Kamis, 26 Maret 2009

JANGAN GANTI KUDA SAAT MENYEBRANGI SUNGAI

Oleh Akhmad Kusaeni

Jakarta, 26/3 (ANTARA) – Banyak pihak menyayangkan kemungkinan berpisahnya dwitunggal Soesilo Bambang Yudhoyono dengan Jusuf Kalla (SBY-JK) pada Pemilihan Presiden 2009.

“Mereka adalah pasangan pemimpin ideal, saling mengisi. Kami ingin beliau tetap bersatu menjadi negarawan,” kata pendiri Institut Lembang Sembilan, Alwi Hamu.

Institut Lembang Sembilan adalah lembaga yang berusaha keras agar SBY-JK dipertahankan dalam pemilu nanti. Alwi dan lembaganya melihat ada upaya-upaya untuk memisahkan dwitunggal SBY-JK baik dari pihak Yudhoyono maupun Kalla.

Ada yang berusaha menurunkan derajat SBY-JK dari negarawan menjadi politikus. Ini bahaya buat masa depan bangsa,” ujar Alwi kepada pers.

Bagi orang-orang seperti Alwi, duet SBY-JK merupakan pasangan yang pas. SBY cenderung hati-hati saat mengambil keputusan. Adapun Kalla lebih cepat bergerak.

Ibaratnya, JK adalah gas, dan SBY remnya. Jika perjalanan pemerintahan ditamsilkan sebagai sebuah mobil, maka ia membutuhkan kombinasi gas dan rem. Kalau gas tanpa rem, perjalanan pemerintahan sangat berbahaya. Bisa celaka akibat tak terkendali. Sebaliknya, jika rem semuanya, mobil bisa mogok, tidak bisa jalan.

Orang juga menilai SBY-JK ideal karena dua tokoh ini memiliki kepribadian unik yang berbeda tetapi sebetulnya saling melengkapi. JK yang cenderung pragmatis dikenal sebagai “man of action”, sementara SBY yang penuh gagasan dan idealisme dikenal sebagai “man of ideas”. Ada yang berfikir dan ada yang bertindak. Klop!

Dari segi latarbelakang keduanya juga saling mengisi. SBY adalah jenderal dengan background sosial politik yang kuat. Sebagai tentara, SBY kental dengan idiom-idiom militer seperti kedaulatan wilayah NKRI, persatuan dan kesatuan, dan stabilitas nasional. Sebaliknya JK adalah saudagar yang punya naluri ekonomi dan bisnis yang sudah terbukti handal. Sebagai pengusaha, JK pandai melihat peluang bisnis dan memajukan ekonomi.

Saling melengkapi

Dari berbagai segi, SBY-JK saling mengisi dan saling melengkapi. Seperti dikemukakan para pengamat, kombinasi dwi-tunggal ini, sebetulnya terbaik untuk bangsa. Survei-survei pun membuktikan, jika pasangan SBY-JK maju lagi, hampir bisa dipastikan mereka terpilih lagi.

Tapi persoalan-persoalan internal di Partai Demokrat dan di Partai Golkar menjadikan dinamika politik berkembang lain. Persoalan internal partai itu, seperti dikemukakan pengamat politik Eep Saifulloh Fatah, adalah Kalla dikelilingi sejumlah politikus Partai Golkar yang mencita-citakan kekuasaan lebih besar bagi partai beringin dalam lembaga eksekutif selepas pemilu 2009. Sementara di Partai Demokrat ada politikus yang over confident bahwa tanpa Golkar dan Kalla, SBY bisa digjaya sendiri.

Ini yang membuat SBY-JK, kedua pemimpin yang pada Pilpres 2004 maju dengan slogan “Bersama Kita Bisa”, kini seolah berdiri di persimpangan jalan. Masing-masing, seperti diberitakan di media, seolah-olah akan menempuh jalannya sendiri-sendiri.

Padahal, pekerjaan keduanya belum selesai. Masih banyak tugas yang belum dituntaskan. Perjuangan memberantas kemiskinan, memerangi kebodohan, menjaga NKRI dan memerangi korupsi –yang menjadi core utama program pemerintahan SBY-JK—baru separuh jalan. Sudah ada keberhasilan dan kemajuan, namun pembangunan jelas membutuhkan waktu.

SBY-JK bukan Bandung Bondowoso yang bisa membangun seribu candi dalam satu malam. Mereka bukan juga David Copperfield, yang bisa menyulap dan menjadikan apa saja, hanya dengan mengucap mantra-mantra simsalabim dan abracadabra. Yang mereka perlukan adalah waktu dan kepercayaan untuk menuntaskan apa yang sudah dijanjikan dan dimulai.

Dalam pertemuan dengan 11 pengamat politik di kediaman resminya di seberang Mesjid Sunda Kelapa, Kalla mengatakan sangat yakin bahwa pemerintahan SBY-JK berada dalam jalur yang benar.

“Jika diberi kesempatan lebih panjang, kami akan mengantar Indonesia pada kelimpahruahan ekonomi pada 2011,” katanya.

Artinya, di pihak Kalla sendiri, sebetulnya ada keyakinan bahwa tugasnya bersama SBY memimpin bangsa ini belum selesai untuk dengan selamat menggapai Indonesia 2011 itu.

Jangan ganti pemimpin

Jika saja SBY-JK tidak berpisah dalam Pilpres 2009, mereka sangat berpeluang untuk terpilih lagi. Mereka bisa berkampanye dengan slogan: “Don’t change horses in midstream!” (Jangan ganti kuda saat menyeberangi sungai). Maksudnya, jangan mengganti pemimpin saat mereka berada di tengah tugas maha penting yang belum selesai. Beri kesempatan untuk melanjutkan dan menuntaskan.

Slogan ini yang membuat Abraham Lincoln terpilih kembali dalam pemilihan presiden di Amerika Serikat tahun 1864. Ketika Lincoln dinominasikan sebagai calon presiden untuk masa jabatan kedua kalinya pada 9 Juni 1864, ia meminta rakyat Amerika Serikat untuk memberinya kesempatan untuk menuntaskan misinya untuk menghentikan perang saudara dan mengakhiri perbudakan.

Lincoln dalam setiap kampanye mengatakan, “Saya tidak meminta anda untuk memilih karena saya paling hebat atau orang terbaik di Amerika, tapi saya ingin anda memutuskan seperti kearifan peternak Belanda bahwa sangatlah tidak baik untuk mengganti kuda saat berada di tengah sungai”.

Lincoln adalah presiden ke-16 AS dari Partai Republik. Ia terpilih pada Pemilu 1860 dan berhasil membawa AS lepas dari krisis internal terbesar sepanjang sejarah AS, yaitu upaya separatisme dan pengakhiran perbudakan. Ia terpilih kembali pada masa jabatannya yang kedua pada Pemilu 1864.

Begitu juga dengan SBY-JK. Apabila dwi-tunggal itu memiliki tugas maha penting bersama, yaitu menggapai Indonesia 2011 sebagaimana yang dicita-citakan, tentu rakyat akan memahami kearifan slogan Abraham Lincoln itu. Rakyat besar kemungkinan tidak akan mengganti kuda saat sungai belum seutuhnya tersebrangi.

SBY-JK juga bisa menggunakan slogan Presiden McKinley yang untuk kedua kalinya mengalahkan William J Bryan pada Pemilu tahun 1900. Jika pengabdian pemerintahan diibaratkan jamuan makan, maka empat tahun pertama masa jabatan McKinley belum cukup untuk melayani rakyat makan malam dengan tuntas sehingga perut mereka kenyang.

McKinley pun meminta diberikan waktu empat tahun lagi. Tim suksesnya kemudian merumuskan slogan kampanye yang unik dan menarik: ”Four More Years of the Full Dinner Pail”. Rakyat AS kemudian memberi kepercayaan kepada McKinley yang berpasangan dengan Theodore Roosevelt sebagai Wapres untuk masa jabatan yang kedua.

Semuanya terpulang kepada SBY-JK sendiri. Kedua pemimpin itu yang tahu persis apa yang paling penting untuk dirinya dan untuk bangsanya. Semua kemungkinan masih terbuka. Apakah SBY-JK akan terus bersama atau berpisah, tentu akan segera ditemukan jawabannya setelah Pemilu 9 April 2009.

Time will tell, kata pepatah Inggris.

Rabu, 18 Maret 2009

RP 1 MILIAR UNTUK KAMPANYE 15 MENIT

Oleh Akhmad Kusaeni

      Medan, 18/3 (ANTARA) – Betapa mahalnya ongkos sebuah kampanye. Ketua Dewan Penasehat Partai Golkar Surya Paloh, misalnya, menghabiskan dana lebih dari Rp1 miliar hanya untuk berpidato selama 15 menit di panggung kampanye di sebuah lapangan sepakbola, di Mandailing Natal, Sumatera Utara.

      Pada hari pertama kampanye terbuka dimulai, Selasa (17/3), Surya langsung tancap gas. Jam 7.00 pagi dia sudah bertolak dari Bandar Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, dengan pesawat jet pribadinya, jenis BAe yang katanya eks Ratu Inggris Elizabeth. Tujuannya: Lapangan sepakbola Aekgodang, Mandailing Natal.

      Tak banyak orang yang mendampingi bos Media Group yang brewokan itu. Yang menemani Surya di pagi hari itu tampak Sekretaris Dewan Penasihat Partai Golkar Hatta Mustafa dan Chairuman Harahap, calon legislatif untuk Daerah Pemilihan Mandailing Natal. Tentu saja dia membawa kameramen Metro TV, stasiun televisi milik Surya.

     ”Ini pesawat paling aman. Jet lain mesinnya cuma dua, yang ini empat. Kalau dua mesin mati, masih ada dua mesin yang bekerja. Tapi karena empat mesin, jadi boros,” katanya kepada saya sesaat setelah kami boarding.

     Surya membeli pesawat buatan Inggris itu pada tahun 2004 ketika akan keliling Indonesia untuk Konvensi Partai Golkar. Kini, dengan pesawat yang sama, Surya akan keliling Indonesia lagi untuk berkampanye. ”Hari ini baru start, saya harus jaga stamina karena harus datangi daerah-daerah dari Aceh sampai Papua,” katanya.

     ”Pesawat ini pas untuk jelajahi Indonesia karena bisa mendarat di Bandara-Bandara perintis dengan landasan pendek, seperti Bandara Tapanuli Selatan yang akan kita datangi ” katanya lagi.

    Saat pesawat bergambar kepala elang, lambang Media Group, itu menjelajah langit dengan ketinggian 27.000 kaki, Surya menyiapkan materi pidatonya. Ia berfikir tidak banyak yang bisa disampaikan pada kampanye terbuka di lapangan yang terik pada pukul dua siang dengan hadirin yang asyik berjoget dan berdangdut ria. Ia memilih satu pesan moral kampanye yang akan menjadi ”soundbite”.

   ”Saya akan ingatkan para elite untuk tidak lagi membohongi rakyat. Rakyat harus dicerdaskan, bukan dibodoh-bodohi!,” katanya dengan suara keras dan mata membelalak.

Sewa helikopter
    Setelah mendarat di Bandara Perintis Tapanulis Selatan, Surya harus naik helikopter lagi selama 30 menit untuk bisa ke panggung kampanye. Ia menyewa helikopter jenis Bell yang hanya bisa dimuati empat penumpang saja. Terapung-apung di antara bukit dan gunung, Surya manggut-manggut menyadari betapa luasnya wilayah Sumatera Utara. Jika naik angkutan darat, dari Medan ke Mandailing Natal bisa memakan waktu 12 sampai 14 jam.

    ”Tidak heran banyak warga sini yang meminta pemekaran,” katanya merujuk pada tewasnya Ketua DPRD Sumatera Utara Azis Angkat dari Partai Golkar saat demo anarkis massa yang meminta rekomendasi dibentuknya propinsi baru Tapanulis Selatan.

    Surya hanya beristirahat sejenak untuk makan siang sebelum diboyong ke lapangan sepakbola yang sudah dipenuhi massa. Pilot helikopter sudah mewanti-wanti agar kampanye tidak lama-lama karena pergerakan awan yang menggumpal hitam menandakan hujan akan segera turun.

    ”Makin sore makin berbahaya. Cuaca di kawasan pegunungan begitu cepat berubah,” si pilot mengingatkan.

     Akibatnya, Surya tidak bisa berlama-lama di atas panggung kampanye. Setelah pidato dan teriakan hidup Golkar yang menggelegar selama 15 menit, lelaki berperawakan tinggi besar mirip penyanyi opera Luciano Pavarotti itu segera pamit. Ia harus buru-buru kembali ke Tapanuli Selatan sebelum hujan turun sore itu.

    Meski hujan belum turun, angin ternyata berhembus kencang. Helikopter beberapa kali berguncang-guncang. Untuk menghindari guncangan, pilot menurunkan ketinggian sehingga helikopter berwarna biru itu menyelusup lembah-lembah di antara bukit dan gunung. Gerakan helikopter itu mirip dengan yang biasa dilihat dalam film-film tentang perang Vietnam. Berkelok-kelok dengan suara mesin dan baling-baling yang menderu-deru.

    ”Kalau terjadi apa-apa pasti kita selesai. Karena di antara bukit dan gunung, tidak ada tempat untuk mendarat darurat,” kata Hatta Mustafa yang tampak lega akhirnya bisa mendarat dengan selamat di Bandara Tapanuli Selatan meski mengaku sempat tegang dan stress.

      Saat melanjutkan perjalanan ke Bandara Polinia Medan, Surya menceritakan mengapa dirinya rela menghabiskan uang miliaran dan menghadapi resiko keselamatan terbang dengan helikopter dalam cuaca buruk hanya untuk berpidato selama 15 menit di panggung kampanye. Menurut Surya, perjalanan kampanye hari pertamanya menghabiskan lebih dari Rp1 miliar, antara lain untukavtur dan kru jetnya, menyewa helikopter, akodasi hotel dan biaya logistik lainnya.

    ”Gila. Ini gila. Tidak masuk logika orang mengeluarkan Rp1 miliar hanya untuk pidato 15 menit,” katanya.

     Jika tidak untuk kecintaan kepada bangsa ini, jika tidak untuk sesuatu yang berarti bagi rakyat negeri ini, lanjut Surya, ia tidak akan segila ini. Itupun ada yang menuduhnya ada motif-motif dan ambisi kekuasaan tertentu dibalik segala yang dilakukannya. Pengkritiknya menuding Surya berambisi untuk menjadi Ketua Umum Golkar dan kemudian menjadi calon Presiden pada Pemilu 2014. 

    ”Silahkan menuding seperti itu. Saya terima dan jalani saja. Tetapi yang saya protes, kalau orang menilai apa yang saya lakukan itu tidak ikhlas. Itu yang tidak benar,” tegasnya.

     Surya mengatakan boleh dibilang ia sudah memiliki segalanya, harta dan kehormatan sudah ada dalam genggamannya. Kalau dia mau, dia bisa seperti konglomerat-konglomerat lain yang tinggal menikmati hidup dan bersenang-senang dengan kekayaannya.

     ”Kalau semua orang berfikir selfish begitu, lalu siapa yang memikirkan bangsa dan rakyat ini? Hancurlah bangsa ini jika semua orang begitu,” katanya sambil mengusap rambut-rambut yang lebat di pipi dan dagunya.

Eksentrik
     A Keng, pengusaha Medan yang teman sepermainan Surya semenjak SD, mengatakan jika sohibnya seorang eksentrik. Surya adalah tokoh yang langka. Bangsa Indonesia saat ini mengalami defisit orang-orang eksentrik berkarakter yang memiliki kekuatan mental, kebernasan gagasan dan keberanian moral untuk mengambil pilihan sendiri di luar kelatahan. 

    Pakar politik John Stuart Mill mengatakan orang eksentrik biasanya yang membuat sejarah. Kreativitas sosial memerlukan tumbuhnya eksentrisitas. Orang eksentrik berani berfikir dan berbuat out of the box. Ia berfikir melesat jauh ke masa depan dengan idealisme dan cita-cita tingggi dan bersemangat mencapainya.

    ”Saya kira Surya orang seperti itu. Bangsa Indonesia, paling tidak Golkar, beruntung memiliki tokoh semacam Surya Paloh,” katanya.

    Memang, hanya seorang eksentrik yang rela mengeluarkan uang satu miliar rupiah dan berani terbang dengan helikopter dalam cuaca buruk hanya untuk berpidato 15 menit di depan rakyat di satu kabupaten terpencil yang tidak banyak dikunjungi orang, apalagi pejabat.