Kamis, 13 Januari 2011

Gerakan Menggugat Jalan Rusak di Banten

Jakarta (ANTARA News) - "Morning friends... berapa titik jalan rusak yang anda lalui hari ini? satu, dua, tiga, atau banyak? kalau tidak ada, anda beruntung... karena kami, di Banten, setiap hari harus berjibaku melewati jalan-jalan raya yang kondisinya rusak parah..."

"Padahal kami bukan provinsi yang miskin-miskin amat: setidaknya kami lebih kaya dibandingkan Bali, Sumatera Barat, atau Yogyakarta... tidak pantaskah rakyat kami mendapatkan layanan jalan raya yang mulus dari pemerintahnya????

Itulah postingan Dekan FISIP Universitas Mathlaul Anwar, Banten, Ali Nurdin, di facebook pada Rabu (12/1).

Ali geram dengan jalan rusak yang sangat parah di jalur Pandeglang-Menes-Labuan-Carita dan jalur Cikande-Rangkasbitung. Warga sempat menanami lubang jalan dengan pohon pisang atau kubangan di tengah jalan dengan ikan lele.

Kegeraman Ali terhadap tidak adanya upaya pemerintah daerah memperbaiki jalan yang rusak tersebut membuatnya menggagas sebuah gerakan di media sosial facebook yang dinamakan GEN-CAR. Itu singkatan dari Gerakan Class Action Terhadap Jalan Rusak (di Banten).

GEN-CAR menarik sejumlah facebookers untuk mendukung gerakan ini, termasuk saya. Mengapa?

Saya berasal dari Lebak, sebuah kabupaten di Banten yang lokasinya kurang dari 100 km dari Ibu kota Jakarta. Biasanya, kalau saya pulang kampung ke Rangkasbitung, Lebak, dari Jakarta saya menggunakan ruas tol Kebon Jeruk, lalu keluar di Balaraja. Kemudian masuk ke jalan tembus Cikande-Rangkasbitung sepanjang sekitar 30 km. Total perjalanan ditempuh sekitar 90 menit.

Tapi, sudah dua tahun terakhir ini saya tidak bisa lewat Cikande-Rangkasbitung lagi. Jalannya, rusak minta ampun. Berlubang-lubang, penuh kubangan, dan di beberapa ruas kubangan dan lubangnya sangat dalam. Bikin rusak mobil, apalagi jenis sedan, karena mesin bisa berkali-kali harus berbenturan dengan batu.

Akibatnya, saya harus melambung menempuh jalan yang dua kali lipat jauhnya. Masuk dari tol Kebon Jeruk, keluar di Serang Timur, masuk ke kota Serang, melewati kabupaten Pandeglang, baru ke Rangkasbitung. Total bisa sampai tiga atau empat jam dari yang semestinya hanya 90 menit!

"Penderitaan? ini bukan saya saja yang mengalami, tapi juga sejarawan Bonnie Triyana yang juga asal Lebak. Bonnie mengaku sudah bertahun-tahun jalan Cikande akses ke Lebak dari tol Jakarta-Merak rusak berat. Sehingga setiap kali pulang, Pemred Majalah Historia Online itu juga harus memutar lewat Serang-Petir-Rangkasbitung.

Hancurnya jalan Cikande-Rangkasbitung, menurut GEN-CAR, adalah bukti nyata amburadulnya sistem birokrasi di Provinsi Banten. GEN-CAR tidak akan menyelenggarakan seminar, diskusi, atau lokakarya untuk menuntut jalan diperbaiki.

"Tapi akan langsung kerahkan massa. Kalau perlu 100.000 orang. Kepung kantor provinsi. Bikin revolusi sosial. Zaman dulu Tje Mamat dan Achmad Chatib aja bisa, masa sekarang gak bisa,? begitu postingan Bonnie Triyana merujuk kepada dua tokoh revolusi di Banten zaman dulu.

Pembangunan lamban
Ditinjau dari sejarah, memang ada hal yang tidak berubah meskipun Lebak kini sudah mencapai usia lebih dari 175 tahun, yakni pembangunan daerah yang lamban bahkan macet di sejumlah kawasan.

Menurut sahibul hikayat, Max Havelaar termasuk pejabat Hindia Belanda yang rajin berkunjung ke pedalaman. Jika berkunjung ke desa-desa, Asisten Residen Lebak itu menggunakan kereta yang ditarik oleh dua ekor kuda.

Melewati jalan tanah yang becek dan berkelok-kelok, kereta kuda yang ditumpangi Max Havelaar sering kejeblos ke dalam kubangan lumpur. Ini mengakibatkan perjalanan sang Asisten Residen terganggu beberapa hari untuk menunggu jalan kering atau kereta ditarik dari kubangan lumpur.

Peristiwa ini terjadi sekitar 130 tahun lalu. Tapi di sejumlah kawasan di ruas jalan Cikande-Rangkasbitung atau Pandeglang-Menes-Labuan, nyaris tidak ada bedanya dengan 130 tahun lalu. Jalan becek dan berlubang masih banyak ditemukan. Sejumlah mobil kejeblos di kubangan lumpur yang sama.

Sungguh suatu hal yang naif dan ironi, Provinsi Banten yang kaya raya, namun hampir semua jalan provinsi banyak yang rusak.

"Masyarakat sudah jenuh dengan kondisi ini. Siapa yang salah? Ya, pemimpinnya," tulis Arif Satibi, anggota GEN-CAR yang lain.

Untuk memuluskan jalan Cikande-Rangkasbitung, menurut itung-itungan Arif, paling banyak diperlukan dana sekitar Rp7 miliar.

"Dana segitu mah teu karasa (kecil) dibanding buat ongkos pilkada ulang yang habisnya luar biasa," katanya lagi.

Milla Fadhila menambahkan bahwa jalan ditanami pohon pisang menjadi saksi jalan di beberapa kawasan di Banten tidak berfungsi.

"Padahal pada saat kampanye Pilgub yang lalu, janji manis perbaikan jalan meluncur mulus dari mulut sang jurkam," tulis Milla.

GEN-CAR digagas karena kegelisahan menyaksikan kondisi jalan-jalan raya di Banten yang makin hari makin parah kondisinya. Pemerintah daerah seakan tidak peduli akan kondisi tersebut. Sementara rakyat menagih janji-janji yang pernah diucapkan politisi dan jurkam untuk memperbaiki kualitas infrastruktur di Banten.

"Pemprov atau pemkab/pemkot boleh saja berkilah bahwa "ini jalan negara" atau "itu jalan provinsi". Rakyat tidak peduli jalan tersebut ada dalam kewenangan siapa: yang kami tuntut adalah jalan-jalan tersebut ada dalam kondisi yang mulus sebagaimana seharusnya, sebab anda mengelola triliunan rupiah uang yang sebagian besar berasal dari pajak-pajak yang kami bayarkan," kata Ali Nurdin, sang penggagas GEN-CAR.

Walhasil, GEN-CAR kini sedang menyiapkan sejumlah aksi.

"Kita mau demo besar-besaran, ratusan ribu rakyat mengepung gedung gubernur untuk menuntut perbaikan jalan," tulis Mohamad Zen, tokoh muda asal Menes, Pandeglang.

Mereka juga menyiapkan sejumlah langkah hukum untuk melakukan class action kepada Pemda Banten.

"Listrik PLN mati saja bisa digugat. Masa jalan yang dibiarkan rusak tidak bisa? Ayo, siapa yang setuju gabung dengan gerakan ini," ujar Ali Nurdin bersemangat.
(A017/B010)
COPYRIGHT © 2011