Jumat, 14 Agustus 2009

MENGAPA PENGEBOM BUNUH DIRI DISEBUT "PENGANTIN"

Oleh : Akhmad Kusaeni

(ANTARA)Jakarta (ANTARA News) - Selain Noordin M Top, gembong teroris yang paling dicari oleh aparat kepolisian adalah Saefudin Jaelani. Pedagang obat-obat herbal dan ahli pengobatan bekam ini ternyata orang yang bertugas merekrut calon pelaku bom bunuh diri.

Danni Dwi Permana, 18 tahun, bomber Hotel JW Marriott, adalah hasil rekrutan Jaelani. Polisi menduga keras ustadz asal Cirebon, Jawa Barat, itu juga merekrut 14 pemuda lain untuk dijadikan "pengantin". Pengantin adalah istilah yang digunakan oleh kelompok teroris bagi calon pengebom bunuh diri.

Mengapa pengebom bunuh diri disebut pengantin?

David Brooks menulis mengenai "The Culture of Martyrdom" (Majalah Atlantic edisi Juni 2002) dan mencoba mengkaitkan dengan sejarah pengebom bunuh diri di kalangan pejuang Palestina yang menentang pendudukan Israel.

Brooks mengutip laporan wartawan Pakistan Nasra Hassan yang mewawancarai 250 orang yang merekrut dan melatih para calon pelaku bom bunuh diri di Palestina selama kurun waktu dari tahun 1996 sampai 1999.

Kesimpulannya, pengebom bunuh diri umumnya sangat loyal kepada kelompoknya. Mereka melalui proses indoktrinasi dan cuci otak persis seperti yang dilakukan oleh Jim Jones pemimpin Sekte Matahari kepada para jemaahnya menjelang bunuh diri masal tahun 1977.

Calon pengebom dikelompokkan ke dalam sel-sel kecil dan diberikan ceramah agama serta melakukan ritual ibadah yang intensif. Mereka diajak untuk melakukan jihad (meski pemahaman akan jihadnya menyesatkan), dibakar kebenciannya terhadap musuh (biasanya simbol-simbol Barat dan pendukung Israel) dan diyakinkan akan masuk surga sebagai balasan tindakannya.

"Pengebom bunuh diri dicekoki bahwa surga terbentang dibalik detonator pemantik bom dan ajal kematian akan dirasakan tidak lebih dari sekedar cubitan (yang sama sekali tidak menyakitkan)," tulis Brooks.

Bahkan perekrut kadang meminta calon pengebom bunuh diri untuk terlentang di lubang kubur kosong, sehingga mereka bisa merasakan bagaimana tentramnya kematian yang akan tiba. Sebaliknya kepada mereka diingatkan secara terus menerus bahwa hidup di dunia itu fana, sementara, banyak penderitaan, cobaan dan penghianatan.

Yang abadi adalah di surga dimana ada 72 bidadari yang menunggu dengan penuh cinta.

Mungkin karena akan bertemu dan menikah dengan bidadari di surga itu, maka si calon pengebom bunuh diri disebut sebagai pengantin. Lalu saat bom meledak dan nyawa si pelaku melayang disebut sebagai "perkawinan", yakni pertemuan antara jiwa si pelaku dengan sang bidadari.


Tulis surat wasiat

Jika calon pengebom bunuh diri itu telah tamat dicuci otaknya dan siap menjalankan misinya, mereka diminta menulis surat wasiat dan menyampaikan pesan-pesan terakhirnya dalam rekaman video.

Salah satu pesan dari seorang pelaku bom bunuh diri yang dikutip dari laporan Nasra Hassan adalah "Aku akan membalas dendam atas anak-anak monyet dan babi, yaitu orang kafir, Yahudi, dan musuh-musuh manusia. Aku akan segera bertemu dengan saudaraku para syuhada yang lebih dulu masuk surga".

Ketika calon pengebom bunuh diri sudah membuat wasiat dan merekam pesan terakhirnya di rekaman video, maka tidak ada kata untuk mundur lagi. Membatalkan misi bunuh diri sangat memalukan. Ia tinggal mensucikan diri, berdoa dan membawa bom untuk diledakkan di tempat yang diperintahkan kepadanya: bisa di pasar, diskotik, bus, atau markas tentara.

Achyar Hanif, seorang ustadz dan alumnus dari New York University, Amerika Serikat, yang mengamati perilaku pengebom bunuh diri menyatakan anak-anak muda yang direkrut menjadi pengantin umumnya tidak tahu apa-apa. Anak-anak remaja itu dicekoki, diindoktrinasi, diprovokasi untuk membenci dengan dalih-dalih agama yang sesungguhnya menyesatkan.

Sebab, katanya, dalam ajaran Islam, bunuh diri itu dilarang, apalagi membunuh orang lain.(Quran 4: 29-30). Dalam Islam, mengambil nyawa orang itu hanya bisa dilakukan dalam kaitan dengan penegakan hukum, seperti hukuman mati untuk pembunuh. Tapi, dalam Quran 17:33 ditegaskan bahwa memaafkan (si pembunuh) itu lebih baik.

Bahkan pada saat dalam keadaan perang pun, menyakiti orang-orang tak berdosa dilarang oleh nabi Muhammad SAW. Masuk dalam kategori "noncombatant", ini adalah wanita, anak-anak, dan orang-orang uzur dan tua. Selain itu, dalam perang sekalipun tidak diperbolehkan untuk menghancurkan tanaman dan bahan pangan.

"Hal itu karena Tuhan itu maha pengasih dan maha penyayang. Islam adalah perdamaian," kata Achyar Hanif.


Orang tanpa harapan

Mengenai semakin banyaknya anak-anak muda yang menjadi pelaku bom bunuh diri di Indonesia, Achyar menekankan pentingnya semua pihak mengatasi persoalan kemiskinan, pengangguran, dan persoalan sosial.

"Para teroris mengincar remaja yang putus sekolah, pemuda yang tidak punya pekerjaan, orang-orang yang punya pendapatan tapi sangat rendah. Orang-orang tanpa harapan inilah yang direkrut, dibina, dicuci otaknya untuk menjadi teroris," tegasnya.

Hasil penelitian Dr Yusef Yadgari menyebutkan bahwa sebagian pengebom bunuh diri dilandasi oleh keputusasaan dan mereka umumnya datang dari kelompok masyarakat yang miskin dan marjinal.

Di Afghanistan, menurut Yadgari, statistik menyebutkan bahwa 80 persen pelaku serangan bunuh diri memiliki cacat fisik dan persoalan mental.

Sebanyak 110 kasus serangan bunuh diri di Afghanistan pada tahun 2007 dilakukan oleh pelaku yang memiliki masalah kesehatan seperti kanker, lepra, atau penyakit akut lainnya.

Sebagian lagi tercatat memiliki persoalan kejiwaan seperti anti-sosial, trauma, penyimpangan perilaku, paranoid, kebencian yang berlebihan, kemarahan yang tak terkendali dan narsistis.

Profil penyerang bunuh diri di Timur Tengah menurut studi terakhir adalah 83 persen belum menikah, 64 persen berusia antara 18-23, dan 29 persen setidaknya lulus SMA.

Jika dilihat siapa yang melakukan pengeboman bunuh diri di Indonesia, angka statistik di Timur Tengah tersebut tidaklah jauh berbeda. Danni Dwi Permana, pelaku bom bunuh diri di hotel JW Marriott berumur 18 tahun. Ia baru saja lulus SMA Yadika 7 Bogor. Pekerjaannya adalah marbot atau penjaga masjid. Sementara Zulkifli Aroni, ayah Danni, sedang menjalankan pidananya di penjara. Tini Larantika, ibunya, bekerja di Kalimantan sehingga Danni harus hidup dan menghidupinya sendirian.

Sebagaimana pengakuan Tini, puteranya itu telah menjadi korban teroris yang merekrutnya dengan penerapan konsep jihad yang salah. Memang kepada Tini, Danni pernah mengatakan ingin berjihad. Namun, jihad yang ia katakan adalah berdakwah dari mesjid ke mesjid. Tini sangat terpukul jihad anaknya itu berubah menjadi jihad yang menyakiti orang.

Tini tetap yakin bahwa Danni itu bukan teroris, melainkan hanya korban. Berjihad itu, katanya, bukan dengan menjadi teroris. Tapi apa lacur, kelompok teroris telah merekrutnya dan telah mencuci otaknya. Dengan kenaifannya, Danni pun bersedia menjadi pengantin.

Oh, Danni yang malang.(*)
COPYRIGHT © 2009

Kamis, 13 Agustus 2009

Ditawari Jadi Pelaku Bom Bunuh Diri

Oleh : Akhmad Kusaeni

Jakarta (ANTARA News) - Ini kisah Ahmadi alias Ahmad Jenggot, 39 tahun. Lelaki miskin penjaga kandang ayam di sebuah desa di Cilacap Jawa Tengah, itu mengaku pernah ditawari oleh gembong teroris Noordin M Top untuk menjadi pelaku bom bunuh diri.

Ahmadi ketakutan. Ia lalu menyerahkan diri kepada aparat desa pada hari Rabu (22/7) dan langsung dijemput petugas dari pasukan Detasemen Khusus 88 Anti Teror Markas Besar Kepolisian RI. Begitu koran dan televisi memberitakan.

Masyarakat Indonesia lega. Kalau saja Ahmadi tidak menyerah, mungkin ada bom yang meledak lagi. Entah dimana dan membawa korban mati berapa. Untunglah tindakan teror biadab itu tidak terjadi.

Tapi, berapa banyak orang yang ditawari, dipersiapkan, dan dicuci otaknya, untuk menjadi pelaku bunuh diri kemudian menolak dan menyerah seperti Ahmadi?. Lumayan banyak jumlahnya.

Danni Dwi Permana (18) tahun dan Nana Maulana (25) adalah "pengantin" (istilah bagi calon pelaku bom bunuh diri) terakhir. Danni, warga Talaga Kahuripan Bogor, dipastikan oleh polisi sebagai pelaku bom bunuh diri di Hotel JW Marriott. Sedangkan Nana, warga Pandeglang, adalah pelaku bom, bunuh diri di Hotel Ritz-Carlton pada 17 Juli 2009.

Kalau saja Ibrohim, yang bekerja sebagai penata bunga, tidak disergap di Temanggung, lalu Air Setyawan dan Eko Joko Sarjono tidak ditembak mati Densus 88 di Jatiasih, Bekasi, kemungkinan teror bom yang lebih dahsyat bisa terjadi. Polisi menyatakan kelompok teroris menyiapkan bom mobil untuk menyerang iring-iringan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Cikeas dan Istana.

"Mereka menyiapkan serangan dua minggu ke depan," kata Kapolri Bambang Hendarso Danuri saat meninjau lokasi penyergapan di Perumahan Puri Nusaphala Blok D/12, Jatiasih, Bekasi.

Yang mengherankan banyak orang adalah mengapa ada orang yang mau direkrut menjadi pelaku bom bunuh diri? Mengapa ada orang yang mau melakukan tindakan teror dan kekerasan atas nama agama?

Tugas mulia?

Prof Bruce Hoffman, penulis buku "Inside Terrorism", mengatakan kekerasan dan terorisme sering dianggap oleh para pelakunya sebagai "tugas mulia" atau "perbuatan suci".

Inilah yang mengakibatkan daya hancur dan pertumpahan darah yang diakibatkan oleh teroris berlatar agama lebih dahsyat dari yang dilakukan oleh teroris sekuler, misalnya kelompok separatis yang menuntut kemerdekaan wilayahnya.

Menurut Hoffman, kaitan antara agama dan terorisme bukanlah barang baru. Itu sudah terjadi sepanjang sejarah. Lebih dari ribuan tahun lalu, perbuatan pertama dari apa yang disebut sebagai "terorisme" sekarang, justru dilakukan oleh kelompok fanatik agama dan bukan oleh kelompok teroris sekuler.

Buktinya, kata-kata dalam Bahasa Inggris yang digunakan untuk menggambarkan teroris dan sikap tindaknya berasal dari nama-nama kelompok teroris Yahudi, Hindu, Muslim, yang terkenal keganasannya ribuan tahun lalu.

Ambil contoh kata Zealot yang dalam kamus diartikan sebagai "orang yang fanatik" atau "pengikut yang setia sekali". Kata Zealot berasal dari nama Sekte Yahudi tahun 66-73 Masehi yang berperang melawan Kerajaan Romawi yang menduduki wilayah yang disebut Israel sekarang ini.

Para Zealot ini terkenal kejam bukan hanya karena mereka melakukan aksinya dengan pisau belati tradisional bernama "sica", tetapi juga pembunuhan yang dilakukannya selalu di depan umum, di tempat keramaian atau pasar.

Seorang Zealot bisa muncul tiba-tiba di tengah keramaian pasar, mencabut belati dari balik bajunya, lalu dengan dramatis disaksikan orang sepasar, ia menggorok leher pejabat Romawi atau orang Yahudi yang dianggap telah berkhianat atau bersekongkol dengan musuh.

Jadi, jauh sebelum era siaran langsung televisi CNN atau berita online internet, kekerasan sadis di muka publik yang dilakukan para Zealot itu dirancang untuk menyebarkan teror ke khalayak yang lebih luas, yaitu pejabat pemerintahan pendudukan Romawi dan orang Yahudi yang berkolaborasi dengan Romawi.

Penjahat yang kejam

Sama dengan Zealot, kata "Thug" yang dalam kamus berarti "penjahat yang kejam", juga berasal dari sekte agama Hindu abad ke-7 yang telah menteror India sampai diberantasnya keberadaan sekte itu pada pertengahan abad ke-19.

Para Thug terlibat dalam pembunuhan berlatar agama yang bertujuan untuk memuja "Kali", dewa penghancur agama Hindu. Pada hari-hari yang dianggap suci sepanjang tahun, kelompok fanatik ini mengincar calon korbannya untuk dibunuh guna dipersembahkan kepada Kali.

Menurut catatan sejarah, kelompok Thug telah membunuh jutaan orang selama 12 abad keberadaan sekte mereka atau 800 orang setiap tahunnya. Suatu angka pembunuhan yang sangat tinggi yang jarang bisa ditandingi oleh kelompok teroris modern sekarang ini yang bersenjatakan lebih canggih dan lebih mematikan.

Sementara kata Inggris Assassin (di kamus berarti orang yang mencabut nyawa orang lain dengan kekerasan) adalah nama dari sekte radikal Muslim "Syiah Mazhab Ismaili" yang berperang pada 1090 sampai 1272 untuk mengusir Pasukan Salib Kristen yang berusaha untuk menaklukkan wilayah Suriah dan Iran sekarang.

Secara harfiah, Assassin yang berasal dari bahasa Arab berarti "pemakan hashish" atau "mariyuana" atau mungkin istilah sekarang "shabu-shabu". Ini merujuk pada upacara ritual "nyabu" dari seorang anggota sekte sebelum melaksanakan tugas pembunuhan yang harus dilakukannya.

Si calon pembunuh atau sering disebut sebagai "pengantin" dibiarkan fly setelah diberi hashish dan selama "teler" itu pikirannya membayangkan serba yang indah-indah. Itulah bayangan surga dan keindahan yang bakal diterima seorang "Assassin" setelah melaksanakan tugas sucinya melaksanakan pembunuhan terhadap pasukan Salib.

Makin berkembang

Ternyata, anak pinak dari kaum Zealot, Thug dan Assassin masih berkembang sampai sekarang, bahkan makin banyak dan makin kejam. Kematian Dr. Azahari dan perburuan terus menerus terhadap Noordin M Top ternyata tidak mengendorkan kegiatan terorisme. Teroris-teroris baru bermunculan, bahkan bisa merekrut jaringan baru dan orang-orang yang lebih muda.

Sulit membayangkan sebelumnya bahwa ternyata pelaku bom bunuh diri di Tanah Air adalah anak-anak muda yang baru gede atau pemuda di bawah 30 tahunan. Mereka dikenal oleh para tetangga sebagai orang baik dan alim, pengurus atau aktivis tempat ibadah. Keluarga dan tetangga baru terkaget-kaget ketika polisi mengumumkan bahwa mereka terkait atau menjadi tersangka peledakan bom.

Sangat disayangkan bahwa agama dijadikan alasan untuk merekrut pelaku bom bunuh diri. Bagi teroris berlatar agama, kekerasan adalah tindakan suci yang didasarkan pada pemahaman atas kewajiban menjalankan ajaran agamanya dan penafsiran atas perintah Tuhan. Sungguh sesat dan menyesatkan. (*)
COPYRIGHT © 2009