Rabu, 30 April 2008

HAZAIRIN POHAN : SOSOK WARTAWAN DIPLOMAT

Oleh : Akhmad Kusaeni

Jakarta, 30/4 (ANTARA) - Jagat wartawan Indonesia patut berbangga. Satu insannya ditunjuk Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono menjadi Duta Bangsa. Itulah Hazairin Pohan, SH. MA. Mantan wartawan harian Waspada Medan yang menjadi Duta Besar Indonesia Luar Biasa dan Berkuasa Penuh untuk Republik Polandia.

Dubes Pohan pekan-pekan ini punya hajat besar. Dia menjadi ’sahibul bait’ pameran dagang, investasi, dan pariwisata Indonesia pertama dan terbesar untuk wilayah Eropa Tengah dan Timur. Perhelatan besar itu bertajuk "1st Indonesia Expo in Central and East Europe" (1st IE-CEE) dan berlangsung 5-10 Mei 2008.

Perhelatan akbar Indonesia itu digelar di gedung pameran termegah di Polandia Expo-XXI seluas 10.000 meter persegi. Lebih dari 150 pengusaha nasional ikut serta. Ketua Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) M Lutfi, Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik, Menteri Perdagangan Marie Pangestu dan Menteri Perindustrian Fahmi Idris akan hadir. Selain itu, tentu saja Dubes Pohan mengundang “teman-teman wartawan”, termasuk saya.

Saat berpamitan untuk berangkat ke posnya di Warsawa tahun 2006, Dubes Pohan berjanji akan “tetap menulis dan bikin berita” untuk Antara dan Jurnal Nasional, harian dimana adiknya, Ramadhan Pohan, menjadi Pemimpin Redaksi.

Saking seringnya mengirim berita dan siaran pers, Dubes Pohan dijuluki sebagai “Koresponden Luar Biasa dan Berkuasa Penuh”. Sebuah istilah pelesetan dari jabatan terhormatnya sebagai “Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh” untuk Polandia.
“Jiwa kewartawan saya tak pernah mati,” katanya ketika pamitan.
“Kawan-kawan media sering menyebut saya wartawan diplomat, sebaliknya teman-teman Deplu menyebut saya diplomat wartawan,” lanjutnya.

Darah daging wartawan
Memang benar, darah daging diplomat kelahiran 12 Nopember 1953 itu adalah wartawan. Ia adalah anak ke-7 dari 13 anak H. Abdul Muthalib Pohan, seorang wartawan dan guru bahasa Inggris dari Pematang Siantar, Sumatera Utara. Adiknya, Ramadhan Pohan, juga wartawan di kelompok Jawa Pos sebelum menjadi Pemred di Jurnal Nasional.

Saat menjadi mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, Pohan menerbitkan suratkabar kampus ”Panta Rhei”. Ia juga pernah menjadi wartawan harian Waspada (1975-1976). Bekal dan pengalamannya sebagai wartawan itu menjadi modal utama Pohan dalam kariernya sebagai diplomat. Bersama-sama diplomat muda lain, ia mendirikan Jurnal Caraka, majalah ilmiah Departemen Luar Negeri.

Ia juga menjadi penyumbang tulisan mengenai politik luar negeri dan masalah-masalah internasional dalam berbagai publikasi. Di tengah kesibukannya berdiplomasi, ia terus menulis, menulis, dan menulis.

”Saya ini wartawan dan sebagai wartawan “they are never die, they only lose their notebook!”,” katanya berseloroh mengenai profesi jurnalis yang tidak tepat lagi disebut “kuli tinta” melainkan “kuli laptop”.

Dubes Pohan menceritakan bagaimana ia mengagumi sosok Adam Malik, pendahulunya sebagai diplomat wartawan, yang juga sama-sama berasal dari Pematang Siantar. Adam Malik mendirikan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) Antara pada 13 Desember 1937 sebelum menjadi Menteri Luar Negeri dan kemudian Wakil Presiden RI.

Ada kesamaan penting antara Adam Malik dan Dubes Pohan. Yakni, sama-sama merantau keluar dari Pematang Siantar untuk cita-cita hidup lebih baik dan berbakti bagi bangsa ini. Dalam memoarnya ”Mengabdi Republik”, Adam Malik semasa anak-anak adalah penjaga warung di Pematang Siantar.

Sebagai penjaga warung di pasar yang becek, Adam Malik yang berusia 12 tahun menyaksikan bagaimana penderitaan ribuan kuli di tempat kelahirannya.
”Saya sangat berhutang kepada kuli-kuli itu. Andaikata saya tidak memahami amanat penderitaan mereka, satu kenyataan yang telah mendorong saya keluar dari Pematang Siantar, maka barangkali saya akan tetap tinggal sebagai seorang penunggu warung di Pematang Siantar,” kenang Adam Malik

Melihat dunia
Bagi Adam Malik dan Dubes Pohan, menjadi wartawan berarti peluang melihat dunia. Menjadi diplomat, berarti keliling dunia. Sejak bergabung menjadi pegawai negeri di Deplu tahun 1980, praktis Dubes Pohan hatam lima benua. Ia pernah menjadi diplomat di KBRI Moskow (1986-1989) yang memungkinkannya fasih berbahasa Rusia.

”Saya mewarisi ketertarikan saya akan bahasa-bahasa asing dari ayah saya,” kata wartawan diplomat yang fasih berbagai bahasa asing itu.
Pernah juga menjadi Sekretaris I KBRI Sofia di Bulgaria (1992-1996), Minister Counsellor di Perwakilan Tetap RI di PBB New York (1998-2002), Direktur Eropa Tengah dan Timur, Ditjen Amerika dan Eropa, Deplu (2002-2006), sebelum akhirnya menjadi Dubes RI di Polandia sejak 2006.

Dubes Pohan terkenal sebagai orang kreatif yang tidak bisa diam. Sebagai wartawan diplomat, ia rajin turun ke lapangan dan ke tempat kejadian perkara. Dalam ilmu jurnalistik, katanya, setiap ada peristiwa besar terjadi, wartawan harus segera datang ke lokasi pada kesempatan pertama. Itu supaya dia bisa melaporkan peristiwa dengan cepat dan akurat.

Salah satu ilmu wartawan yang berguna bagi diplomat adalah selalu konfirmasi dan verifikasi di lapangan. Pekerjaan diplomat tidak bisa melulu diurus di belakang meja perundingan. Lobi-lobi di luar perundingan perlu di lakukan. Selalu cek dan recek.

Oleh karena itu, ia sering "road show" ke berbagai negara lainnya seperti ke Lithunia, Balairus, Rusia dan Spanyol untuk ”telling Indonesia to the world” dan ”menjual potensi Indonesia ke dunia”. Ia bertekad bisa mendatangkan lima ribu pembeli ke Indonesian Expo di Warsaw yang digagasnya bersama 26 Dubes RI di Eropa lainnya.

Itulah Hazarin Pohan. Ia mengikuti jejak wartawan diplomat lainnya yang menjadi Duta Besar seperti Sabam Siagian dari The Jakarta Post (Australia), Djafar Assegaf dari LKBN Antara/Media Indonesia (Vietnam), dan Susanto Pudjomartono dari Jakarta Post (Rusia).
”Jurnalisme telah memberi saya berbagai kebajikan, seperti bertemu Raja dan Presiden, aktor dan aktris terkenal, sopir taksi dan pedagang asongan,” kata Hazairin Pohan.

Ia mengatakan setiap orang bisa menjadi wartawan. Setiap orang bisa juga menjadi diplomat. Tapi tidak setiap orang bisa menjadi wartawan sekaligus diplomat. Dubes Pohan bersyukur, ia menggenggam dua profesi terhormat itu, wartawan sekaligus diplomat.

”Terserah anda mau panggil saya: wartawan diplomat atau diplomat wartawan,” kata Dubes Pohan sambil tertawa lebar.

Tidak ada komentar: