Senin, 31 Oktober 2011

Khutbah terakhir di Padang Arafah

Oleh Akhmad Kusaeni*

Padang Arafah, Mekkah (ANTARA News) - Tak sabar hati ini menanti saat wukuf di Padang Arafah pada 9 Dzulhijah yang bertepatan dengan hari Sabtu, 5 November 2011. Saya sudah ke Gua Hira, tempat wahyu pertama diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Saya tentunya harus ke Arafah, tempat Malaikat Jibril menyampaikan wahyu terakhir.

Jika surat Al-Alaq ayat 1-5 turun untuk memulai proses kenabian Muhammad, maka surat Al Maidah ayat 3 turun untuk mengakhiri tugas kenabian Rasulullah. Dari Gua Hira Islam pertama kalinya disiarkan. Di Padang Arafah, Islam dituntaskan dan disempurnakan.

Diriwayatkan bahwa surat terakhir diturunkan sesudah waktu Asyar pada hari Jumat di Padang Arafah saat musim haji penghabisan atau haji Wada. Seminggu sebelum 9 Dzulhijah, saya bergegas ke Padang Arafah. Jaraknya kira-kira 22 km sebelah tenggara Masjidil Haram.

Sebagai pengarah Media Center Haji (MCH) saya dibekali Kijang Inova baru --joknya masih dibungkus plastik-- lengkap dengan supir bernama Idrus. Saya ajak Ahmad Wijaya, wartawan Antara yang bertugas di MCH, untuk menemani. Dari kantor Misi Haji Indonesia yang berlokasi di kawasan Mina, perjalanan ke Padang Arafah hanya sekitar 15 menit saja.

Arafah adalah padang seluas 10,4 km persegi. Dulu sangat gersang, tapi kini mulai hijau ditumbuhi pepohonan yang satu jenisnya disebut orang Arab sebagai "Pohon Soekarno" karena bibitnya merupakan hadiah dari Presiden RI pertama tersebut. Sejumlah petugas tampak memasang tenda-tenda yang dipersiapkan bagi jemaah haji yang akan melakukan wukuf, berdoa, dan berzikir di bebatuan di Arafah.

Pemerintah Arab Saudi tidak membangun gedung atau fasilitas lain di Arafah. Tenda-tenda perkemahan pun hanya dipasang setahun sekali saat musim haji. Barangkali ingin mengikuti sunah Nabi Muhammad saat melakukan haji terakhir atau haji Wada.

Riwayat menceritakan bahwa Rasulullah bertolak ke Padang Arafah dari Mina setelah matahari terbit pada hari kesembilan di bulan Dzulhijah. Waktu itu musim haji tahun 10 Hijriah atau sekira 632 Masehi. Sebuah kemah telah didirikan di padang yang berada di kaki bukit Jabal Rahmah. Muhammad berada di dalam kemah tersebut sampai matahari tergelincir pada waktu dzuhur. Lalu naik unta kesayangannya yang dinamakan Al-Qaswa.

Di atas unta, Muhammad menghadap ke arah kiblat. Ia mengangkat kedua tangannya dan berdoa kepada Allah. Lalu bergegas menuju Wadi Uranah.

Wadi Uranah adalah sebuah lembah yang terletak di akhir Tanah Haram. Di situ sudah menunggu 144 ribu manusia yang berkumpul untuk mendengarkan khutbah atau pidato Nabi. Inilah khutbah paling penting dan sangat emosional yang bersejarah bagi umat muslim karena ajaran Islam dituntaskan dan disempurnakan hari itu. Rasulullah menyampaikan khutbah terakhir.nya sebelum wafat pada 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah (sekira bulan Juni 632 Masehi)



Orator hebat

Muhammad adalah orator hebat di muka bumi. Ia bangkit dari duduknya dan berdiri di kelilingi para pengikutnya yang datang dari berbagai penjuru. Rasulullah menyampaikan khutbah dengan emosional dan menyentuh relung jiwa pendengarnya. Umar bin Khattab, sahabat nabi, diriwayatkan menangis mendengar khutbah tersebut.

Saya pernah membaca isi khutbah nabi tersebut dalam berbagai kitab dan buku. Dengan membaca saja, tanpa berada di tempat dimana khutbah itu disampaikan, saya sudah merasa tergetar dan kelu. Apalagi ketika saya berada di puncak bukit Jabal Rahmah yang di kakinya adalah Padang Arafah. Saya membayangkan diri saya hadir bersama-sama 144 ribu manusia dan mendengarkan khutbah Rasulullah secara langsung di lembah Uranah. Bergidik saya membayangkannya. Merinding tubuh saya.

"Wahai manusia," begitu Muhammad memulai khutbahnya. "Dengarkan apa yang akan aku katakan ini. Aku tidak tahu apakah aku akan dapat bersama kamu semua lagi di sini selepas tahun ini, di tempat ini selamanya," lanjutnya.

"Tahukah kamu semua, hari apa ini?

Dijawab sendiri oleh beliau: "Ini hari Nahar, hari kurban yang suci".

"Tahukah kamu bulan apakah ini? Muhammad bertanya lagi.

"Inilah bulan suci," jawabnya sendiri.

Muhammad masih bertanya lagi: "Tahukah kamu tempat apakah ini?.

"Inilah kota yang suci," katanya sambil menunjuk kota suci Mekkah al Mukarammah.

Dengan suara tinggi dan bergetar, saya bayangkan Muhammad meneruskan khutbahnya. Oleh karena waktu itu tidak ada mikrofon, maka suara Nabi diulang dengan ucapan yang lebih keras oleh Rabi?ah bin Umayyah bin Khalaf.

"Sesungguhnya darah kamu, harta benda kamu dan kehormatan diri kamu telah terpelihara mulai hari ini dan di bulan ini dan di kota ini. Siapa yang memegang amanah, peganglah amanah itu," kata Muhammad. Rabi`ah mengulang dengan ucapan yang lebih keras sehingga terdengar oleh semua jemaah.

Nabi juga menyatakan bahwa segala amalan jahiliyah telah dihapuskan. Tuntutan hutang darah di zaman sebelum Islam telah diampunkan. Nabi mengumumkan bahwa tuntutan utang darah yang dibatalkannya adalah darah Ibnu Rabi`ah bin Haris yang telah dibunuh oleh Huzail.

Di bidang perdata, Muhammad pada hari itu menyatakan riba sebagai haram. Ketika Nabi membatalkan riba yang akan diterima oleh Abbas bin Abdul Muthalib, saya membayangkan para jemaah menyambutnya dengan ucapan syukur dan takbir.

Sambutan dan takbir makin bergemuruh ketika Nabi mengumumkan bahwa semua orang mukmin adalah bersaudara dan oleh karena itu tidak halal bagi seorang muslim mengambil harta orang lain kecuali atas izin pemiliknya. Intinya Nabi berpesan agar jangan mencuri dan merampas hak orang lain.



Umat bersedih

Suasana menjadi sedikit sedih saat Nabi dengan suara berat dan bergetar mengatakan bahwa sesungguhnya tidak ada lagi Nabi selepasnya dan tidak ada lagi umat setelah kaum muslimin. Dengan mata berlinang, saya membayangkan, Muhammad menyeru agar mereka menyembah Allah, menunaikan shalat lima waktu, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan membayar zakat. Terakhir, Nabi juga menyerukan agar umat mengerjakan haji ke baitullah atau rumah Allah.

"Untuk itu," janji Nabi, "kamu akan masuk surga".

Bisa dibayangkan bagaimana galaunya jemaah yang mendengar khutbah seperti itu. Rasanya campur aduk antara gembira dan duka. Koq pidato Nabi kali ini lain dari biasanya.

Tak lama setelah Muhammad menyampaikan khutbah itu turunlah firman Allah yang terakhir.

"Pada hari ini," kata Muhammad mengutip surat Al Maidah ayat yang ketiga, "Aku telah sempurnakan bagi kamu agama kamu, mencukupkan nikmat-Ku kepadamu, dan meridhoi bagi kamu Islam sebagai agamamu".

Para sahabat Nabi menangis. Jemaah meneteskan air mata. Bahkan Umar bin Khathab yang keras hati dan tak pernah menangis tak kuasa menahan tangis. Abu Bakar, sahabat nabi yang lain, juga tak dapat menahan kesedihannya. Ia pun kembali ke rumah, lalu mengunci pintu dan menangis sekuat-kuatnya. Abu Bakar menangis dari pagi hingga malam.



Nabi wafat

Seperti itulah khutbah perpisahan Muhammad. Dan memang benar, beberapa bulan kemudian setelah khutbah di lembah Uranah tersebut, Nabi Muhammad wafat pada 12 Rabiul Awal tahun 11 Hijriah.

Saya menduga, mungkin peristiwa itulah yang membuat wukuf di Padang Arafah menjadi rukun haji yang utama. Supaya umat Islam mengenang kembali khutbah terakhir Nabi dan mengamalkan pesan-pesannya. Agar umat memaklumi bahwa agama mereka telah disempurnakan dan firman Tuhan terakhir telah disampaikan di Padang Arafah.

Oleh karena menjadi rukun haji, barang siapa tidak melaksanakan wukuf berarti hukumnya adalah seperti tidak melakukan haji alias percuma dan sia-sia.

Jika Rasulullah bersabda bahwa "Haji itu Arafah", maka seseorang yang telah berniat haji namun tidak sempat melakukan wukuf, maka terlepaslah hajinya pada tahun tersebut.

Dan pada 9 Dzulhijjah (5 Nopember 2011) nanti, sebanyak lebih tiga juta jemaah haji dari seluruh penjuru dunia berkumpul di Padang Arafah. Selain wukuf, berdoa, dan berdzikir, mereka mengenang khutbah terakhir Nabi di lembah Uranah.

Seperti saya, mereka pasti membayangkan hari-hari terakhir Muhammad setelah khutbah perpisahan tersebut.

Seperti Umar bin Khattab, mereka membayangkan Muhammad akan segera wafat meninggalkan umat untuk selamanya karena telah menuntaskan tugas kenabiannya. Allah telah menyempurnakan Islam sebagai agama, meridhoinya, dan telah mencukupkan nikmat-Nya kepada kaum muslimin.


(*Akhmad Kusaeni adalah Wakil Pemimpin Redaksi Antara)

Tidak ada komentar: