Oleh Akhmad Kusaeni
Jakarta, 15/9 (ANTARA) - Salah satu tempat yang dikunjungi masyarakat kota Baku, Azerbaijan, pada masa ramadhan dan menjelang lebaran adalah Bukit Para Syuhada.
Jakarta, 15/9 (ANTARA) - Salah satu tempat yang dikunjungi masyarakat kota Baku, Azerbaijan, pada masa ramadhan dan menjelang lebaran adalah Bukit Para Syuhada.
Di bukit itu dimakamkan ratusan korban pembantaian tentara Uni Soviet menjelang keruntuhannya.
20 Januari 1990 adalah hari yang akan melekat dalam sejarah rakyat Azerbaijan, negeri kaya minyak bekas bagian Uni Soviet di tepi Laut Kaspia.
Pada hari itu terjadi "pembantaian" yang dilakukan oleh mesin militer Uni Soviet terhadap rakyat Azerbaijan.
"Itu lembaran hitam yang tak pernah bisa dilupakan sebagai kejahatan kemanusiaan yang paling biadab," kata Direktur Jenderal Kantor Berita Azertac Aslan Aslanov ketika membawa rombongan wartawan dari kawasan Asia Pasifik ke bukit itu awal ramadhan.
Di bukit dengan bangunan mesjid di halaman depannya itu ratusan orang yang terbunuh atau terluka akibat pembantaian dikenang. Para korban adalah rakyat Azerbaijan yang berusaha menyampaikan aspirasi untuk menjadi negara yang bebas merdeka.
"Ini kejahatan kemanusiaan dari rejim Uni Soviet yang terancam bubar dan pecah," kata Aslan.
Pasukan tentara Soviet dengan mesin perang mereka masuk ke Baku, ibukota Azerbaijan, tanpa diduga. Mereka, jumlahnya sekitar 60.000 orang, mendapatkan latihan militer, termasuk latihan kejiwaan, sebelum operasi "pemberangusan".
Dalam laporan resmi kelompok pejuang hak asasi manusia disebutkan bahwa komandan tentara memberi perintah kepada pasukan yang akan berangkat untuk melakukan pembantaian.
"Kalian dikirim ke Baku untuk melindungi orang-orang Rusia, karena rakyat setempat dengan brutal membasmi orang Rusia," katanya.
Si komandan menjelaskan bahwa para ekstrimis telah menempatkan penembak jitu di setiap atap gedung. Apartemen dan setiap bangunan dipenuhi pemberontak dari Popular Front of Azerbaijan.
Mereka siap menanti kedatangan kalian dengan senjata mesin mereka, demikian doktrin yang ditanamkan kepada para tentara Soviet ketika itu.
Kartu Rusia
Kepemimpinan Uni Soviet di bawah Mikhail Gorbachev mengambil keuntungan dengan memanfaatkan kartu "Rusia dan Armenia" dengan jitu.
Tentara dikirim ke Baku dengan alasan untuk melindungi orang-orang Rusia dan Armenia, yang punya sejarah panjang permusuhan dengan bangsa Azerbaijan.
Tentara juga diminta untuk melindungi para pegawai negeri yang loyal kepada Uni Soviet dan menumpas pemberontak nasionalis yang didituding bakal melakukan kudeta.
"Dalam kenyataannya, itu hanya alasan dan kebohongan yang telanjang," kata Mammadov, warga Baku.
Katakanlah apa yang ditudingkan Kremlin itu benar, kata Mammadov, itu pun tidak memerlukan pengerahan pasukan Uni Soviet sebanyak itu.
Ketika itu di Baku hanya terdapat 11.500 tentara lokal dan mereka hanya mempunyai persenjataan yang terbatas.
Gorbachev menandatangani maklumat bahwa pada 20 Januari 1990 dinyatakan sebagai situasi darurat di Baku.
Namun, Komando Alfa KGB sudah sehari sebelumnya menghancurkan generator listrik TV Azerbaijan untuk menghentikan siaran televisi lokal itu, yakni pada pukul 19.27.
Dalam keadaan gelap gulita dan tanpa siaran televisi, pasukan Uni Soviet menginvasi kota Baku. Rakyat sama sekali tidak tahu adanya rencana pengumuman situasi darurat, sehingga mereka tidak menyangka bakal diserbu dan ditembaki.
Sembilan warga terbunuh bahkan sebelum maklumat Gorbachev berlaku pada jam 00.00 pada 20 Januari 1990.
Pengumuman situasi darurat militer di Baku baru disiarkan oleh radio lokal pada 07.00 pagi pada 20 Januri 1990. "Saat itu, sudah lebih dari 100 warga terbunuh," kata Mammadov.
"Saya heran mengapa Gorbachev (yang memerintahkan penyerangan terhadap Baku) kemudian mendapat penghargaan Nobel Perdamaian. Tangannya berlumuran darah rakyat yang tak berdosa," katanya.
Hancurkan apa saja
Tank dan mesin perang Uni Soviet menghancurkan apa saja yang ditemukan di jalan menuju Baku.
Tentara menembak secara membabi buta tanpa diskriminatif. Peluru tajam bukan hanya menerjang warga yang ada di jalan raya, tapi juga yang ada di dalam bus dan mobil mereka.
Bahkan, warga yang berada di dalam apartemen juga ditembaki. Termasuk ambulan yang membawa korban juga dihajar. Begitu juga dokter dan perawat.
Hasilnya, 137 warga terbunuh, 700 luka-luka dan 800 orang ditahan tanpa dosa.
"Mereka adalah syuhada," begitu tertulis di pintu gerbang pemakaman itu.
Tapi, kebiadaban pembantaian 20 Januari 1990 gagal menghapus hasrat rakyat Azerbaijan untuk mencapai kemerdekaan.
Anak-anak bangsa yang terbunuh hari itu telah menulis sejarah gemilang dalam sejarah Azerbaijan. Mereka melapangkan jalan bagi gerakan pembebasan nasional mencapai kemerdekaan.
Mereka dimakamkan di tempat paling tinggi di Baku, di sebuah bukit tempat para peziarah bisa memandangi seluruh kota Baku dengan jelas.
Kini lembah itu dinamakan Bukit Syuhada.
Foto-foto para syuhada di pahat di batu nisan dengan catatan kecil tentang bagaimana mereka terbunuh:
Meyerovich, mati tertembak oleh 21 peluru;
Rustamov, tewas dihajar 23 peluru;
Yefimtsev, syahid ditusuk pisau bayonet.
Di pusara para syuhada itu sanak keluarga, warga biasa, dan rakyat Azarbaijan membungkuk meletakan bunga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar