jutaan umat Islam lain tidak mampu bertahan dalam pakaian ihram sekian lama. Penulis dan rombongan Amirul Haj datang ke Mekkah pada 23 Oktober 2011 dalam keadaan ihram, tawaf, sa`i, lalu langsung tahalul. Dengan begitu kami selesai menunaikan umrah dan boleh kembali memakai pakain biasa.
Kami harus menunggu sampai saat dimulainya prosesi haji tiba pada 8 Dzulhijah atau 4 Nopember 2011 untuk kembali ihram dari tempat kediaman kami di Mekkah. Baru kami berangkat haji dengan bermalam di Mina dan Musdalifah serta wukuf di Padang Arafah.
Untuk haji semacam itu kami diwajibkan menyediakan hewan kurban atau bagi yang tidak menyembelih hewan wajib berpuasa 10 hari. Tiga hari puasa dilakukan di Tanah Suci dan tujuh hari sisanya bisa di negara asal, yaitu di Indonesia. Ketimbang puasa, saya memilih mencari hewan kurban.
Maka berangkatlah saya ke pasar ternak Kaa?kia satu mobil bersama tiga rombongan Amirul Haj untuk berburu kambing qurban. Mereka adalah staf Ahli Menkominfo Henry Subiakto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama Zubaidi dan Agus Subeno, pejabat Badan Pusat Statistik. Sopir kami Idrus, asal Makassar, merangkap sebagai penerjemah.
Dari kantor Misi Haji Indonesia di kawasan Mina, perjalanan di tempuh selama 20 menit. Sejak kami menginjak kota Mekkah, Henry Subiakto yang sudah empat kali naik haji, berkali-kali mengatakan akan mengajak kami ke kawasan seluas 500 meter persegi yang dipenuhi ribuan kambing, sapi dan unta.
Bisnis menggiurkan
Bisnis hewan ternak selama musim haji, kata Henry, sangat menggiurkan. Saudagar kambing dan unta di Kaa`kia adalah warga Arab Saudi namun pengelolanya orang asing dari berbagai negara, khususnya orang-orang kulit hitam Afrika terutama asal Yaman dan Sudan.
Bayangkan ada tiga juta jemaah haji tahun ini. Separuh saja yang menyediakan hewan qurban, maka dibutuhkan 1,5 juta kambing. Ditambah dengan sekitar satu juta orang yang membayar dam karena memilih haji tamattu, maka selama dua bulan musim haji akan disembelih 2,5 juta kambing dan unta.
"Saudagar kambing di Kaa`kia panen besar kalau musim haji," kata Henry seperti layaknya pemandu wisata.
Selama dua bulan musim haji, seorang saudagar kambing bisa menjual 3.000-5.000 kambing dibanding bulan-bulan biasa. Sementara untuk unta bisa dijual sekitar 1.000 sampai 2.000 pada periode yang sama.
Begitu kami sampai di Kaa`kia, mobil belum berhenti sudah dikerubungi para pedagang, pekerja dan tukang jagal. Umumnya berkulit hitam kelam dan memakai baju seragam warna merah. Agak seram melihat mereka karena semuanya menenteng golok dan menggenggam pisau belati. Jumlah penjual dan penjagal ini sangat banyak, nyaris sebanyak kambing-kambing yang mereka tawarkan. Mereka bekerja per kelompok dan bergerombol.
Saat keluar dari mobil, satu kelompok penjagal menarik kami ke satu lapak. Padahal rencananya kami mau keliling lihat-lihat dulu. Idrus, sopir sekaligus penerjemah kami, tampak ribut dengan mereka. Karena tidak tahu bahasa Arab, kami tidak tahu apa yang mereka ributkan. Saya pikir Idrus berusaha membebaskan kami untuk digelandang ke satu lapak.
Tapi lepas dari satu kelompok penjagal, kami dikerubuti kelompok penjagal lainnya. Akhirnya Idrus menyerah. Kami masuk ke satu lapak dan dipertemukan dengan orang Arab yang kamis pastikan adalah pemilik lapak atau saudagar kambingnya. Macam-macam jenis kambing di lapak tersebut. Ada kambing kacang yang kecil-kecil, kambing gunung yang janggutnya keren, biri-biri yang bulunya kribo, dan domba Australia yang tanduknya panjang.
Harga kambing bervariasi antara 300 sampai 1.000 riyal. Untuk unta harganya antara 3000 sampai 4.000 riyal. Kalau dirupiahkan, hitung sendiri. Matematika saya jeblog. Satu riyal kalau dikurs kira-kira Rp2.400.
"Yang ini 400 riyal, haji. Murah. Murah...," kata Jaafar bin Abdul Wahab, si saudagar kambing.
Tawar menawar terjadi. Akhirnya Jaafar memberi harga pamungkas. Kalau dia yang pilihkan, harganya 350 riyal. Tapi kalau kami yang pilih, harganya 370 riyal. Karena mau yang bagus, besar dan jantan, kami pilih sendiri. Kami menunjuk kambing yang kami pilih di kandang, anak buah Jaafar menarik si kambing dan mengangkat satu kaki belakang untuk memperlihatkan torpedo si kambing.
"Ini kambing jantan. Halal," kata anak buah Jaafar.
Untuk hewan qurban, kambing jantan lebih diutamakan ketimbang yang betina. Makanya menunjukan alat kelamin si kambing merupakan atraksi menarik di Kaa`kia yang baunya minta ampun meski kami semua mengenakan masker penutup mulut dan hidung.
Digiring ke tempat penyembelihan
Setelah transaksi jual beli selesai kami pergi ke rumah potong hewan yang berada di bagian samping pasar. Kami berjalan kaki mengikuti si penjagal yang menggiring kambing dengan memegang kepalanya. Kami lihat kambing-kambing itu manut saja digiring ke tempat penyembelihan. Kalau saja dia tahu mau dibantai, pastinya sudah berontak atau kabur lintang pukang.
Usai membayar biaya potong sebesar 20 riyal per kambing, si tukang jagal mencabut goloknya yang tajam. Satu persatu kambing disembelih dengan menyebut nama siapa yang membayar dam atau siapa yang berkurban.
Menyaksikan bagaimana si penjagal memotong hewan ternak tersebut, saya tiba-tiba teringat bagaimana Nabi Ibrahim menyembelih anaknya, Ismail, yang menjadi cikal bakal ibadah qurban. Saya pernah membaca buku "Hajj" karangan Dr Ali Shariati. Cendikiawan Mmuslim asal Iran itu secara dramatis menggambarkan proses penyembelihan itu. Berikut saya kutipkan:
"Ibrahim berserah diri kepada Allah. Ia semakin gentar. Keputusan telah diambilnya. Ia pun bangkit. Diambilnya sebuah pisau dan dengan sebuah batu pisau itu diasahnya. Sanggupkah ia melakukan hal itu kepada puteranya yang sedemikian dicintainya itu?"
"Ismail, manusia gagah berani yang menerima kehendak Allah, tetapi tenang dan tidak berkata apa-apa. Seolah tak satupun yang akan terjadi."
"Kemudian Ibrahim membawa remaja itu ke tempat pengorbanan, menyuruhnya berbaring di tanah, menginjak kaki dan tangannya, dan menjambak rambutnya, mendongakkan kepalanya agar urat-urat nadi di lehernya terlihat".
"Dengan nama Allah, Ibrahim menaruh pisau di tenggorokan puteranya. Ia ingin menyembelih Ismail secepat mungkin. Lelaki tua itu ingin menyelesaikan kewajibannya itu dalam seketika. Tetapi apakah yang terjadi? Pisaunya tidak dapat melukai Ismail."
"Ismail mengaduh: "Sakit sekali. Engkau menyiksaku!"
"Dengan berang Ibrahim mencampakkan pisaunya dan seperti seekor singa yang terluka ia meraung: "Apakah aku bukan ayahnya? Apakah aku bukan ayahnya?"
Segera pisau itu dipungutnya kembali dan sekali lagi ia mencoba menyembelih Ismail. Kali ini Ismail tetap tenang. Bahkan bergerak pun tidak. Tetapi sebelum pisau itu menyentuh dirinya, tiba-tiba muncullah seekor kambing yang disertai seruan Allah:
"Wahai Ibrahim! Sesungguhnya Allah tidak menghendaki agar engkau mengorbankan Ismail. Inilah seekor kambing sebagai tebusannya. Engkau telah melaksanakan perintah! Sesungguhnya Allah Maha Besar!".
Tertunduk dan diam
Penulis tertunduk dan terdiam ketika kambing atas nama Akhmad Kusaeni, nama saya sendiri, dibawa si penjagal Afrika berbaju merah itu ke tempat pengorbanan, membaringkan hewan ternak itu di lantai bertegel putih. Lalu si penjagal menginjak kaki dan tangannya, dan menjambak tanduknya. Kemudian mendongakkan kepalanya agar urat-urat nadi di lehernya terlihat.
Dengan nama Allah, si penjagal dari Kaa`kia menaruh pisau di tenggorokan kambing yang terbaring pasrah. Si penjagal berusaha menyembelih si kambing secepat mungkin. Lelaki Afrika mirip algojo itu tampak ingin menyelesaikan kewajibannya itu dalam seketika. Dan sreetttttt.....darah memuncrat. Lantai bersimbah darah.
Si penjagal mengangkat pisaunya. Membersihkan pisau tajam itu dari ceceran darah dengan air dari selang. Memasukkan pisau kebanggannya itu ke dalam sarungnya di pinggang. Ia menyalami saya.
"Khalas...(sudah)? katanya tersenyum memperlihatkan gigi putihnya dari wajahnya yang legam.
(*Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi Antara)
Akhmad Kusaeni (Dokumentasi Pribadi)
Mekkah (ANTARA News) - Musim haji tahun ini lebih dari tiga juta orang dari seluruh dunia datang ke Tanah Suci Mekkah untuk memenuhi panggilan Nabi Ibrahim. Salah satu yang disunahkan pada Idul Adha atau Idul Kurban adalah menyembelih hewan ternak seperti kambing, sapi atau unta.
Sebaliknya, menyembelih ternak malah jadi wajib hukumnya bagi jamaah haji yang melanggar larangan selama ihram. Itu sebagai "dam" atau denda. Selama melaksanakan ihram, terdapat sejumlah larangan seperti memakai pakaian berjahit, memakai parfum, atau menggigit dan memotong kuku.
Bermesraan atau berhubungan suami isteri selama ihram wajib menyembelih seekor kambing dan hajinya tidak sah. Bagi haji tamattu , juga diwajibkan menyediakan hewan kurban. Haji tamattu adalah jamaah yang melaksanakan umrah jauh sebelum mengambil hajinya.
Sebagai haji tamattu, penulis bersama jutaan umat Islam lain tidak mampu bertahan dalam pakaian ihram sekian lama. Penulis dan rombongan Amirul Haj datang ke Mekkah pada 23 Oktober 2011 dalam keadaan ihram, tawaf, sa`i, lalu langsung tahalul. Dengan begitu kami selesai menunaikan umrah dan boleh kembali memakai pakain biasa.
Kami harus menunggu sampai saat dimulainya prosesi haji tiba pada 8 Dzulhijah atau 4 Nopember 2011 untuk kembali ihram dari tempat kediaman kami di Mekkah. Baru kami berangkat haji dengan bermalam di Mina dan Musdalifah serta wukuf di Padang Arafah.
Untuk haji semacam itu kami diwajibkan menyediakan hewan kurban atau bagi yang tidak menyembelih hewan wajib berpuasa 10 hari. Tiga hari puasa dilakukan di Tanah Suci dan tujuh hari sisanya bisa di negara asal, yaitu di Indonesia. Ketimbang puasa, saya memilih mencari hewan kurban.
Maka berangkatlah saya ke pasar ternak Kaa?kia satu mobil bersama tiga rombongan Amirul Haj untuk berburu kambing qurban. Mereka adalah staf Ahli Menkominfo Henry Subiakto, Kepala Pusat Informasi dan Humas Kementerian Agama Zubaidi dan Agus Subeno, pejabat Badan Pusat Statistik. Sopir kami Idrus, asal Makassar, merangkap sebagai penerjemah.
Dari kantor Misi Haji Indonesia di kawasan Mina, perjalanan di tempuh selama 20 menit. Sejak kami menginjak kota Mekkah, Henry Subiakto yang sudah empat kali naik haji, berkali-kali mengatakan akan mengajak kami ke kawasan seluas 500 meter persegi yang dipenuhi ribuan kambing, sapi dan unta.
Bisnis menggiurkan
Bisnis hewan ternak selama musim haji, kata Henry, sangat menggiurkan. Saudagar kambing dan unta di Kaa`kia adalah warga Arab Saudi namun pengelolanya orang asing dari berbagai negara, khususnya orang-orang kulit hitam Afrika terutama asal Yaman dan Sudan.
Bayangkan ada tiga juta jemaah haji tahun ini. Separuh saja yang menyediakan hewan qurban, maka dibutuhkan 1,5 juta kambing. Ditambah dengan sekitar satu juta orang yang membayar dam karena memilih haji tamattu, maka selama dua bulan musim haji akan disembelih 2,5 juta kambing dan unta.
"Saudagar kambing di Kaa`kia panen besar kalau musim haji," kata Henry seperti layaknya pemandu wisata.
Selama dua bulan musim haji, seorang saudagar kambing bisa menjual 3.000-5.000 kambing dibanding bulan-bulan biasa. Sementara untuk unta bisa dijual sekitar 1.000 sampai 2.000 pada periode yang sama.
Begitu kami sampai di Kaa`kia, mobil belum berhenti sudah dikerubungi para pedagang, pekerja dan tukang jagal. Umumnya berkulit hitam kelam dan memakai baju seragam warna merah. Agak seram melihat mereka karena semuanya menenteng golok dan menggenggam pisau belati. Jumlah penjual dan penjagal ini sangat banyak, nyaris sebanyak kambing-kambing yang mereka tawarkan. Mereka bekerja per kelompok dan bergerombol.
Saat keluar dari mobil, satu kelompok penjagal menarik kami ke satu lapak. Padahal rencananya kami mau keliling lihat-lihat dulu. Idrus, sopir sekaligus penerjemah kami, tampak ribut dengan mereka. Karena tidak tahu bahasa Arab, kami tidak tahu apa yang mereka ributkan. Saya pikir Idrus berusaha membebaskan kami untuk digelandang ke satu lapak.
Tapi lepas dari satu kelompok penjagal, kami dikerubuti kelompok penjagal lainnya. Akhirnya Idrus menyerah. Kami masuk ke satu lapak dan dipertemukan dengan orang Arab yang kamis pastikan adalah pemilik lapak atau saudagar kambingnya. Macam-macam jenis kambing di lapak tersebut. Ada kambing kacang yang kecil-kecil, kambing gunung yang janggutnya keren, biri-biri yang bulunya kribo, dan domba Australia yang tanduknya panjang.
Harga kambing bervariasi antara 300 sampai 1.000 riyal. Untuk unta harganya antara 3000 sampai 4.000 riyal. Kalau dirupiahkan, hitung sendiri. Matematika saya jeblog. Satu riyal kalau dikurs kira-kira Rp2.400.
"Yang ini 400 riyal, haji. Murah. Murah...," kata Jaafar bin Abdul Wahab, si saudagar kambing.
Tawar menawar terjadi. Akhirnya Jaafar memberi harga pamungkas. Kalau dia yang pilihkan, harganya 350 riyal. Tapi kalau kami yang pilih, harganya 370 riyal. Karena mau yang bagus, besar dan jantan, kami pilih sendiri. Kami menunjuk kambing yang kami pilih di kandang, anak buah Jaafar menarik si kambing dan mengangkat satu kaki belakang untuk memperlihatkan torpedo si kambing.
"Ini kambing jantan. Halal," kata anak buah Jaafar.
Untuk hewan qurban, kambing jantan lebih diutamakan ketimbang yang betina. Makanya menunjukan alat kelamin si kambing merupakan atraksi menarik di Kaa`kia yang baunya minta ampun meski kami semua mengenakan masker penutup mulut dan hidung.
Digiring ke tempat penyembelihan
Setelah transaksi jual beli selesai kami pergi ke rumah potong hewan yang berada di bagian samping pasar. Kami berjalan kaki mengikuti si penjagal yang menggiring kambing dengan memegang kepalanya. Kami lihat kambing-kambing itu manut saja digiring ke tempat penyembelihan. Kalau saja dia tahu mau dibantai, pastinya sudah berontak atau kabur lintang pukang.
Usai membayar biaya potong sebesar 20 riyal per kambing, si tukang jagal mencabut goloknya yang tajam. Satu persatu kambing disembelih dengan menyebut nama siapa yang membayar dam atau siapa yang berkurban.
Menyaksikan bagaimana si penjagal memotong hewan ternak tersebut, saya tiba-tiba teringat bagaimana Nabi Ibrahim menyembelih anaknya, Ismail, yang menjadi cikal bakal ibadah qurban. Saya pernah membaca buku "Hajj" karangan Dr Ali Shariati. Cendikiawan Mmuslim asal Iran itu secara dramatis menggambarkan proses penyembelihan itu. Berikut saya kutipkan:
"Ibrahim berserah diri kepada Allah. Ia semakin gentar. Keputusan telah diambilnya. Ia pun bangkit. Diambilnya sebuah pisau dan dengan sebuah batu pisau itu diasahnya. Sanggupkah ia melakukan hal itu kepada puteranya yang sedemikian dicintainya itu?"
"Ismail, manusia gagah berani yang menerima kehendak Allah, tetapi tenang dan tidak berkata apa-apa. Seolah tak satupun yang akan terjadi."
"Kemudian Ibrahim membawa remaja itu ke tempat pengorbanan, menyuruhnya berbaring di tanah, menginjak kaki dan tangannya, dan menjambak rambutnya, mendongakkan kepalanya agar urat-urat nadi di lehernya terlihat".
"Dengan nama Allah, Ibrahim menaruh pisau di tenggorokan puteranya. Ia ingin menyembelih Ismail secepat mungkin. Lelaki tua itu ingin menyelesaikan kewajibannya itu dalam seketika. Tetapi apakah yang terjadi? Pisaunya tidak dapat melukai Ismail."
"Ismail mengaduh: "Sakit sekali. Engkau menyiksaku!"
"Dengan berang Ibrahim mencampakkan pisaunya dan seperti seekor singa yang terluka ia meraung: "Apakah aku bukan ayahnya? Apakah aku bukan ayahnya?"
Segera pisau itu dipungutnya kembali dan sekali lagi ia mencoba menyembelih Ismail. Kali ini Ismail tetap tenang. Bahkan bergerak pun tidak. Tetapi sebelum pisau itu menyentuh dirinya, tiba-tiba muncullah seekor kambing yang disertai seruan Allah:
"Wahai Ibrahim! Sesungguhnya Allah tidak menghendaki agar engkau mengorbankan Ismail. Inilah seekor kambing sebagai tebusannya. Engkau telah melaksanakan perintah! Sesungguhnya Allah Maha Besar!".
Tertunduk dan diam
Penulis tertunduk dan terdiam ketika kambing atas nama Akhmad Kusaeni, nama saya sendiri, dibawa si penjagal Afrika berbaju merah itu ke tempat pengorbanan, membaringkan hewan ternak itu di lantai bertegel putih. Lalu si penjagal menginjak kaki dan tangannya, dan menjambak tanduknya. Kemudian mendongakkan kepalanya agar urat-urat nadi di lehernya terlihat.
Dengan nama Allah, si penjagal dari Kaa`kia menaruh pisau di tenggorokan kambing yang terbaring pasrah. Si penjagal berusaha menyembelih si kambing secepat mungkin. Lelaki Afrika mirip algojo itu tampak ingin menyelesaikan kewajibannya itu dalam seketika. Dan sreetttttt.....darah memuncrat. Lantai bersimbah darah.
Si penjagal mengangkat pisaunya. Membersihkan pisau tajam itu dari ceceran darah dengan air dari selang. Memasukkan pisau kebanggannya itu ke dalam sarungnya di pinggang. Ia menyalami saya.
"Khalas...(sudah)? katanya tersenyum memperlihatkan gigi putihnya dari wajahnya yang legam.
(*Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi Antara)
Selasa, 01 November 2011
Mati ketawa ala jamaah haji
oleh : Akhmad Kusaeni
Madinah (ANTARA News) - Di balik kekhusuan ibadah, ternyata banyak hal unik dan lucu dialami jamaah haji Indonesia. Berikut sejumlah cerita mati ketawa ala jamaah haji.
Seorang jamaah haji asal Purwokerto, sebut saja namanya Fulan, sedang menunggu angkutan di sebuah halte dekat maktabnya untuk ke Masjidil Haram. Setiap kali bus datang, dia mengurungkan niatnya untuk naik. Bus datang lagi, urung lagi. Datang lagi, urung lagi. Begitu seterusnya dari pagi sampai menjelang waktu zhuhur tiba.
Usut punya usut ternyata si Fulan tidak berani naik ke bus karena setiap berhenti di halte, kernetnya teriak: "Haram! Haram!".
"Si Fulan mengira kalau dia tak boleh naik ke bus karena kernetnya bilang `Haram.Haram!` seperti kondektur Metromini Jakarta yang bilang `Grogol.Grogol!," kata mantan Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi sambil terkekeh-kekeh.
Saat dikasih tahu bahwa Fulan bukan tidak boleh naik bus melainkan bus itu memang jurusan Masjidil Haram, dia punya ide besar. Kelak jika kembali ke Tanah Air, dia akan bangun sebuah mesjid yang akan dia beri nama "Masjidil Halal".
"Supaya jangan ada orang terkecoh seperti saya. Dikira Haram, ternyata Halal," kata si Fulan seperti diceritakan KH. Hasyim Muzadi.
Wakil Amirul Haj itu punya banyak cerita lucu lain seputar jemaah haji karena dulu ia sering membawa rombongan jemaah dari Jawa Timur.
Mereka kebanyakan berasal dari kampung-kampung, lugu-lugu, dan baru keluar negeri untuk pertama kalinya. Ibaratnya, mereka tembak langsung ke Mekkah dari desanya di Jawa sana.
Persoalannya adalah sejak di pesawat jemaah asal ndeso itu tidak faham bagaimana menggunakan toilet. Toilet di pesawat menjadi bau karena jemaah ada yang pipis di lantai kamar mandi. Ada juga yang buang air besar tidak disiram karena tidak tahu cara menekan tombol "Flush"-nya.
Begitu juga yang terjadi di pemondokan. KH. Hasyim menemukan ada jemaah yang kencing di westafel, sehingga tempat cuci tangan dan cuci muka itu bau pesing. Jemaah yang ditanya tidak ada yang mau ngaku. Lalu ia mengumpulkan jemaahnya untuk mencari tahu siapa yang kencing tidak pada tempatnya itu.
Kyai Hasyim melakukan semacam "brainstorming" untuk meminta pendapat jemaah bagaimana kamar mandi yang bersih, khususnya urinoir yang diidamkan oleh jemaah.
"Apakah tempat kencing di pemondokan ini sudah baik?" tanya Kyai Hasyim memancing.
Seorang kakek menjawab dengan lugunya: "Sebenarnya yang sekarang sudah baik pak Kyai, cuma terlalu tinggi. Tadi pagi saya kencing susah, karena ketinggian saya bawa kursi ke kamar mandi".
Maka tahulah Kyai Hasyim siapa oknum jemaah yang kencing di westafel.
Tetap haji Saleh
Masih cerita lucu tentang jemaahnya Kyai Hasyim. Suatu ketika kyai yang pernah menjadi calon Wakil Presiden itu obrol-obrol dengan jemaah bernama Saleh yang akan berangkat haji untuk ketiga kalinya.
"Apakah sekarang ini pak Saleh hajinya Haji Ifrad atau Haji Tamattu?" tanya Kyai Hasyim.
"Bukan dua-duanya kyai. Saya tetap Haji Saleh. Nggak pernah ganti nama," jawab Saleh yang tidak mengerti apa itu Haji Ifrad atau Haji Tamattu.
Menurut Buku Pintar Calon Haji karya Fahmi Anwar, Haji Ifrad adalah mereka yang langsung mengambil haji termasuk wukuf dan melempar jumrah tanpa umroh terlebih dahulu. Sebaliknya, Haji Tamattu adalah mereka yang melakukan umroh baru kemudian mengambil hajinya.
Soal Haji Tamattu ada cerita lain yang membuat saya ketawa ngakak.
Beberapa hari lalu saya bersama Kepala Informasi dan Humas Kemenag Zubaidi meninjau kelompok jemaah haji asal Grobogan yang terkena musibah akibat bus yang ditumpangi menabrak pembatas jalan. Salah satu korban yang menderita luka parah adalah Sukirno, umur 84 tahun. Kaki kanannya patah sehingga harus dioperasi dan dipasang alat penyambung tulang.
Ketika kami menengok di kamarnya, Sukirno tergolek di tempat tidur meski kondisinya sudah jauh lebih baik. Oleh karena tidak bisa jalan, Sukirno tidak bisa banyak beribadah seperti shalat di Masjidil Haram seperti teman-temannya. Ia hanya bisa beraktifitas di seputar kamar saja.
"Pak Kirno itu Haji Tamattu: tangi, mangan, turu! Kerjaannya cuma bangun, makan dan tidur saja," kata teman sekamar Sukirno.
Seperti masa kampanye
Kebiasan buruk jemaah di Indonesia juga terbawa sampai ke Tanah Suci. Jarak antara Masjidil Haram dan pemondokan jemaah haji umumnya sekitar satu atau dua kilometer jauhnya.
Sebetulnya disediakan angkutan "shuttle bus" yang bisa antar pulang gratis. Tapi karena jemaah haji Indonesia kurang faham dan tak bisa membaca rute bus yang pakai bahasa Arab, mereka ambil jalan pintas. Mereka sewa berombongan mobil pick up yang baknya terbuka.
"Mereka rame-rame berdiri di bak terbuka seperti saat Pemilu atau kampanye presiden. Saya lihat ada yang teriak Hidup PPP segala," kata Wakil Amirul Haj KH Abdul Mu`ti saat rapat evaluasi bersama Menteri Agama Suryadharma Ali yang juga Ketua Umum PPP. Mungkin Kyai Mu'ti sekedar bercanda saja.
"Pasti yang teriak itu orang Muhammadiyah simpatisan PPP," komentar Suryadharma kepada Kyai Mu?ti yang adalah Sekjen PP Muhammadiyah. Peserta rapat yang mendengar candaan itu tertawa terbahak-bahak.
Kebiasan buruk lain yang dibawa dari Indonesia ke Tanah Suci adalah kebiasan corat coret dan vandalisme. Mereka mencorat-coret Tugu Kasih Sayang tempat pertemuan Adam dan Hawa di Jabal Rahmah dengan tulisan "X Loves Y" dengan harapan enteng jodoh atau cinta dengan pasangannya bisa kekal abadi. Mereka juga menulis macam-macam di batu-batu sekitar Gua Hira.
Bahkan yang lebih parah, kata Kyai Mu`ti, jemaah haji Indonesia juga mencorat-coret pembatas Raudah di Mesjid Nabawi dan bahkan tenda-tenda tahan api di Mina dan Arafah. Apa sih yang ditulis oleh mereka?
Salah satunya adalah tulisan berikut ini:
"Alhamdulillah ya...sudah sampai Raudah. Sesuatu banget deh!". Corat coret gaya Syahrini banget.
Ada juga yang menulis ucapan syukur bisa ke Tanah Suci. Menurut Agus Subeno, pejabat dari Badan Pusat Statistik yang juga rombongan Amirul haj, dia pernah melihat ada tulisan seperti itu di Raudah.
"Pokoknya dia tulis syukur bisa memenuhi panggilan Nabi Ibrahim. Lalu dia minta supaya sanak keluarganya bisa naik haji juga. Ditulislah nama semua anak, isteri, keponakan, dan cucu cicitnya. Panjang bener. Habis itu dikasih tanda tangan," kata ahli survei itu.
"Dikentutin" orang Afrika
Pengalaman unik dan lucu tidak hanya dialami jemaah, tapi juga oleh petugas haji termasuk wartawan. Seorang wartawan yang bertugas di Media Center Haji (MCH), sebut saja namanya Haji Warta, percaya betul akan hukum karma dan keajaiban-keajaiban yang bisa dialami oleh jemaah saat menjalankan ibadah haji.
Misalnya saja, kalau di Indonesia dia seorang yang murah hati suka bagi-bagi rejeki, maka di Tanah Suci tiba-tiba banyak orang tak dikenal kasih-kasih dia apa saja, dari mulai sekedar makanan, cenderamata sampai uang riyal. Ada juga wartawan yang sombong karena sudah sering ke luar negeri lalu menganggap enteng bisa pulang sendiri dari Masjidil Haram ke pemondokannya.
"Eh, dia ternyata tersesat. Biasanya wartawan memberitakan jemaah yang tersesat, ternyata wartawannya sendiri tersesat," kata Haji Warta.
Khusus hukum karma yang dia alami sendiri, Haji Warta menceritakan pengalamannya. Ia mengaku doyan kentut. Kalau sudah mau buang gas, dia tidak bisa menahan diri. Haji Warta bisa kentut dimana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja seperti iklan minuman kaleng. Di ruang kerja kentut, saat rapat kentut, bahkan di lift dia mengaku sering kentutin orang.
"Tahu nggak pak? Di Tanah Suci saya dibalas dikentutin orang melulu," cerita Haji Warta kepada saya.
Ia mengatakan baru saja dikentutin jemaah haji berkulit hitam berbadan tinggi dan besar. Saat habis tawaf dan sedang berjalan meninggalkan Masjidil Haram, tiba-tiba seorang jemaah haji asal Afrika bergegas melewatinya. Begitu terlewati dan berada persis di depan Haji Warta, si Afika berhenti sebentar dan "brutttt...." buang gas persis ke muka Haji Warta.
"Celakanya, habis kentut begitu, dia menengok ke saya dan tersenyum-senyum. Habis itu, dia jalan begitu saja. Dargombes!," kata Haji Warta memelas.
Dargombes adalah umpatan khas Jawa Timuran untuk mengganti kata "Diancuk" yang sangat vulgar.
Madinah (ANTARA News) - Di balik kekhusuan ibadah, ternyata banyak hal unik dan lucu dialami jamaah haji Indonesia. Berikut sejumlah cerita mati ketawa ala jamaah haji.
Seorang jamaah haji asal Purwokerto, sebut saja namanya Fulan, sedang menunggu angkutan di sebuah halte dekat maktabnya untuk ke Masjidil Haram. Setiap kali bus datang, dia mengurungkan niatnya untuk naik. Bus datang lagi, urung lagi. Datang lagi, urung lagi. Begitu seterusnya dari pagi sampai menjelang waktu zhuhur tiba.
Usut punya usut ternyata si Fulan tidak berani naik ke bus karena setiap berhenti di halte, kernetnya teriak: "Haram! Haram!".
"Si Fulan mengira kalau dia tak boleh naik ke bus karena kernetnya bilang `Haram.Haram!` seperti kondektur Metromini Jakarta yang bilang `Grogol.Grogol!," kata mantan Ketua PBNU KH Hasyim Muzadi sambil terkekeh-kekeh.
Saat dikasih tahu bahwa Fulan bukan tidak boleh naik bus melainkan bus itu memang jurusan Masjidil Haram, dia punya ide besar. Kelak jika kembali ke Tanah Air, dia akan bangun sebuah mesjid yang akan dia beri nama "Masjidil Halal".
"Supaya jangan ada orang terkecoh seperti saya. Dikira Haram, ternyata Halal," kata si Fulan seperti diceritakan KH. Hasyim Muzadi.
Wakil Amirul Haj itu punya banyak cerita lucu lain seputar jemaah haji karena dulu ia sering membawa rombongan jemaah dari Jawa Timur.
Mereka kebanyakan berasal dari kampung-kampung, lugu-lugu, dan baru keluar negeri untuk pertama kalinya. Ibaratnya, mereka tembak langsung ke Mekkah dari desanya di Jawa sana.
Persoalannya adalah sejak di pesawat jemaah asal ndeso itu tidak faham bagaimana menggunakan toilet. Toilet di pesawat menjadi bau karena jemaah ada yang pipis di lantai kamar mandi. Ada juga yang buang air besar tidak disiram karena tidak tahu cara menekan tombol "Flush"-nya.
Begitu juga yang terjadi di pemondokan. KH. Hasyim menemukan ada jemaah yang kencing di westafel, sehingga tempat cuci tangan dan cuci muka itu bau pesing. Jemaah yang ditanya tidak ada yang mau ngaku. Lalu ia mengumpulkan jemaahnya untuk mencari tahu siapa yang kencing tidak pada tempatnya itu.
Kyai Hasyim melakukan semacam "brainstorming" untuk meminta pendapat jemaah bagaimana kamar mandi yang bersih, khususnya urinoir yang diidamkan oleh jemaah.
"Apakah tempat kencing di pemondokan ini sudah baik?" tanya Kyai Hasyim memancing.
Seorang kakek menjawab dengan lugunya: "Sebenarnya yang sekarang sudah baik pak Kyai, cuma terlalu tinggi. Tadi pagi saya kencing susah, karena ketinggian saya bawa kursi ke kamar mandi".
Maka tahulah Kyai Hasyim siapa oknum jemaah yang kencing di westafel.
Tetap haji Saleh
Masih cerita lucu tentang jemaahnya Kyai Hasyim. Suatu ketika kyai yang pernah menjadi calon Wakil Presiden itu obrol-obrol dengan jemaah bernama Saleh yang akan berangkat haji untuk ketiga kalinya.
"Apakah sekarang ini pak Saleh hajinya Haji Ifrad atau Haji Tamattu?" tanya Kyai Hasyim.
"Bukan dua-duanya kyai. Saya tetap Haji Saleh. Nggak pernah ganti nama," jawab Saleh yang tidak mengerti apa itu Haji Ifrad atau Haji Tamattu.
Menurut Buku Pintar Calon Haji karya Fahmi Anwar, Haji Ifrad adalah mereka yang langsung mengambil haji termasuk wukuf dan melempar jumrah tanpa umroh terlebih dahulu. Sebaliknya, Haji Tamattu adalah mereka yang melakukan umroh baru kemudian mengambil hajinya.
Soal Haji Tamattu ada cerita lain yang membuat saya ketawa ngakak.
Beberapa hari lalu saya bersama Kepala Informasi dan Humas Kemenag Zubaidi meninjau kelompok jemaah haji asal Grobogan yang terkena musibah akibat bus yang ditumpangi menabrak pembatas jalan. Salah satu korban yang menderita luka parah adalah Sukirno, umur 84 tahun. Kaki kanannya patah sehingga harus dioperasi dan dipasang alat penyambung tulang.
Ketika kami menengok di kamarnya, Sukirno tergolek di tempat tidur meski kondisinya sudah jauh lebih baik. Oleh karena tidak bisa jalan, Sukirno tidak bisa banyak beribadah seperti shalat di Masjidil Haram seperti teman-temannya. Ia hanya bisa beraktifitas di seputar kamar saja.
"Pak Kirno itu Haji Tamattu: tangi, mangan, turu! Kerjaannya cuma bangun, makan dan tidur saja," kata teman sekamar Sukirno.
Seperti masa kampanye
Kebiasan buruk jemaah di Indonesia juga terbawa sampai ke Tanah Suci. Jarak antara Masjidil Haram dan pemondokan jemaah haji umumnya sekitar satu atau dua kilometer jauhnya.
Sebetulnya disediakan angkutan "shuttle bus" yang bisa antar pulang gratis. Tapi karena jemaah haji Indonesia kurang faham dan tak bisa membaca rute bus yang pakai bahasa Arab, mereka ambil jalan pintas. Mereka sewa berombongan mobil pick up yang baknya terbuka.
"Mereka rame-rame berdiri di bak terbuka seperti saat Pemilu atau kampanye presiden. Saya lihat ada yang teriak Hidup PPP segala," kata Wakil Amirul Haj KH Abdul Mu`ti saat rapat evaluasi bersama Menteri Agama Suryadharma Ali yang juga Ketua Umum PPP. Mungkin Kyai Mu'ti sekedar bercanda saja.
"Pasti yang teriak itu orang Muhammadiyah simpatisan PPP," komentar Suryadharma kepada Kyai Mu?ti yang adalah Sekjen PP Muhammadiyah. Peserta rapat yang mendengar candaan itu tertawa terbahak-bahak.
Kebiasan buruk lain yang dibawa dari Indonesia ke Tanah Suci adalah kebiasan corat coret dan vandalisme. Mereka mencorat-coret Tugu Kasih Sayang tempat pertemuan Adam dan Hawa di Jabal Rahmah dengan tulisan "X Loves Y" dengan harapan enteng jodoh atau cinta dengan pasangannya bisa kekal abadi. Mereka juga menulis macam-macam di batu-batu sekitar Gua Hira.
Bahkan yang lebih parah, kata Kyai Mu`ti, jemaah haji Indonesia juga mencorat-coret pembatas Raudah di Mesjid Nabawi dan bahkan tenda-tenda tahan api di Mina dan Arafah. Apa sih yang ditulis oleh mereka?
Salah satunya adalah tulisan berikut ini:
"Alhamdulillah ya...sudah sampai Raudah. Sesuatu banget deh!". Corat coret gaya Syahrini banget.
Ada juga yang menulis ucapan syukur bisa ke Tanah Suci. Menurut Agus Subeno, pejabat dari Badan Pusat Statistik yang juga rombongan Amirul haj, dia pernah melihat ada tulisan seperti itu di Raudah.
"Pokoknya dia tulis syukur bisa memenuhi panggilan Nabi Ibrahim. Lalu dia minta supaya sanak keluarganya bisa naik haji juga. Ditulislah nama semua anak, isteri, keponakan, dan cucu cicitnya. Panjang bener. Habis itu dikasih tanda tangan," kata ahli survei itu.
"Dikentutin" orang Afrika
Pengalaman unik dan lucu tidak hanya dialami jemaah, tapi juga oleh petugas haji termasuk wartawan. Seorang wartawan yang bertugas di Media Center Haji (MCH), sebut saja namanya Haji Warta, percaya betul akan hukum karma dan keajaiban-keajaiban yang bisa dialami oleh jemaah saat menjalankan ibadah haji.
Misalnya saja, kalau di Indonesia dia seorang yang murah hati suka bagi-bagi rejeki, maka di Tanah Suci tiba-tiba banyak orang tak dikenal kasih-kasih dia apa saja, dari mulai sekedar makanan, cenderamata sampai uang riyal. Ada juga wartawan yang sombong karena sudah sering ke luar negeri lalu menganggap enteng bisa pulang sendiri dari Masjidil Haram ke pemondokannya.
"Eh, dia ternyata tersesat. Biasanya wartawan memberitakan jemaah yang tersesat, ternyata wartawannya sendiri tersesat," kata Haji Warta.
Khusus hukum karma yang dia alami sendiri, Haji Warta menceritakan pengalamannya. Ia mengaku doyan kentut. Kalau sudah mau buang gas, dia tidak bisa menahan diri. Haji Warta bisa kentut dimana saja, kapan saja, dan bagi siapa saja seperti iklan minuman kaleng. Di ruang kerja kentut, saat rapat kentut, bahkan di lift dia mengaku sering kentutin orang.
"Tahu nggak pak? Di Tanah Suci saya dibalas dikentutin orang melulu," cerita Haji Warta kepada saya.
Ia mengatakan baru saja dikentutin jemaah haji berkulit hitam berbadan tinggi dan besar. Saat habis tawaf dan sedang berjalan meninggalkan Masjidil Haram, tiba-tiba seorang jemaah haji asal Afrika bergegas melewatinya. Begitu terlewati dan berada persis di depan Haji Warta, si Afika berhenti sebentar dan "brutttt...." buang gas persis ke muka Haji Warta.
"Celakanya, habis kentut begitu, dia menengok ke saya dan tersenyum-senyum. Habis itu, dia jalan begitu saja. Dargombes!," kata Haji Warta memelas.
Dargombes adalah umpatan khas Jawa Timuran untuk mengganti kata "Diancuk" yang sangat vulgar.
Langganan:
Postingan (Atom)