Oleh Akhmad Kusaeni
“Mereka adalah pasangan pemimpin ideal, saling mengisi. Kami ingin beliau tetap bersatu menjadi negarawan,” kata pendiri Institut Lembang Sembilan, Alwi Hamu.
Institut Lembang Sembilan adalah lembaga yang berusaha keras agar SBY-JK dipertahankan dalam pemilu nanti. Alwi dan lembaganya melihat ada upaya-upaya untuk memisahkan dwitunggal SBY-JK baik dari pihak Yudhoyono maupun Kalla.
“
Bagi orang-orang seperti Alwi, duet SBY-JK merupakan pasangan yang pas. SBY cenderung hati-hati saat mengambil keputusan. Adapun Kalla lebih cepat bergerak.
Ibaratnya, JK adalah gas, dan SBY remnya. Jika perjalanan pemerintahan ditamsilkan sebagai sebuah mobil, maka ia membutuhkan kombinasi gas dan rem. Kalau gas tanpa rem, perjalanan pemerintahan sangat berbahaya. Bisa celaka akibat tak terkendali. Sebaliknya, jika rem semuanya, mobil bisa mogok, tidak bisa jalan.
Orang juga menilai SBY-JK ideal karena dua tokoh ini memiliki kepribadian unik yang berbeda tetapi sebetulnya saling melengkapi. JK yang cenderung pragmatis dikenal sebagai “man of action”, sementara SBY yang penuh gagasan dan idealisme dikenal sebagai “man of ideas”.
Dari segi latarbelakang keduanya juga saling mengisi. SBY adalah jenderal dengan background sosial politik yang kuat. Sebagai tentara, SBY kental dengan idiom-idiom militer seperti kedaulatan wilayah NKRI, persatuan dan kesatuan, dan stabilitas nasional. Sebaliknya JK adalah saudagar yang punya naluri ekonomi dan bisnis yang sudah terbukti handal. Sebagai pengusaha, JK pandai melihat peluang bisnis dan memajukan ekonomi.
Saling melengkapi
Dari berbagai segi, SBY-JK saling mengisi dan saling melengkapi. Seperti dikemukakan para pengamat, kombinasi dwi-tunggal ini, sebetulnya terbaik untuk bangsa. Survei-survei pun membuktikan, jika pasangan SBY-JK maju lagi, hampir bisa dipastikan mereka terpilih lagi.
Tapi persoalan-persoalan internal di Partai Demokrat dan di Partai Golkar menjadikan dinamika politik berkembang lain. Persoalan internal partai itu, seperti dikemukakan pengamat politik Eep Saifulloh Fatah, adalah Kalla dikelilingi sejumlah politikus Partai Golkar yang mencita-citakan kekuasaan lebih besar bagi partai beringin dalam lembaga eksekutif selepas pemilu 2009. Sementara di Partai Demokrat ada politikus yang over confident bahwa tanpa Golkar dan Kalla, SBY bisa digjaya sendiri.
Ini yang membuat SBY-JK, kedua pemimpin yang pada Pilpres 2004 maju dengan slogan “Bersama Kita Bisa”, kini seolah berdiri di persimpangan jalan. Masing-masing, seperti diberitakan di media, seolah-olah akan menempuh jalannya sendiri-sendiri.
Padahal, pekerjaan keduanya belum selesai. Masih banyak tugas yang belum dituntaskan. Perjuangan memberantas kemiskinan, memerangi kebodohan, menjaga NKRI dan memerangi korupsi –yang menjadi core utama program pemerintahan SBY-JK—baru separuh jalan. Sudah ada keberhasilan dan kemajuan, namun pembangunan jelas membutuhkan waktu.
SBY-JK bukan Bandung Bondowoso yang bisa membangun seribu candi dalam satu malam. Mereka bukan juga David Copperfield, yang bisa menyulap dan menjadikan apa saja, hanya dengan mengucap mantra-mantra simsalabim dan abracadabra. Yang mereka perlukan adalah waktu dan kepercayaan untuk menuntaskan apa yang sudah dijanjikan dan dimulai.
Dalam pertemuan dengan 11 pengamat politik di kediaman resminya di seberang Mesjid Sunda Kelapa, Kalla mengatakan sangat yakin bahwa pemerintahan SBY-JK berada dalam jalur yang benar.
“Jika diberi kesempatan lebih panjang, kami akan mengantar
Artinya, di pihak Kalla sendiri, sebetulnya ada keyakinan bahwa tugasnya bersama SBY memimpin bangsa ini belum selesai untuk dengan selamat menggapai Indonesia 2011 itu.
Jangan ganti pemimpin
Jika saja SBY-JK tidak berpisah dalam Pilpres 2009, mereka sangat berpeluang untuk terpilih lagi. Mereka bisa berkampanye dengan slogan: “Don’t change horses in midstream!” (Jangan ganti kuda saat menyeberangi sungai). Maksudnya, jangan mengganti pemimpin saat mereka berada di tengah tugas maha penting yang belum selesai. Beri kesempatan untuk melanjutkan dan menuntaskan.
Slogan ini yang membuat Abraham Lincoln terpilih kembali dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat tahun 1864. Ketika Lincoln dinominasikan sebagai calon presiden untuk masa jabatan kedua kalinya pada 9 Juni 1864, ia meminta rakyat Amerika Serikat untuk memberinya kesempatan untuk menuntaskan misinya untuk menghentikan perang saudara dan mengakhiri perbudakan.
Begitu juga dengan SBY-JK. Apabila dwi-tunggal itu memiliki tugas maha penting bersama, yaitu menggapai Indonesia 2011 sebagaimana yang dicita-citakan, tentu rakyat akan memahami kearifan slogan Abraham Lincoln itu. Rakyat besar kemungkinan tidak akan mengganti kuda saat sungai belum seutuhnya tersebrangi.
SBY-JK juga bisa menggunakan slogan Presiden McKinley yang untuk kedua kalinya mengalahkan William J Bryan pada Pemilu tahun 1900. Jika pengabdian pemerintahan diibaratkan jamuan makan, maka empat tahun pertama masa jabatan McKinley belum cukup untuk melayani rakyat makan malam dengan tuntas sehingga perut mereka kenyang.
McKinley pun meminta diberikan waktu empat tahun lagi. Tim suksesnya kemudian merumuskan slogan kampanye yang unik dan menarik: ”Four More Years of the Full Dinner Pail”.
Semuanya terpulang kepada SBY-JK sendiri. Kedua pemimpin itu yang tahu persis apa yang paling penting untuk dirinya dan untuk bangsanya. Semua kemungkinan masih terbuka. Apakah SBY-JK akan terus bersama atau berpisah, tentu akan segera ditemukan jawabannya setelah Pemilu 9 April 2009.
Time will tell, kata pepatah Inggris.