Rabu, 23 April 2008

BENARKAH DESI ANWAR BANTU PENEMBAK RAMOS HORTA?

Oleh Akhmad Kusaeni

Jakarta, 23/4(ANTARA) – Presiden Timor Leste Ramos Horta menuding wartawati Metro TV Desi Anwar membantu tokoh pemberontak Alfredo Reinaldo yang tewas dalam insiden serangan terhadap Horta di Dili, 11 Februari 2008.
Dalam keterangan pers dengan media internasional pekan lalu, Horta yang baru sembuh dari perawatan luka tembak di sebuah rumah sakit di Australia, paling tidak menyebut tiga kali nama Desi Anwar untuk memperkuat tuduhannya.
Dengarlah apa yang dikatakan Horta ketika itu.
”Tuan Alfredo Reinaldo memiliki banyak kontak di Indonesia. Ia pergi ke negeri itu dengan dokumen palsu. Siapa yang memberikan dokumen palsu itu kepadanya di Atambua? Kami tahu siapa yang melakukannya”.
Wartawan yang hadir menunggu dengan antusias kalimat berikutnya ke luar dari mulut Horta. Mereka ingin tahu apakah Presiden Timor Leste itu akan menyebut nama pihak yang membantu pemimpin kelompok tentara pembelot yang tewas dalam insiden serangan itu. Ini tentu bisa menjadi berita utama di media. Bisa jadi breaking news.
Horta lalu “feeding the beast” (istilah bagi media yang lapar terhadap berita besar) dengan menyebut siapa di belakang Alfredo .
“Pihak berwenang di Atambua memberikan dokumen palsu dengan bantuan wartawati Metro TV Desi Anwar,” ujar Horta.
Semua yang hadir di konferensi pers itu tentu kaget. Tidak menduga sama sekali. Biasanya wartawan hanya melaporkan berita. Kali ini wartawan menjadi berita. Dituding bersekongkol membantu kelompok pembunuh seorang presiden lagi!
Horta berjanji akan melakukan ”complain” ke lembaga wartawan internasional yang bermarkas di Brussel karena ”tindakan mereka nyaris membuat saya, seorang presiden yang terpilih secara demokratis, terbunuh”.
Oleh karena itu, Horta tidak akan bisa diam sampai ”kebenaran” terbuka.
”Bilamana perlu saya akan angkat masalah ini ke Dewan Keamanan PBB sebagai mana kasus pembunuhan terhadap Perdana Menteri Lebanon,” ujar Horta.
Berita tuduhan Horta bahwa wartawan Indonesia Desi Anwar terlibat dalam membantu serangan terhadap Presiden Timor Leste pun tersebar ke seluruh penjuru dunia.
Saya menelpon Desi Anwar untuk mengecek kebenaran tuduhan itu. Wartawati itu mengatakan sambil terkekeh bahwa saya bukan orang pertama yang mempertanyakan kebenaran berita tersebut. Bahwa dia sudah ditelpon banyak orang, dari dalam dan luar negeri, sebagian besar wartawan, yang ingin melakukan konfirmasi.
Desi membantah keras tuduhan Horta yang mengatakan dirinya membantu Alfredo Reinado berkunjung ke Indonesia untuk wawancara pada 23 Mei 2007.
"Ini sangat lucu dan tidak masuk akal. Sama sekali tidak benar," katanya.
Sebelumnya, Horta diberitakan menuduh wartawati Indonesia Desi Anwar, membantu pemimpin kelompok tentara pembelot yang tewas dalam insiden serangan di Dili 11 Februari lalu, Alfredo Reinado, berkunjung ke Indonesia untuk wawancara pada 23 Mei 2007.
Terhadap tudingan itu, Desi Anwar mengaku hanya bisa tertawa.
"Mudah-mudahan berita ini bukan bagian dari April Mop," katanya terkekeh.
Ia menyayangkan seorang Presiden bisa menyampaikan tudingan yang tidak didasari bukti-bukti dan data yang akurat. Ia mendoakan Horta betul-betul sehat kembali.
"Saya berdoa untuk kesembuhan Horta. Saya juga berdoa untuk masa depan negerinya," kata wartawati senior yang telah mewawancarai sejumlah tokoh seperti mantan Perdana Menteri Inggris Margaret Thatcher, Jenderal Pervez Musharraf, dan mantan Presiden Cina Jiang Zhemin.

Bukan yang pertama
Kasus Desi Anwar bukan yang pertama. Rekan saya dari Filipina, Dana Batnag, yang menjaji koresponden kantor berita Jiji Press dari Jepang, juga mengalami nasib yang sama.
Dana, teman satu angkatan sewaktu kuliah di Ateneo de Manila University, menjadi berita pada 24 Januari 2008. Kawan-kawan di mailing list ramai saling kirim pesan.
“Kawan kita Dana Batnag kini jadi berita. Ia dituduh oleh Kepolisian Nasional Filipina (PNP) sebagai telah membantu pemimpin kudeta, sehingga dia bisa keluar dari Hotel Peninsula, Manila, yang dijadikan markas tentara pemberontak,” begitu email yang saya terima.
Dana dituding telah memberikan kartu pers kepada Kapten Nicanor Faeldon sehingga pemimpin pemberontak itu bisa meninggalkan hotel bersama-sama dengan para wartawan dan lolos dari pandangan 1.500 polisi yang menyerbu hotel tersebut.
Tentu saja Dana membantah. Ia hadir di Hotel Peninsula untuk meliput, bukan untuk membantu membebaskan pemberontak. Kamera CCTV memang merekam Dana sedang berbicara dengan Faeldon. Tapi itu sebuah wawancara. Itupun dilakukan bersama-sama tiga lusin wartawan lain.
Gambar CCTV, yang belakangan diputar oleh sejumlah stasiun televisi, tidak memperlihatkan Dana memberi Kapten Faeldon sebuah kartu pers sehingga dia bisa lolos dari pemeriksaan polisi.
“Sangat tidak masuk akal kalau saya dituduh ikut membantu pelarian Kapten Faeldon,” tegasnya.
“Saya merasa tersanjung menjadi korban fitnah pemerintah terhadap pekerja media, tapi sejatinya saya tidak melakukan semua yang dituduhkan itu,” katanya lagi.

Respon organisasi pers
Sangat menarik membandingkan kasus Dana Batnag di Filipina dengan Desi Anwar di Indonesia, terutama dalam kaitan bagaimana respon masyarakat dan tokoh media terhadap kedua kasus serupa tapi tak sama itu.
Asosiasi Koresponden Asing di Filipina (FOCAP), dimana Dana menjabat sebagai Wakil Ketua, mengeluarkan pernyataan yang mendukung wartawati tersebut.
“Kami mendesak agar aparat menghentikan fitnah terhadap media,” tulis FOCAP.
Persatuan Wartawan Nasional Filipina (NJUP), semacam PWI di Indonesia, malah dengan gamblang menyatakan “laporan yang mengkaitkan wartawan dalam pelarian Kapten Faeldon dikeluarkan oleh penyebar rumor yang pengecut”.
“Kami menantang polisi untuk membuktikan tuduhan itu. Jika tidak, hentikan fitnah terhadap media,” tulis NJUP.
Organisasi wartawan itu yakin Dana hanya dijadikan kambing hitam dari kegagalan polisi menangkap pemimpin pemberontak.
Itu di Filipina. Lain dengan di Indonesia. Hampir tidak satu tokoh media ataupun organisasi wartawan di Tanah Air yang memberikan perhatian kepada Desi Anwar. Seperti Dana Batnag, Desi dituduh membantu pemberontak. Tapi nyaris tidak ada yang membela. Desi dibiarkan sendirian membela diri. Kasihan.

Tidak ada komentar: